"Nalendra Acacio! Bukain pintunya woi!"
Pagi hari ini, di luar rumah—lebih tepatnya di depan pintu, seorang Arjuna Nareswara menggedor-gedor pintu sambil berteriak kepada sang adik. Sudah sepuluh menit dia menunggu, pintu tak kunjung terbuka. Jendela dan pintu belakang juga sama, tertutup rapat dan terkunci.
Pasti si Acio baru bangun tidur. Sebenarnya ini salah Nares juga sih karena tidak membawa kunci yang satunya.
"Alen, buka pintunya atau gue dobrak!" Ancam Nares mulai kesal.
'Ceklek!'
"Gak sabaran amat jadi orang, gue lagi mandi tau!" Kata sang adik yang membukakan pintu, Nalendra Acacio.
"Untung adik gue hiih. Sana ganti baju, habis ini kita ke rumah Kak Aksa."
"Ngapain?"
"Tau tuh, katanya penting."
Acio mengernyitkan kening, kenapa mereka harus ke rumah Aksa di pukul tujuh pagi ini? Janjian olahraga bersama saja tidak.
Ah, positive thinking saja, mungkin Aksa ingin bagi-bagi uang. Aku mau...
•••
Kalau di rumah kakak beradik barusan lumayan gaduh, di rumah yang satu ini lebih gaduh.
"BARA! LO UDAH NUMPANG TIDUR ENAK BANGET GAK BERESIN BANTAL GULINGNYA!" Teriak Galaksi dari dapur, lagi sarapan.
Sambara Wagiswari menggerutu, mencibir sang teman. Baru saja turun untuk sarapan bersama.
"GUE GAK NUMPANG YA, CUMA NGINEP SEMALEM DOANG!" Balas Bara berteriak tak kalah keras.
"BERESIN DULU! GAK BOLEH MAKAN KALAU BERANTAKAN!"
"SABAR DONG SABAR, MUKA DOANG [COOL] SIFATNYA ENGGAK!"
Ivander Galaksi memeletkan lidahnya, meledek Bara. Lalu melahap buburnya banyak-banyak.
'Tok Tok Tok...'
"BARA, BUKAIN PINTU!"
"KATANYA BERESIN BANTAL GULING!"
Mau tak mau Galaksi bangun untuk membuka pintu. Padahal buburnya tinggal sesuap lagi.
'Dak dak dak...'
"[Galaksi, buka pintunya!]"
Kalau dari cara menggedor pintu dan suaranya, sepertinya itu Evan. Memang dasarnya bar-bar, pintu Galaksi pun jadi korban.
[Poor Pintu!]
"Kenapa lama banget?!" Seru Evano Reinaldo saat pintu dibuka.
"Ya elah Kak, gue kan lagi sarapan," cibir Galaksi mencoba sabar, kalau marah nanti dimarahin balik sama Evan.
Tadinya Evan ingin mengomel, tapi orang di sampingnya buru-buru menyela. "Cepet selesaiin sarapan lo dan ganti baju, kita ke rumah Kak Aksa sekarang."
Galaksi bingung. "Ngapain? Mau bagi uang? Kan belum lebaran."
Kemudian Yetfa Damian mengelus dada. Sabar, masih pagi...
"Bukan mau bagi uang, mau bagi info," jawab Yetfa setelahnya.
"Info apa?"
"Ada yang chat Kak Aksa, ada nomor asing kirim foto Kak Gendra pas kecelakaan hari itu."
"Serius lo? Fotonya gimana?" Tanya Galaksi takut tapi penasaran.
"Gak tau! Makanya kita kesana!" Evan mulai jengah menunggu. "Cepat ganti baju atau gue yang gantiin baju lo!"
Ancaman Evan membuat Galaksi langsung kabur ke dalam rumah. Evan kalau sudah marah itu seram.
"BARA! KELUAR LO DARI KAMAR GUE! GUE MAU GANTI BAJU!"
"GUE KAN LAGI BERESIN—tau ah, gelap... capek gue."
•••
Michio Alister Shidra Hanendra Orlando alias Mashiho memicingkan matanya, mengamati foto yang dikirim orang asing ke Aksa pagi ini.
Sebagai tetangga dari seorang Arnawama Danadyaksa, dia langsung cus ke rumahnya, untung sudah mandi. Mashiho ini tipe orang yang suka kebersihan, mandi pagi selalu ia lakukan, begitu juga mandi sore. Kalau gerah di siang hari mandi juga, terkadang dia mandi empat kali sehari.
"Tujuannya apa coba kirim foto begitu?" Tanya Aksa tak mengerti, dia kan takut.
"Kalau dipikirin lebih jauh lagi, bukan itu yang patut dipertanyakan," balas Mashiho. "Yang ada di pikiran gue adalah; kenapa orang ini bisa foto Kak Gendra, kenapa dia bisa ada disana, dan kenapa dia gak ketangkep polisi?"
"Kayaknya gue tau nih kenapa lo dimatiin cepet di film 'The Among Us' buatan kita," sahut Gentala Faresta sambil membuka bungkus sedotan susu pisangnya. "Lo itu pemikir jauh yang baik, pembunuh bakal bunuh lo supaya mereka gak ketahuan."
"Ta, jangan bikin gue curiga sama lo deh," balas Mashiho berdecak kesal. Lagi bahas kecelakaan kok disambungin sama film The Among Us buatan mereka.
"Gue mulai berpikir kalau film The Among Us ada hubungannya sama ini," kata Aksa. "Tapi kan... yang nonton baru kita bertiga belas aja. Masa iya pelakunya di antara kita yang tersisa?"
Genta tertawa. "Haha, sependapat kan lo sama gue. Tapi jangan curigain gue ya, mentang-mentang gue impostor di film."
"Tergantung." Mashiho mengembalikan ponsel Aksa ke pemiliknya. "Kalau sikap lo mencurigakan, terpaksa gue curiga sama lo dan cari tau."
"Bahaya loh, Mashi," ucap Genta tersenyum lebar.
Mashiho mengedikkan pundak tak peduli.
Aksa mulai resah. "Terus gimana? Gue takut orang asing ini kirim foto yang aneh lagi, kalian tau sendiri gue penakut."
"Nginep aja, mau di rumah lo atau lo-nya yang ke rumah kita," tawar Genta.
"Kalau gue jadi Kak Aksa, gue bakal tolak tawaran lo." Mashiho berujar sarkas. "Kita gak tau pelakunya siapa, kita sendirian ataupun enggak gak bakal jadi penghalang buat si impostor."
"Yah..."
"Kok 'yah'?" Tanya Aksa mulai curiga.
"Gak apa-apa, gue kesepian di rumah karena orang tua gue kan lagi pulang kampung."
Aksa mengambil ponselnya, memasukkannya ke kantong celana. "Jadi, pelakunya beneran di antara kita berdua belas? Kalian yakin?"
Mashiho dan Genta mengangguk serentak. "Yakin!"
Aksa membulatkan mulutnya, ber-oh ria tanpa suara, lalu berkata, "Hati-hati aja, siapa tau pelakunya ada di sini dengerin semua pembicaraan kita."
"Pelakunya ada di sini atau memang di sini sejak tadi?" Tanya seseorang yang baru datang dengan ekspresi datar andalannya.
"Kenapa, Sa?" Tanya Genta karena tak mendengar jelas sebab asik menyedot susu pisangnya.
Asa Hara Iridescent, pemuda tampan berjaket biru itu menggelengkan kepala. "Bukan apa-apa."
Aksa menghela napas. Dasar Asahi, kenapa harus mengatakan itu coba? Bikin orang lain mulai curiga saja.
Tunggu, maksud Aksa mulai curiga itu... curiga ke siapa? Ke orang lain atau... ke dirinya sendiri?
Mulai sekarang update setelah target baca terpenuhi ya, terimakasih-!!♡