webnovel

THE GOLDEN STATUE

Sebuah jenazah dalam keadaan tidak biasa ditemukan di griya tawang Calum Little, salah satu terdakwa pembunuhan Esmer Philo.

Sebuah patung terbaring di tempar tidur berukuran king. Patung tersebut mengangkat kedua tangannya, matanya terbelalak, lidahnya menjulur keluar seperti cuplikan gambar orang yang kaget melihat anjing.

Gerombolan pelindung sipil dan petugas koroner sudah memenuhi tempat kejadian perkara untuk melakukan investigasi. Jenazah tersebut bukan hanya berpose mematung saja, jenazah tersebut ... memang sungguh-sungguh patung. Tubuhnya seperti dilapisi emas dua puluh empat karat. sangat mulus dan rapuh, layaknya balok emas murni. Di tembok belakang tempat tidur, terdapat tulisan berwarna emas. Bentuknya menyerupai pola darah mengalir, namun berubah menjadi emas beku.

"𝘛𝘐𝘋𝘈𝘒 𝘈𝘋𝘈 𝘠𝘈𝘕𝘎 𝘛𝘐𝘋𝘜𝘙 𝘛𝘌𝘕𝘈𝘕𝘎 𝘒𝘌𝘊𝘜𝘈𝘓𝘐 𝘚𝘌𝘎𝘈𝘓𝘈 𝘒𝘌𝘉𝘌𝘕𝘈𝘙𝘈𝘕 𝘋𝘐𝘜𝘕𝘎𝘒𝘈𝘗𝘒𝘈𝘕! 𝘛𝘐𝘋𝘈𝘒 𝘈𝘋𝘈 𝘠𝘈𝘕𝘎 𝘔𝘌𝘕𝘐𝘕𝘎𝘎𝘈𝘓𝘒𝘈𝘕 𝘒𝘖𝘛𝘈 𝘒𝘌𝘊𝘜𝘈𝘓𝘐 𝘔𝘌𝘔𝘉𝘈𝘞𝘈 𝘔𝘈𝘜𝘛 𝘉𝘌𝘙𝘚𝘈𝘔𝘈𝘕𝘠𝘈!"

Melihat kondisi jenazah tersebut, koroner dapat langsung mengidentifikasi, bahwa sang jenazah adalah korban penyalahgunaan sihir—kasus terburuknya adalah sihir hitam. Tulisan yang terpampang di dinding tepat di kepala jenazah Francis Little adalah sebuah ancaman kepada Calum Little, anaknya, kedua temannya yang lain, dan mungkin juga seluruh warga Trinketshore. Ya, Calum Little tidak mati, dia bersama ibunya berkerumun di pojok ruang keluarga. Mata sang ibu lembab karena menangis syok. Callum juga mengalami syok. Tatapannya kosong, tidak tahu harus bereaksi apa.

Kota kecil di pesisir tersebut geger. Di kediaman Crimsonmane, Nadine dan Gilmore sudah berdebat mengenai peristiwa pembunuhan Francis Little. Nadine tampak puas dengan pembunuhan tersebut, beranggapan bahwa pembunuh mencoba menghantui para pelaku satu per satu yang mencoba memanipulasi hukum walaupun cara yang digunakan kelewat rendahan. Begitu rendah sampai-sampai "Themis" sendiri membuka penutup matanya untuk melihat dengan wujud mereka dengan jijik. Gilmore di pihak lain membantah, dengan mengatakan selama tidak ada yang benar-benar mengaku, maka semua warga termasuk mereka bertiga sejatinya adalah para ternak yang mengantri di rumah jagal. Tidak ada untungnya menghargai apalagi mendukung tindakan pembunuh itu.

Selama mereka sibuk adu mulut, Alicia sedang menelpon adiknya yang kebetulan akan pulang hari itu. Ia memperingati adiknya untuk menimbang keputusannya untuk pulang, mengingat situasi di Trinketshore sedang tidak karuan.

"Sesuka-sukanya aku ingin menikmati musim panasku di Eidyn daripada di kota hilang Trinketshore yang membosankan—maksudku, keduanya sama bosannya sih—aku harus pulang ke sana, mau tidak mau," jawab Leith dari saluran telepon.

"Tidak bisakah kamu membujuk Papa untuk kembali denganmu?"

"Papa masih harus melanjutkan pekerjaannya di Eidyn. Segala kekacauan akibat sihir hitam itu terjadi di seluruh negeri, tidak hanya Trinketshore saja, tahu?"

Alicia terdiam sesaat. Ia mencoba untuk mengerti tapi air wajahnya terlanjur kesal. Anak perempuannya terjebak di kota kecil dengan pembunuh berantai. Lalu beliau malah mengirim adiknya kembali ke kota, sedangkan beliau sendiri sibuk mengurus urusan lain dibanding memikirkan anaknya sendiri. 𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘱𝘢 𝘗𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩? pikirnya. 𝘗𝘢𝘱𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘭𝘱𝘰𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘱𝘢𝘴𝘤𝘢 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘢𝘭𝘶𝘯-𝘢𝘭𝘶𝘯 𝘬𝘰𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘳𝘪𝘯!

"Aku tetap harus pulang karena aku harus membantunya mempersiapkan sesuatu sebelum Papa datang," imbuh Leith. "Tapi Papa sudah mengetahui situasi Trinketshore. Jadi, Ia akan mengirimkan beberapa unit pasukan penyihir kesana sebagai bantuan dalam waktu dekat. Pasukan Magisterium elit! Penyihir yang berpengalaman melawan sihir hitam tentu saja, tidak seperti para kroco di Trinketshore itu."

"Tunggu, kamu bilang mempersiapkan sesuatu untuk Papa? Perisapan apa itu?"

"Uh ... Bukan saat yang tepat untuk sesi cerita panjang, kak. Aku akan ceritakan semuanya saat di rumah sesuai janjiku. Aku harus kejar kereta dulu, dah!" Leith langsung menutup telecomm-nya

Gilmore membelakangi sofa. "Jadi, adikmu datang hari ini?"

"Yah," jawab Alicia, "dan dia bilang bala bantuan penyihir dari ibukota juga akan datang kesini."

"Wow, itu sangat menenangkan," kata Nadine yang matanya terarah ke telemedia dengan nada sarkasme.

Sore menjelang malam, keduanya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing setelah menginap beberapa hari. Leith juga mengabari bahwa dia sudah dekat dengan Trinketshore, meminta Alicia untuk tidak menjemputnya, karena perasaan gengsi dan tetek bengek laki-laki pubertas lainnya.

Alicia kemudian berbaring di tempat tidur dengan pintu yang sedikit terbuka sambil menunggu adiknya. Di tengah kegabutannya, ia mengangkat tangannya seolah menyentuh langit-langit. Matanya kemudian tertuju pada perban yang tertempel di tangan kanannya, yang ia dapat akibat Orb melepuhkan tangannya, di malam pertama ia melakukan kontak. Alicia sadar bahwa ia sudah beberapa kali mengganti perban, namun tidak menyadari sesuatu yang menarik, selain campuran darah dan cairan serosa yang kelihatan menjijikan jika dipandang lekat-lekat. Tapi Alicia tidak merasakan nyeri dari balik bungkusan perbannya, ia lalu membuka perban tersebut. Kulit sekitar luka masih meruam, beruntung lukanya sendiri sudah mengering seluruhnya. Tidak beruntungnya, tampaknya luka tersebut akan membekas seumur hidupnya.

Terdengarnya mengkhawatirkan. Satu lagi tanda yang menambah daftar kekurangan fisik sang gadis. Namun Alicia tidak terlalu menggubris hal itu. Ia terlalu penasaran dengan fakta bahwa lukanya membentuk suatu simbol aneh. Sosok manusia bertangan besar seolah 'mengayomi' bola yang besar pula dengan kedua tangan raksasanya. Bola apa itu? Representasi bumi? Atau Orb? Alicia bertanya kepada bola sihirnya, "Apa artinya simbol luka di tanganku ini, Orb?"

𝘖𝘩, 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢, jawabnya dalam alunan lagu.

"Tidak mungkin sesederhana itu!"

𝘠𝘢, 𝘔𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘴𝘶𝘥 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘪𝘮𝘣𝘰𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶. 𝘛𝘢𝘱𝘪 ... 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶.

"Oh, ayolah! Sungguh? Kenapa harus main rahasia-rahasiaan begitu, sih?"

𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢, 𝘈𝘭𝘪𝘤𝘪𝘢. 𝘚𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘪𝘵𝘶, 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘬𝘦𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘬𝘶. 𝘒𝘢𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢.

"Payah."

Dirinya lalu menyandingkan Orb dengan tangannya yang terbakar. Ia berkontemplasi mengenai kekuatannya. Alicia telah menghabiskan dua hari melatih akurasi tembakan dan bertarung jarak dekat dengan Orb. Namun ia tahu bahwa pasti ada hal lain yang bisa dilakukan dengan sihir dari bola tersebut, ketimbang menembak dan menghantam kepala orang dengan lemparan bola sihir. Alicia mengingat saat pertarungannya dengan Caleb Dune, dia mampu menciptakan medan gaya yang meredam hantaman saat terjatuh, dan entah bagaimana kekuatannya juga dapat menetralisir sihir hitam milik si pecandu itu.

Alicia beranjak. Dirinya menahan Orb dengan kedua tangannya dan mencoba melakukan sinkronisasi. Alicia perlahan melentangkan tangannya, dengan energi yang melekat di tangannya pun ikut melebar. Energi plasma dari tangannya menyebar dan membentuk sebuah gelembung plasma bercahaya mengitari dirinya. Percikan plasma dan aliran bercahaya menari bertebaran di sekitarnya.

Alicia melihat Orb yang masih melayang di antara dadanya. Ia memfokuskan dirinya untuk mengalirkan lebih banyak atau sedikit plasma dari tangannya, memanipulasi ukuran medan gaya itu.

"Hei Orb, seberapa kuat medan gaya ini?"

𝘛𝘦𝘳𝘨𝘢𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘧𝘰𝘬𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘨𝘢𝘮𝘶, jawab Orb.

"Tentu saja tergantung fokus dan tenagaku." Alicia memutar matanya.

Orb melantuni sinyal teguran. 𝘛𝘦𝘯𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘧𝘰𝘬𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘨𝘢, 𝘈𝘭𝘪𝘤𝘪𝘢. 𝘐𝘵𝘶 𝘚𝘪𝘩𝘪𝘳 101. 𝘐𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘪𝘯𝘬𝘳𝘰𝘯𝘪𝘴𝘢𝘴𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳, 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘧𝘢𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘴𝘪𝘮𝘢𝘭!

"Baiklah, baiklah, aku minta maaf," jawab Alicia. "Setidaknya itu menjelaskan tembakan yang belok sendiri, atau terkadang, tidak ada efeknya sama sekali. Mungkin aku harus belajar mengendalikan rasa panikku dengan lebih baik."

Alicia melanjutkan lagi. "Berarti, tidak jauh beda dari sihir pada umumnya dong?"

𝘠𝘢, 𝘯𝘢𝘮𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘪𝘩𝘪𝘳 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘥𝘢. 𝘏𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯𝘬𝘶—𝘵𝘦𝘳𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘥𝘢𝘯 𝘨𝘢𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘪—𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘩𝘦𝘣𝘢𝘵 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘴, 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘱𝘶𝘴 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘶𝘩 𝘗𝘢𝘳𝘵𝘪𝘬𝘦𝘭 𝘗𝘳𝘰𝘵𝘰𝘴! sahut Orb dengan bangga.

"Partikel Protos. ya? Kalau tidak salah itu istilah untuk substansi yang menghasilkan sihir hitam kan? Energi Khaos? Sudah lama tidak pernah mendengar istilah itu."

Orb memberikan sinyal tanda setuju.

"Tunggu dulu, aku baru kepikiran. Saat penyelidikan dan juga saat-saat terakhir bertarung dengan penyihir hitam, aku ingat kekuatanmu menetralisir setiap sihir hitam yang terkena kontak."

Orb kembali memberikan sinyal tanda setuju.

"Dan setiap tembakan yang kuberikan kepada si penyihir membuatnya lebih rentan terhadap serangan dan meningkatan rasa sakit."

Ketiga kalinya Orb memberikan sinyal tanda setuju.

Alicia termenung, sedang mengacak-ngacak arsip memori dalam otaknya. Ia akhirnya teringat sebuah momen, saat ia membaca sebuah ensiklopedia sihir dan ibunya menceritakan jenis kekuatan sihir yang memiliki ciri khas serupa.

"Astaga, Orb … Jangan-jangan kamu–"

"APA YANG – APA-APAAN INI!?"

Percakapan Alicia dan Orb terpotong oleh teriakan yang datang dari muka pintu kamar yang kini terbuka lebar. Leith yang sudah berdiri memasang muka terguncang ngeri melihat Alicia terperangkap dalam pusaran plasma berpendar biru keunguan. Alicia bengong sepersekian detik sebelum berteriak akan kehadiran adiknya! Sinkronisasinya otomatis buyar, medan gaya itu langsung lenyap disusul dengan ledakan gelombang kecil tak berbahaya, namun cukup membuat mereka berdua berjempalitan.

Kamar Alicia yang sudah terlanjur berantakan akibat terpaan angin saat menciptakan medan gaya, semakin hancur akibat gelombang yang barusan muncul secara tiba-tiba.

"L-Leith!" teriak Alicia. "Kamu baru pulang? B-ba-bagaimana kamu bisa masuk? Tidakkah kamu kepikiran untuk mengetuk kamar dulu, apalagi kamar perempuan?"

Leith bangun sambil mengusap kepalanya yang terantuk tembok, dan rambutnya yang berantakan. "Tidakkah kamu kepikiran kalau masing-masing penghuni rumah ini punya kunci rumah? Lagipula pintumu sudah terbuka lebar dan barangmu keluar bertebraran kemana-mana akibat … Apapun yang terjadi di kamarmu itu!"

"Lalu benda itu!" Leith menunjuk Orb, "Darimana kau mendapatkan benda itu!?"

"A-aku bisa jelaskan! Aku menemukan Orb di pemakaman—"

"—Kau menamai benda itu, 'Orb'?"

"Apa? Kamu berekspetasi aku menamainya 'Kesatria Lancelot Tampan' atau semacamnya? Aku tidak menamai benda dengan nama aneh hanya untuk diperlakukan seperti 'pacar delusional'! Orb sudah cukup!"

Orb ikut membela Alicia dengan melantunkan nada suara yang mengancam. Leith menunduk ke Orb yang tergeletak di lantai, memasang muka yang sama sekali tidak percaya. "Benda ini … bisa ngomong?"

Orb mengeluarkan nada yang lebih keras, membuat Leith melompat dan mundur beberapa langkah.

"Benda ini punya nama, Leith. Orb," kata Alicia. "Dia bilang mukamu biasa aja, tidak perlu pasang muka norak jelek seperti itu, tidak pernah liat bola sihir apa?"

Leith masih dilanda syok. "Biar kutebak. Kau menemukan Orb di dalam kuburan Languoreth?"

"Well, tidak benar-benar tepat di dalam kuburan, tapi Orb memang kebetulan muncul di depan mausoleum Languoreth, sih. Tunggu, darimana kamu tahu itu?"

Kepala Leith menjadi pusing karena kewalahan akan informasi yang dia terima belakangan ini. Dirinya mondar mandir ruangan sambil bergumam.

"Tidak kupercaya sumber kekuatan itu ada disini. Sumber kekuatan itu ada disini! Tidak salah lagi. Kupikir pekerjaan ini akan menghabiskan seluruh hidupku dan ayahku. Tapi sialnya benda itu tepat berada di kamar kakakku, dan dia memainkannya seperti mainan! Dan dia bisa ngomong!" Leith terkekeh kecil seperti orang stres. "Tunggu dulu! Kakaku mengendalikan Arcane murni? Apakah itu menjadikannya penyihir? Alicia Crimsonmane seorang penyihir? Sialan! Ada apa dengan Trinketshore selama aku pergi …?"

Leith seharusnya bisa lebih santai bersama ayahnya, karena segala mandat tetek bengek investigasi, arkeologi, dan lain-lain benar-benar sirna dalam jentikkan jari. Tapi melihat Orb tersebut "tunduk" kepada kakaknya, spekulasi liar mulai bermunculan di dalam benak sang adik. Alicia melihat adiknya bergumam tak jelas segera menyadarkannya.

Setelah sadar, Leith memberikan tatapan serius ke sang kakak, katanya, "Kak, kupikir ada sesuatu yang harus kita bicarakan." []