webnovel

A BOOKWORM SPARRING WITH THE RHINO

Saat mereka mengatakan bahwa mereka akan berlatih pagi itu, sebenarnya itu hanya ditujukan untuk Alicia seorang.

Dengan menggunakan sihir dari Orb, Alicia menggerakan kumpulan target berbentuk orang-orangan sawah yang ditutupi oleh karung sebatas pinggang ke luar halaman. Figur manusia yang akan menjadi target itu disusun berjajar membentuk sebuah barisan horizontal. Kumpulan target tersebut sebenarnya merupakan target latihan Leith saat latihan menembak sihir.

"Baiklah," kata Nadine yang duduk manis di kursi bersama dengan Gilmore. "Mari kita coba yang paling dasar terlebih dahulu. Coba tembak semua target tersebut dengan sihir."

Alicia mengambil posisi dengan Orb melayang di antara kedua tangannya. "Aku kira saat kalian mengatakan latihan, tidak hanya aku yang harus berlatih."

"Hei, bukan aku yang punya masalah bertarung. Walaupun sihir sedikit berbeda, setidaknya kau harus punya gambaran bagaimana cara bertarung dengan senjata jarak jauh."

Tanpa basa-basi, Alicia melakukan sinkronisasi dengan Orb. Pendaran biru dan ungu hampir menyilaukan siang yang sudah terlanjur silau. Orb melepaskan tembakan energinya ke setiap target. Kelima target berhasil kena. Kelihatannya menembak sihir tidak sesulit menembak senjata api atau sejenisnya.

"Tidak buruk," Nadine memuji kecil. "Selanjutnya, tembak salah satu target sambil bergerak."

Alicia bersigap mengambil posisi tengah. Setelah mengambil napas, ia berderap dan membedil para manusia jerami yang terikat pada tiang. Dari energi sihir yang ditembak sepuluh kali, hanya pada saat percobaan kedua Alicia yang berhasil mengenai boneka tergantung tersebut. Nadine langsung menghentikan aksinya. "Baiklah, cukup."

Nadine bangkit dari bangku. "Orb-mu mungkin melayang dengan stabil. Tapi gerakanmu bergoyang dan tidak seimbang. Dan karena kamu bersinkronisasi dengan Orb, mungkin itulah alasan arah tembakanmu mengikuti gerakanmu secara keseluruhan, bukan hanya Orb." Tangan Nadine pun menghampiri pundak dan pinggang sang gadis guna membimbing tubuhnya.

"Tubuh atasmu harus sestabil mungkin. Kau harus menekuk kedua lututmu sedikit untuk menahan beratnya."

"Seperti ini?" Alicia mencoba memperagakan sikap yang diminta.

"Ya, kurang lebih seperti itu. Bergeraklah dengan posisi kaki seperti itu. Ketika lututmu menjadi tumpuan,"—Nadine mencoba memperagakan bergerak pelan dengan lutut yang ditekuk—"Lututmu bisa mengurangi getaran saat berjalan pada tubuh bagian atas, dan menyerap daya kejut saat menembak."

"Mengurangi rekoil dan meningkatkan akurasi tembakan?" sahut Alicia bersemangat.

"Bukankah kau yang paling pintar, Nona?" Nadine dan Alicia tergelak setelahnya.

"Baiklah, apa yang kau tunggu, coba praktikan!"

Dengan mantap Alicia berderap kembali, mencoba membiasakan gerakan berjalan dengan menumpu lututnya sambil menembak. Terlihat dari gestur tubuhnya, badannya belum terbiasa melakukan sikap membedil demikian. Namun bidikan Alicia menanjak; dari sepuluh lontaran energi, hanya satu yang meleset, satu tembakan lainnya hanya mengenai sisi boneka.

"Wah, kau belajar dengan cepat," puji Gilmore. "Apa karena kau menembakkan sihir?"

Alicia hanya tertawa kecil. "Ah ayolah, ini baru percobaan pertama."

"Well, tetaplah berlatih dan mungkin kamu bisa melampaui Leith," ujar Nadine. "Oh iya, kamu mungkin bisa meminta bantuan Leith untuk menembakkan sihir lebih baik."

"Leith?" Alicia murung sesaat. "Entahlah. Bukankah terlalu dini untuk membeberkan semuanya ke Leith?"

"Apa? Memangnya kenapa?" Gilmore bertanya sambil menyedot limunnya. "Memangnya dia akan memberitahukannya ke siapa? Papamu? Satu keluarga besar Crimsonmane? Ya, kenapa tidak? Setidaknya kau diperlakukan lebih baik ketika kau bisa menggunakan sihir, kan?"

Orb hanya memberikan sinyal. 𝘈𝘴𝘢𝘭-𝘶𝘴𝘶𝘭 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘪𝘴𝘵𝘦𝘳𝘪𝘶𝘴 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘪𝘯𝘤𝘢𝘳𝘢𝘯. 𝘏𝘢𝘵𝘪-𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘨𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘧𝘰𝘳𝘮𝘢𝘴𝘪.

Alicia berpikir sebentar. "Akan kupertimbangkan. Tapi sekarang, aku ingin belajar pertarungan jarak dekat."

"Kalau begitu, giliranmu, Otot. Beranjaklah dari kursimu itu, dasar pemalas!"

Gilmore mengelak. "Hah? Aku pikir kau yang akan melatih Alicia semuanya."

"Enak saja! Badanku juga pegal, tahu! Tukar posisi, dong!"

Mereka berdua berpindah posisi. Gilmore akan menjadi pemandu Alicia dalam adu jotos. Sang lelaki beranjak dan mendekati Alicia sambil mengerang karena pegal dan nyeri bekas semalam. Gilmore mengeluh, katanya, "Kenapa penyihir harus belajar beladiri segala? Seharusnya kan tinggal 'pew pew cuing abakadbra …'," tutur Gilmore mencoba meniru suara efek sihir. "Memangnya kau tidak merasa pegal sama sekali sehabis pertarungan semalam? Badanku nyeri semua tahu."

"Ohm jangan mengeluh, satu teknik saja. Lagian siapa yang punya ide untuk latihan sesudah sarapan?" jawab Alicia dengan muka datar.

"Siapa yah, entahlah. Ngomong-ngomong ...," Gilmore balik berlagak pilon lalu mengalihkan pembicaraan dengan santainya. "Apa yang ingin kau pelajari?"

"Eh entahlah, cara menyerang?"

"Tapi aku tidak tahu bela diri dalam sihir."

"Setidaknya mereka mempunyai gerakan yang sama dengan bela diri sungguhan kan? Seperti pertunjukkan ini yang pernah kutonton, mereka bisa mengendalikan elemen alam dengan gerakan bela diri oriental!"

"Apa kau sungguh mengambil refrensi dari kartun?"

"Entahlah, kupikir itu lebih mencirikan dirimu."

"Hah! Sarkasme yang bagus, nona Crimsonmane."

"Itu bukan sarkasme."

Gilmore berpikir sesaat mencoba mencari refrensi yang tepat untuk mengutilisasi sihir Alicia dalam jarak dekat. Lalu dia teringat kalau Alicia sempat menghantam Caleb Dune sang pecandu dengan bola kesayangannya. Gilmore seolah mendapatkan ide cemerlang berdasarkan ekspresi matanya. Alicia menatapnya dengan penuh perhatian.

"Oh! Kau bisa memanipulasi gerakan Orb tanpa harus menyentuhnya kan?" Tanya Gilmore mengundang antisipasi Alicia.

"Iya, lalu?" jawabnya singkat.

"Ya sudah, ayunkan saja bolamu ke sana ke mari. Begitu saja"

Nadine memuncratkan limunnya.

Alicia menghela napas. "Kau benar-benar pengajar yang buruk."

"Hadeh," Gilmore turut membuang napasnya. "Baiklah begini saja, ayo kita sparing. Saat kita bertarung semalam, kau cukup pandai menggunakan Orbmu untuk pertarungan jarak dekat. Jadi kupikir kau dan Orb seolah sudah tau apa yang kalian lakukan. Aku akan melatih refleks dan kelincahanmu."

"Akhirnya! Baiklah, mungkin itu ide yang bagus."

"Tapi seperti bela diri pada umumnya. Kuda-kudamu harus solid." Gilmore memperagakan dirinya. Alicia mencoba meniru Gilmore.

"Tempatkan kakimu sedikit lebih lebar dari pinggul. Miringkan kakimu sedikit ke samping, dan lutut harus menghadap arah yang sama." Gilmore melakukan sesuai yang ia instruksikan.

"Tegangkan otot perutmu sedikit posisikan panggul di bawah bahu. Ini untuk menjaga keseimbangan dan meningkatkan pertahanan. Kepalamu miringkan sedikit ke depan sampai dagumu menempel ke tulang selangka."

Kelihatannya begitu banyak detail yang harus diperhatikan, namun Alicia sepertinya dapat mengikutinya dengan baik. Posisi tangan Alicia kembali ke sikap khasnya saat mengendalikan Orb, kali ini lebih lebar. Gilmore sudah siap dengan sikap bertarungnya.

"Nadine, tolong aba-abanya!"

"Baiklah, bersiap." Nadine berteriak bak wasit. "Siap! Sedia! Lawan!"

Gilmore yang tidak dipertanyakan lagi keterampilannya meluncurkan tinjunya sejajar dahi Alicia secepat kilat milik Penjaga Petir, namun tak benar-benar mengenai keningnya. Alicia yang hampir tidak merasakan angin terpaan tinjunya, merusak kuda-kudanya sendiri dan rubuh karena kaget.

"Aduh, Gilmore! Padahal katamu badanmu pegal-pegal, tapi kau hampir saja memecahkan kacamataku seperti itu!" gerutu sang gadis.

"Maaf, maaf," Gilmore menawarkan tangannya untuk membantunya berdiri. "Itu hanya pemanasan, Alicia. Kelihatan sekali kau tidak fokus. Kau punya Orb. Tidak perlu takut. Gunakan Orb untuk menepis seranganku lalu lemparkan Orb pada celah terbuka untuk menyerangku."

Mereka berdua memasang sikap bertarung kembali dan Nadine meneriakkan aba-aba. Gilmore memainkan mata dan menggertak Alicia dengan tubuhnya. Di balik kacamata lebarnya, mata sang gadis jelalatan menunggu arah serangan datang.

Pertarungan dimulai dengan Gilmore yang melakukan tendangan dengan kaki kiri! Beruntung Alicia yang nyaris kena langsung melempar Orb ke pergelangan kaki Gilmore! Bola sihir itu mengeluarkan percikan energi ke kakinya, memberikan sensai setrum dan mendorong kakinya ke arah sebaliknya, sehingga permukaan keras Orb tidak benar-benar membentur tulang kaki Gilmore.

"Itu dia!" ujar Gilmore. "Sekarang tepis ini!" Gilmore menyerang dengan kaki kanannya, Alicia berhasil menangkis dengan cara serupa. Kemudian disusul dengan dua pukulan dari tangan kanannya, lalu dari tangan kiri, dilanjutkan dengan tendangan kaki kanan, dan satu lagi pukulan kiri dan kanan setelahnya! Alicia yang bersatu dengan Orb menari anggun sambil menepis semua serangan Gilmore. Kakinya pun juga mantap melangkah dan berputar sesuai irama tubuhnya. Alicia sempat lengah membuatnya kehilangan keseimbangan. Akan tetapi tumpuannya yang lebih kuat dari sebelumnya, alhasil Alicia meliuk dari serangan Gilmore seperti ular. Alicia hampir merasa bukan dirinya saat melakukan gerakan tersebut, ia bahkan lupa kalau seluruh badannya masih belum pulih.

Gilmore memundurkan langkahnya. "Aku yakin kau tidak pernah ikut kelas bela diri sebelumnya! Bagaimana kau bisa selihai itu?" teriak Nadine dari kursinya.

Orb menjelaskan kepada Alicia dengan lantunannya. 𝘔𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘣𝘶𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘥𝘪𝘬𝘪𝘵 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘥𝘳𝘢 𝘥𝘢𝘴𝘢𝘳𝘮𝘶, 𝘈𝘭𝘪𝘤𝘪𝘢. 𝘐𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢.

"Kata Orb, kemampuan inderaku sedikit meningkat jika bersinkronisasi dengannya." jawab Alicia kepada Nadine. "Mungkin sedikit menjelaskan kenapa refleks ku naik." Hore, akhirnya sang gadis mendapatkan perks baru.

Alunan peringatan keluar dari bola itu lagi, katanya, 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘶𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘶𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘪𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘶 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩 𝘧𝘰𝘬𝘶𝘴𝘮𝘶. 𝘛𝘦𝘳𝘶𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨!

"Sekarang? Apa maksudmu seka—" bogem mentah nyaris saja membelokkan rahang Alicia, membuatnya terpleset dan terjatuh. Gilmore melanjutkan dengan tendangan berputar dan serangan beruntun ke Alicia yang setengah terduduk lalu mencoba berguling dan berdiri, sambil menghindari hantaman bertubi-tubi. Serangan Gilmore lebih gesit dan lincah dari sebelumnya. Alicia sempoyongan. Gilmore sama sekali tidak memberikannya celah untuk mengumpulkan sebagian fokusnya yang hilang.

"Kau tidak bisa selamanya menangkis serangan, Alicia. Cari momentummu untuk menyerang aku!"

"Bagaimana aku bisa menyerang kalau aku tidak diberikan kesempatan?"

"Kau sungguh meminta lawanmu demikian?"

Alicia terpaksa melontarkan bolanya untuk menabrak kepalan tangan Gilmore, lalu mengambil momentumnya untuk melontarkan serangan pertama. Orb meliuk-liuk di sekitar badan si Besar, tapi badannya yang besar pun bisa dengan mudahnya menyelip dari bola ajaib seukuran bola bowling itu. Alicia tahu kalau ia harus terus menyerang Gilmore, sampai ia memutuskan untuk mundur dan memberikannya waktu untuk menyelesaikan sisa sinkronisasi, demi meraih kekuatan penuh. Tapi sang gadis kacamata tahu iapun tidak bisa menyerang selamanya. Mengendalikan Orb seeksesif itu juga menguras tenaganya.

Alicia tanpa berpikir mengendalikan Orb di tangannya untuk menggapai momentum lainnya untuk menembakkan energi sihir ke perut Gilmore. Percobaan itu berhasil; Gilmore dengan refleks menundukkan diri sambil menangkis dengan kedua tangannya, dan mengambil beberapa langkah ke belakang. Tapi hal lain terjadi. Gilmore tidak merasakan efek setruman, rasa sakit atau apapun itu, hanya terpaan angin aneh berpendar. Gilmore tanpa basa-basi melesat ke arah Alicia dengan wajahnya masih berlindung di balik kedua lengan.

Bukannya mengumpulkan fokus penuh, si gadis kutu buku malah gelagapan. Kejadian yang sama seperti semalam terulang kembali. Semua tembakan bertubi-tubi Alicia tidak melukai si badak yang berderap, beberapa juga melenceng dengan sendirinya.

Bingung, Alicia menggerutu. "Ayolah! Kenapa kamu rusak lagi? Tembak yang benar!"

𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘳𝘶𝘴𝘢𝘬! 𝘚𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘬𝘶𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶𝘮𝘱𝘶𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘧𝘰𝘬—

Suara Orb tiba-tiba hanyalah kicauan burung lainnya bagi Alicia, seiring mata dan mulutnya mangap karena perutnya diseruduk oleh bahu Gilmore. Sang badak menjatuhkannya ke tanah secara instan layaknya gerakan tombak ala pegulat profesional.

Gilmore bangun dengan kakinya yang masih berlutut. "K.O!" teriaknya setengah arogan. Nadine lalu bangkit dari tempat duduknya dan berlari menghampiri Alicia yang terkapar di rerumputan.

"Hei! Kau tidak apa-apa? Apa Gilmore menyerangmu terlalu keras?"

Alicia hanya terkapar disana begitu saja dengan napas sengal. Penglihatannya yang berembun mencoba mengenali sosok perempuan berkulit coklat yang menjadi siluet karena menghalangi cahaya syamsu. Semua latihan yang dia anggap intens itu melipatgandakan nyeri di tubuhnya, bahkan tangannya hampir pun tak bisa digerakkan akibat mati rasa.

Dengan napas ngos-ngosan, Alicia mencoba merangkai kalimat, "Sampai ... jam berapa ... kita ... latihan?"

Nadine melirik Gilmore sesaat.

"Kupikir latihan kita cukup untuk hari ini." []