webnovel

Pacar Baru

Biya duduk diantara teman-temannya, luka kecil di pelipisnya bahkan tidak dipedulikan. Semua memandang heran Biya yang senyam-senyum sendiri sambil meneguk minumannya.

“Lo dari mana?“ tanya Aldy kepada Biya.

“Ketemu Adya, eh bantuin itu cewek urus dokumen identitas. Habis dirampok dia, untung gue gak buru-buru pergi dari sana,“ kata Biya dengan bangga.

“Itu pelipis luka karena baku hantam?“ tanya Jay khawatir. Ia meminta salah satu pegawai klub memberikan kotak obat untuk Biya.

“Yoi, mereka main keroyokan. Mana badannya gede-gede, awas aja ketemu mereka lagi gue masukin ke penjara itu preman.“ Biya berdecak kesal mengingat wajah-wajah tengil perampok tadi.

“Udah, luka Lo kudu dibersihkan. Gue bisa dipecat sama Pak Mahesa kalau biarin Lo luka-luka kayak gini,“ Jay mengomelinya.

“Aawwhhh, pelan-pelan Jay!“ Biya menatap tajam Jay yang menurutnya tidak telaten mengobati lukanya.

“So, apa yang buat Lo kayaknya bahagia begitu, muka Lo lecet-lecet padahal.“ Aldy tak kuasa menahan rasa penasarannya.

“Gak ada, kalian lihat saja besok. Sekarang gue mau pulang dan bobo ganteng. Bye.“ Biya beranjak dari duduknya setelah Jay selesai memberikan obat pada lukanya. Ia berjalan ke arah parkiran mobil.

“Gue anter juragan dulu,“ kata Jay berpamitan kepada teman-temannya.

“Jay, besok bangunin gue jam tujuh. Kalau belum bangun juga pokoknya paksa sampai bangun.“ Biya yang sudah duduk manis di dalam mobil sedang memandangi wajah Adya yang fotonya diambilnya secara diam-diam.

“Siap Bos, ngomong-ngomong Adya gimana?“ tanya Jay hati-hati.

“Imron, ini pulang ke apartemen. Ngapain Lo lewat sini, gue bukan mau pulang ke rumah ya.“ Biya terkejut ketika jalan yang mereka lewati bukan ke apartemen dia.

“Maaf Bos, saya putar balik,“ ucap Imron.

Biya tidak menjawab ucapan Imron, ia lebih tertarik membahas Adya bersama dengan Jay.

“Gue mau dia jadi pacar dulu deh, susah ngajak dia bobo. Setidaknya gue masih bisa pegang-pegang dikit.“ Biya tersenyum nakal mengingat wajah polos Adya yang selalu menghantui tidurnya akhir-akhir ini.

“Yakin dia mau?“ tanya Jay penasaran dengan kepedean Biya.

“Lo lihat aja besok, sekarang gue mau bobo. Asli ngantuk gue,“ sahut Biya. Ia membuka pintu mobilnya dan berjalan masuk ke lobby apartemen, naik ke unitnya.

Jay hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah majikannya. Ia menanyakan kepada orang kepercayaannya kejadian yang sebenarnya melalui pesan singkat. Jay sendiri juga sudah berada di unit miliknya. Ia langsung masuk ke kamar mandi lalu membersihkan diri. Jay berharap usaha Biya kali ini tidak melanggar aturan. Image Biya harus tetap terjaga untuk nama perusahaan.

___

Adya sudah tenang dengan permasalahan uang kos dan biaya hidupnya, ia memandang langit-langit kamarnya berpikir akan mencicil hutangnya kepada Biya. Apalagi, jumlah yang diberikan Biya kepadanya cukup besar. Pagi ini, ia akan bertemu kembali dengan Biya untuk mengurus dokumen identitasnya yang ikut dirampok semalam. Melirik jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat. Adya bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap.

“Sudah sarapan?“ Biya yang baru saja masuk ke dalam teras rumah kos disambut oleh Adya yang sudah rapi dan cantik.

“Belum Kak, jadi gimana yang semalam. Itu uang banyak lho.“ Adya sudah di dalam mobil bersama dengan Biya.

“Makan dulu, Lo buru-buru amat sih. Masih pagi juga.“ Biya melajukan mobilnya menuju salah satu tempat makan favoritnya. Adya tidak menjawab ucapan Biya, ia mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil Biya berpikir.

Keduanya menyantap sarapannya dalam diam, sampai Adya memutuskan untuk bicara lebih dulu. Ia menghabiskan minumannya terlebih dahulu.

“Kak, jadi gimana?“ tanya Adya tidak sabar.

“Ya udah, Lo jadi pacar gue aja lah,“ kata Biya tanpa basa-basi.

“Pacar ya? Tapi Kak, saya gak bisa kalau Kakak minta itu.“ Adya berkata takut-takut menunggu reaksi Biya.

“Ya udah gak usah dipikirkan, yang penting tiap malam mingguan Lo harus sama gue, paham Lo?“ Biya bertanya menahan senyumnya.

“Gak diapa-apain kan?“ pertanyaan polos Adya membuatnya terbahak.

“Astaga, udah habisin. Bentar lagi Lo ikut gue ke kantor. Hari ini gue ada meeting, jadi urusan dokumen Lo yang hilang kasih ke anak buah gue,“ kata Biya panjang.

“Terus ini jadian Kak?“ Adya kembali bingung.

“Iya, ntar malam gue ajak dinner. Lo dandan yang cantik.“ Biya mengajaknya ke mobil setelah membayar sarapannya. Keduanya menuju kawasan perkantoran di daerah elite Jakarta.

“Iya Kak,“ jawab Adya.

___

Di ruangan Biya, Jay sudah menunggu dengan Aldy yang sedang membicarakan pekerjaan. Biya datang bersama dengan Adya dan menggandeng tangan wanita itu. Adya mau tidak mau diam saja dengan tindakan Biya.

“Eh, kebetulan Lo datang. Meeting bentar lagi mulai.“ Aldy menyerahkan dokumen untuk dibaca oleh Biya.

“Iya, makasih Al. By the way, Adya tolong dibantu dong. Panggilkan Bertha untuk ngurusin dia.“ Biya memintanya duduk di sofa.

Jay yang bertugas menghubungi Bertha, sekretaris Biya di kantor. Tak lama kemudian, ia sudah muncul di hadapan Biya dan menyuruhnya membantu Adya mengurus dokumen pribadinya yang hilang.

“Tha, tolongin ya. Nanti sebelum makan siang kalau bisa sudah selesai,“ kata Biya setelah menjelaskan apa saja yang dibutuhkan Adya.

“Siap Pak, mari Non.“ Bertha mengajak Adya ke kantor polisi terdekat untuk mengurus surat kehilangan. Sepeninggal Bertha dan Adya, Aldy dan Jay saling beradu tatap.

“Bi, itu cewek gak Lo gendam kan?“ tanya Aldy memastikan.

“Lagak Lo, ya gak lah. Dia mau kok jadi pacar gue, kayaknya memang kudu lebih sabar sama itu cewek.“ Biya melempar Aldy dengan tissue. Aldy dan Jay tergelak dengan ucapan Biya.

“Bukan apa-apa Bos, kemaren-kemaren itu cewek udah nolak, kan aneh kalau tiba-tiba mau kayak gitu," kata Jay penasaran.

“Nanti dibahas, sekarang kerjaan dulu.“ Biya sudah duduk di ruangan meeting bersama dengan jajaran direksi yang sudah menunggunya. Walaupun Biya terbilang muda, kemampuannya mengurus perusahaan patut diacungi jempol.

“Terima kasih Pak Biya, kepercayaan anda berharga bagi kami,“ salah satu pimpinan cabang menjabat tangan Biya.

“Saya pegang kata-kata Bapak, kuharap proyek perbaikan gedung itu tidak molor. Saya hanya minta sesuai yang ada di kertas, tolong dibantu Pak.“ Biya menjawab ucapan pria tua seumuran Papa Esa.

“Baik-baik, terima kasih Pak Biya.“ Kepala cabang itu terlihat berbinar bahagia.

Meeting pun selesai, Biya kembali ke ruangannya diikuti oleh Jay dan Aldy. Biya pun duduk di kursi kebesarannya untuk melihat perkembangan harga saham dan lain lainnya. Menjelang makan siang, Adya mengirimkan pesan singkat kepada Biya.

“Kak Biya, terima kasih. Tinggal tunggu KTP nya jadi sama SIM,“ kata Adya melalui pesan singkatnya.

“Oke, Lo ke PP sekarang. Habis makan siang gue ada meeting disana. Minta antar Bertha temani sampai gue datang,“ Biya memintanya untuk menunggu.

“Baik Kak,“ kata Adya sebelum acara berbagi pesan singkat itu berakhir.

“Jay, meeting di PP jam tiga kan?“ tanya Biya memastikan jadwalnya.

“Betul Bos, jam tiga,“ Jay yang sedang mengecek jadwal Biya seminggu ini memang padat.

“Oke, makan siang di sana sekalian sama Adya.“ Biya membereskan mejanya.

“Siap Bos.“ Jay membukakan pintu ruangan untuk Biya dan Aldy.

Sebenarnya Jay akan memberitahu soal pertanyaan Nyonya Mahesa kepadanya, apakah memberitahu yang sebenarnya siapa Adya atau menunggu Biya menjawab sendiri pertanyaan Mamanya. Jay memilih menundanya sampai meeting siang ini selesai. Berita Biya memiliki pacar begitu cepat sampai di telinga orang tuanya. Jay yakin, keluarga Mahesa juga mengawasi Biya dengan cara lain.