webnovel

Galaunya Biya

Pagi ini Bella yang sudah mandi akhirnya berpamitan pulang kepada Biya, walaupun sudah bermalam dengan wanita lain tak bisa membuat Biya melupakan bayang-bayang Adya dalam pikirannya.

Di depan televisi, ia berdecak kesal karena pikirannya tentang Adya tidak bisa ia hindari.

“Punya ilmu pelet apa sih tu cewek, astaga gue bisa gila kalau begini caranya.“ Biya mengomel sendiri. Weekend kali ini adalah weekend yang menyebalkan baginya. Ia mengirimkan pesan singkat kepada Jay untuk memintanya datang.

Dan secepat kilat pria itu sudah berada di hadapannya. Tak berselang lama, Biya sedang menyantap sarapan yang dibawa Jay, karena yakin jika majikannya itu belum makan.

“Jadi apa solusimu Jay?“ tanya Biya setelah meneguk habis air putihnya.

“Sorry, sepertinya tak ada selain berusaha deketin Adya dengan cara yang lebih halus.“ Jay menimbang-nimbang apakah perlu mengumpulkan teman-teman Biya yang lain hanya untuk membicarakan Adya.

“Minta yang lain kumpul deh, gue bete neh!“ seru Biya. Ia mengganti saluran televisi tanpa arah karena bingung harus berbuat apa.

“Harus ya?“ tanya Jay memastikan permintaan Biya barusan.

“Ya iyalah Jay, Lo jangan bikin mood gue tambah anjlok dong. Kasih semangat gue kayak biasanya,“ Biya mulai mengomel lagi.

“Bentar lagi yang lain datang Bos, mau dibawain cewek lagi?“ tawaran Jay mendapatkan penolakan dari Biya.

“Gak usah, gue udah diurusin Bella semalaman. Beliin makanan apaan kek gitu, gemes gue sama tu cewek!“ Biya membahas Adya lagi.

Tanpa sepengetahuan Biya, Jay sedang bertukar pesan singkat dengan Adya. Wanita itu rupanya sedang bekerja, Adya berada di sebuah mall sedang sibuk melayani pelanggan yang akan membeli parfum yang ia jual.

“Kalau gak kerja, gue bisa jemput Adya kesini tapi itu anak lagi kerja Boss.“ Jay memandang khawatir Biya yang masih gelisah.

Teman-teman Biya sudah hadir di apartemen miliknya, sang Cassanova sedang galau hanya karena wanita pekerja malam membuat Aldy, Candra dan Dion penasaran.

“Jadi, kau panggil kita kemari hanya untuk membahas itu wanita baju merah?“ tebakan Aldy memang benar. Sejak awal pertemuan Biya dan Adya, ia sudah yakin dengan ketertarikan Biya kepada gadis itu, namun ia tak menyangka akan sejauh ini Biya melangkahkan hatinya.

“Ya, terus kasih solusinya. Jangan kau cuma ceramah. Gue gak butuh ceramah tapi solusi,“ kata Biya. Ia menekan kata solusi agar teman-temannya mengerti apa yang ia inginkan.

Mereka berempat sedang membicarakan Adya, sedangkan Jay sedang sibuk berbalas pesan singkat dari wanita yang mereka bicarakan setelah memesan makanan untuk majikannya.

“Masalah utamanya, itu cewek udah terlanjur bilang sama Jay gak suka sama Lo,“ kata Candra.

“Tapi gue ajak jalan mau Candra, ya walaupun waktu gue ajak bobo nolak,“ sahut Biya.

“Lo gak bisa maksa semua wanita suka sama Lo, yang jelas itu cewek masih normal kalau gak suka sama Lo. Sorry, mana ada perempuan baik-baik mau pacaran sama Lo yang hampir tiap malam bobo sama cewek-cewek panggilan,“ ungkap Dion panjang.

Semuanya tergelak dengan kenyataan yang Dion ucapkan, siang ini Biya benar-benar tidak bisa berkutik dengan ucapan Dion.

“Terus begini aja neh, gak ada acara special begitu? Biya, Lo gak pengen kasih kita hiburan gratis gitu, panggil siapa kek gitu.“ Candra yang sedang suntuk pun membutuhkan hiburan.

“Kagak, kita makan-makan aja lalu ke tempat Nanda. Lo pada cari hiburan sendiri disana,“ kata Biya. Ia bergegas membuka pintu apartemennya kareka makanan pesanannya sudah datang.

“Bi, pesta makanan neh,“ goda Aldy yang lebih kalem. Dia adalah senior diantara yang lain.

“Bos, Adya libur lho. Kalau Lo kesana, dia gak ada di tempat Nanda. Ada event di kerjaannya,“ ungkap Jay.

“Gak masalah, gue mau kesana,“ jawab Biya lesu.

Pesan singkat yang ia kirimkan juga belum terbalaskan oleh Adya. Hingga mereka berada di klub malam biasanya, Biya semakin gelisah karena Adya tak kunjung membalas pesannya.

“Mau kemana, Bi?“ tanya Nanda yang melihat Biya tidak bersemangat. Alunan musik dan hiburan wanita-wanita malam pun tidak merubah moodnya menjadi lebih baik.

“Lo disini aja, gue cuma bentar.“ Biya meraih kunci mobilnya dan meninggalkan klub malam itu. Teman-teman Biya menebak, pria itu pasti ke tempat kos Adya.

“Biarin aja Jay, sekali-kali biar dia usaha sendiri. Lagian gue salut sama Adya, bisa-bisanya bilang gak suka. Karma is real sobat,“ kata Aldy lalu terkekeh.

“Oke, gue cuma minta pengawal ngikutin dia aja,“ Jay menjawab ucapan Aldy. Ia meneguk minuman dinginnya sambil memainkan gelasnya.

Biya melajukan mobilnya ke arah kos Adya, ia penasaran apakah gadis itu sudah pulang bekerja atau belum. Sesampainya disana, tempat kos itu masih ramai. Para penghuni kos masih berlalu lalang keluar masuk tempat itu. Karena menunggu terlalu lama, Biya memutuskan untuk pergi. Ia mengendarai mobilnya perlahan hingga di dekat pasar, ia melihat ada keributan terjadi. Seorang wanita sedang mempertahankan barang miliknya dari preman membuat darah Biya mendidih. Ia turun dari mobil dan berlari mendekati kawanan preman pasar yang berusaha merampas tas milik wanita itu.

“Woy, banci Lo pada! Berani sama perempuan, sini Lo hadepin gue!“ teriakan Biya terdengar oleh Adya. Ia menoleh ke arah sumber suara dan melihat Biya sudah berada di dekatnya.

“Lo mau tas ini?“ tanya salah satu preman itu.

“Balikin anjing!“ Biya tersulut emosi. Adya yang ketakutan berusaha dilindungi oleh Biya. Ia bersembunyi di balik tubuh kekar Biya.

Bug...Bug...Bug…Biya terlibat baku hantam dengan mereka. Karena kalah personil, ia sempat kena pukulan beberapa kali.

“Brengsek, awas Lo! Bakal gue cari Lo pada!“ teriakan Biya ditertawakan oleh kawanan preman pasar tersebut. Mereka meninggalkan Adya dan Biya begitu saja setelah mobil jemputan mereka datang. Biya pun tersadar, suara isakan tangis Adya membuatnya pilu. Wanita itu terduduk sedih menutup wajahnya.

“Sorry, gue gak bisa selamatkan tas Lo. Sudah, ayo ke mobil dulu.“ Biya menuntunnya masuk ke mobil yang ia tinggalkan di ujung pasar. Suara isakan Adya berubah menjadi tangisan yang lebih kencang. Biya yang panik harus berbuat apa, terpaksa bertanya.

“Dy, udah gakpapa. Gak usah nangis, yang penting Lo gak diapa-apain sama mereka,“ ucapan lembut Biya membuatnya menghentikan tangisnya.

“Masalahnya, Adya butuh uangnya. Itu gaji dari klub di dekat mall, mau bayar kos-kosan.“ Adya menangis lagi, dari mana ia mendapatkan uang sebanyak itu.

“Harus dibayar malam ini juga?“ tanya Biya sambil menepuk-nepuk pundak Adya agar ia berhenti menangis.

“Iya, Adya udah nunggak dua bulan kak.“ Adya berbicara sambil terisak kembali.

“Oke, sekarang kita balik ke kos kamu. Ini sudah malam. Uang kost, biar gue yang bayar. Tapi Lo diam dulu, jangan nangis lagi.“ Biya memintanya tenang.

“Dah, ini duit bawa. Besok gue jemput, identitas Lo yang hilang apa aja bilang. Gue bantu urus sampai kelar,“ ucap Biya sambil tersenyum tipis.

“Makasih Kak Biya,“ kata Adya sambil membuka pintu mobil Biya.

“Sama-sama, Lo tidur habis ini. Istirahat.“ Biya memandang Adya yang sudah masuk ke dalam teras kos-kosan tersebut.

Ia kembali ke klub malam dengan mood yang lebih baik, Biya mendapatkan cara agar Adya terikat dengan dirinya.

“Semesta dukung gue dapatkan Adya, apalagi yang perlu diragukan lagi.“ Biya memasuki area klub malam dan menghampiri teman-temannya yang masih betah bermain-main dengan penari pole yang mereka sewa.