webnovel

Calon Menantu

Biya berangkat ke kantor seperti biasanya, ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani dan selesaikan sebelum menjemput Adya siang nanti.

“Jay, gak ada jadwal ketemu klien kan?“ tanya Biya memastikan. Ia sudah duduk di kursi kebesarannya menyesap kopi hitam favoritnya.

“Sudah dikosongkan, hari ini free. Khusus untuk agenda mempertemukan Bu Risna dan yayang Adya,“ jawab Jay meledek Biya.

“Lagak Lo, udah bosan ikut gue Lo?“ Biya berkata sinis kepada Jay yang belakangan sudah lebih berani membantahnya. Namun, Biya paham betul alasan Jay sehingga ia tidak bisa memarahinya.

“Jangan marah-marah dulu, mau dipesankan burger apa yang lain? Mumpung masih ada waktu,“ Jay menawarkan sarapan lagi kepada Biya karena ia tahu, sarapannya tadi di rumah Biya kurang menikmati.

“Kayak biasanya aja, pesenin yang seger-seger deh. Biar adem otak gue,“ titah Biya lagi.

“Yang perlu di ademin bukan otaknya tapi hatinya,“ ucap Jay lirih namun masih terdengar jelas oleh Biya.

“Gue denger Jay!“ Biya menatap tajam Jay yang terkekeh dengan ocehannya.

Menjelang makan siang, Biya mengirimkan pesan singkat kepada Adya untuk bersiap. Ia akan menjemputnya untuk membeli sebuah gaun semi formal. Biya ingin gadis itu tampil beda.

“Jay, Lo udah hubungi butik langganan Mama?“ Biya bertanya memastikan kedatangannya bersama dengan Adya.

“Sudah, aman. Dokumen yang baru saja masuk, bisa di cek, itung-itung sambil jalan,“ kata Jay yang sudah mulai mengatur.

“Baiklah, lama-lama Lo kurang ajar juga merintah-merintah gue.“ Biya kesal. Jay semakin berani terhadapnya. Namun, ia tetap mengikuti arahan dari asistennya itu.

Adya sedang bersiap di kamar kostnya, ia sedang mematut dirinya di cermin besar yang sengaja Biya belikan untuknya. Memakai dress pendek diatas lutut ia tampil manis lengkap dengan sneakers kesayangannya. Ia menunggu kedatangan Biya di teras rumah kost.

“Udah lama?“ Biya tanpa ragu mengecup keningnya. Membuat Adya merasakan debaran aneh.

“Baru keluar, Kak.“ Adya masuk ke dalam mobil dibantu oleh Biya.

“Oke, sekarang kita ke butik dulu.“ Biya sudah duduk di samping Adya, Jay hanya diam tidak menanggapi ucapan Biya.

Adya benar-benar di make over oleh orang kepercayaan Biya untuk mendapatkan simpati dari Mama Risna. Tentu saja, Biya ingin mamanya menyetujui hubungannya dengan Adya.

“Kak, ini gak salah tempat? Kan cuma makan malam. Kita gak mau ke pesta pejabat,“ ucap Adya terkejut ketika tahu Biya mengajaknya ke butik mahal.

“Bertemu Mama lebih penting daripada bertemu pejabat manapun. Gue pengen kesan pertama baik. Jadi berpakaian yang pantas dan memukau itu penting.“ Biya merangkul dan mengajaknya masuk ke dalam butik.

Adya hanya menurut ucapan Biya tanpa berpikir jauh. Baginya, ini hanyalah pertemuan biasa. Tidak ada yang spesial, karena ia yakin wanita-wanita di luar sana sudah banyak yang ia perlakuan sama.

“Kamu ikut dia, coba beberapa gaun untuk dipakai malam ini.“ Biya mengantar Adya ke dalam, ia duduk menunggu di sofa yang sudah disediakan.

“Baik, Kak.“ Adya pun menurut, ia mencoba memilih beberapa gaun yang ia rasa cukup sopan untuk dipakai bertemu orang tua Biya.

Beberapa kali ia mencoba dress dan menunjukkan kepada Biya, namun sepertinya Biya tidak menyukainya.

“Kak, yang benar saja. Aku sudah lima kali ganti model masa gak ada satupun yang cocok!“ Adya memanyunkan bibirnya kesal. Ia merasa dipermainkan oleh Biya.

“Ya memang gak cocok, coba gaun warna biru laut itu. Kayaknya belum dicoba,“ kata Biya menunjuk sebuah gaun berbahan sutra yang lembut.

“Oke, ini terakhir Kak. Aku capek mondar-mandir.“ Adya meraih gaun tersebut hati-hati dan mencobanya di ruang pas.

Biya tidak bisa mengedipkan matanya ketika Adya menunjukkan pesonanya. Ia terpukau dengan Adya yang memakai gaun tersebut, seksi namun terlihat mahal.

“Oke, ini aja. Sepatunya juga pas,“ kata Biya sambil mengeluarkan dompetnya. Ia melakukan pembayaran sebelum mengajak Adya ke salon untuk di make over.

“Habis ini, kita ke salon biar lebih oke. Baju oke, dandanannya kudu oke juga donk.“ Biya menggandeng tangan Adya keluar dari butik tersebut.

Interaksi fisik yang Biya lakukan secara natural membuat Adya sedikit rikuh, ia akan meminta penjelasan kepada Jay di lain kesempatan. Sebenarnya, apa arti seorang Adya untuknya. Ia masih belum memahami apa maksud Biya mengajaknya bertemu dengan orang tuanya.

“Kamu ikuti dia saja, have fun yah. Gue sengaja pilih VIP room biar kamu nyaman.“ Biya duduk di salah satu sofa yang khusus disediakan untuknya. Pemiik salon tersebut sudah hafal kebiasaan Biya jika sudah membawa wanitanya ke tempat itu.

“Ini ngapain Kak?“ Adya dengan polosnya bertanya, ia belum mengerti maksud Biya.

“Spa dan make over wajah Kau yang pas-pasan itu biar cakepan dikit,“ ucap Biya menahan tawanya.

Adya tidak membalas ucapan Biya yang mengejeknya, ia memilih mengikuti karyawan salon memasuki ruangan khusus untuk menjalani perawatan tubuh.

“Nona, anda beruntung diajak Pak Biya kesini,“ kata salah satu karyawan yang membantunya memakai baju khusus untuk spa.

“Kenapa memangnya?“ Adya memicingkan matanya tak percaya.

“Perempuan yang pertama diajak kesini sepertinya anda, biasanya Pak Biya kesini hanya antar jemput Nyonya Risna,“ jawab pegawai itu sambil membalurkan cream lulur di tubuh Adya. Mereka berbincang akrab walaupun Adya sempat tertidur. Ia dibangunkan oleh pegawai salon dengan lembut.

Setelah berbilas, Adya menerima perawatan rambutnya, lalu ia di make up sesuai kebutuhan malam ini. Perutnya lapar, ia melirik jam di dinding ruangan tersebut sudah menunjukkan pukul lima sore.

“Lapar gak? Ini tadi kubeliin burger,“ kata Biya yang muncul tiba-tiba.

“Disuapin aja Kakak ganteng, biar makeup nya gak rusak,“ kata penata rambut yang sedang merapikan dandanan Adya.

"Eh…“ Adya tampak canggung menerima perlakuan manis dari Biya.

“Gakpapa, santai saja. Sebentar lagi juga kelar,“ ujar Biya. Ia menyuapi Adya sampai habis dan membantunya minum.

“Pakai lipstik dulu dan parfumnya jangan lupa,“ Biya memandang puas hasil make over. Adya tampil elegan dengan dress biru langit yang dipakainya lengkap dengan heels pendek warna putih. Cocok di kulitnya yang putih mulus.

Adya sudah siap, tepat pukul enam sore ia menggandeng Adya meninggalkan salon tersebut dan mengajaknya pulang ke rumah. Mama Risna dan Papa Esa sudah menunggu kedatangan keduanya.

Deru mobil Biya sudah memasuki area parkir rumah besar keluarga Mahesa Dipta. Adya yang memandang kagum rumah tersebut tampak gugup dan tidak percaya diri.

“Santai, gak usah gugup. Orang tuaku baik walaupun agak cerewet,“ ucap Biya meyakinkan gadis itu. Biya dengan bangga menggandeng tangan Adya masuk ke dalam rumah menemui orang tuanya.

“Malam, Ma, Pa.“ Biya seperti biasanya mencium punggung tangan orang tuanya bergantian. Adya pun melakukan hal yang sama seperti Biya.

“Jadi, kamu yang namanya Adya?“ Mama Risna bertanya menelisik. Sebenarnya ia menyukai gadis itu, Adya terlihat seperti gadis baik-baik. Jauh dari kesan murahan.

“Iya Tante, saya Adya,“ jawabnya sopan. Adya sedikit menundukkan kepala.

“Oke, kita makan malam dulu. Sepertinya Papanya Biya sudah lapar.“ Mama Risna bersikap manis. Ia tidak mau terburu-buru mengambil sikap. Ia mengajak Adya masuk ke ruang makan untuk menikmati hidangan yang sudah disiapkan.

“Makasih Tante,“ kata Adya ketika Risna memintanya duduk di sebelahnya.

“Setelah makan malam, kita berbincang di ruang tengah saja,“ ucap Papa Esa kepada Adya. Ia sebelumnya sempat mencuri pandang memperhatikan wajah Adya. Papa Esa seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

“Baik Om.“ Adya memang anak baik. Walaupun jauh dari orang tua, ia tidak melupakan adab sopan santun kepada yang lebih tua.

Papa Esa penasaran, ia mengirimkan pesan singkat, meminta anak buahnya untuk menyelidiki Adya lebih detail. Ia yakin, Biya tidak main-main dengan gadis itu. Dari cara anaknya menatap dan memperlakukan Adya, Papa Esa yakin bahwa Biya mencintai Adya.

“Sepertinya gadis itu istimewa, Biya memperlakukannya berbeda.“ Batin Papa Esa memperhatikan interaksi keduanya.