webnovel

Honeymoon Dalam Suasana Berduka

"Sepahit apapun hidup harus kita lewati bersama, sebaiknya kita ziarah ke makam Ayah kamu yuk!" ajak Ridho.

Monika bangun lalu membuka matanya lebar-lebar, dia mengangguk setelah cukup lama menatap bola mata Ridho.

kruk kruk kruk

Bunyi keroncongan yang kompak ber bunyi dari perut masing-mssing, mereka berdua pun tertawa dan spontan rasa sedih pun berubah jadi kelucuan lalu mereka pun memutuskan untuk segera mencari makan ke keluar.

"Makan di luar nggak harus makan di restoran kan? kita bisa bungkus nasinya lalu kita makan di dalam mobil! Selain nyaman privasi kamu pun terjaga!"cetus Ridho.

Monika sangat setuju dengan ide Ridho tersebut, tanpa menunda waktu lagi Monika segera berdiri dan menarik tangan Ridho untuk segera keluar.

Baru saja mobil mereka melaju beberapa meter dari apartemen, Ridho segera memarkir mobilnya di pinggir jalan dekat SPBU. Dia menawari Monika untuk membeli ketoprak yang berjualan dengan gerobak dorong tepat di samping SPBU tersebut.

"Sayang kamu suka ketoprak nggak? kebetulan ini ada ketoprak yang kelihatannya bersih deh pedagangnya," tawar Ridho.

Monika sedikit ragu dan memang tidak suka namun kondisi perutnya sulit dikondisikan lagi dengan terus mengeluarkan suara demo jika harus segera diisi ulang.

"S-Su-suka kok," sahut Monika.

Sempat terbata-bata sebab belum pernah sekalipun jajan ketoprak meski dia hobi jajan di kaki lima.

"Baguslah berarti selera kita sama!" balas Ridho.

Pintu mobil Ridho buka namun melarang Monika untuk turun, dia berjalan sedikit ke gerobak ketopraknya untuk memesan 2 porsi lalu kembali ke mobil tanpa menutup pintunya supaya si abang penjualnya tidak sungkan untuk memberikan ketopraknya jika sudah jadi.

"Kamu diam di sini, nanti kalau sudah selesai ketopraknya dikesinikan! kita makan di mobil saja!" cetus Ridho.

Sebab antrian cuma ada beberapa orang jadi sang pedagang pun segera datang mengantarkan ketoprak pesanannya.

"Permisi Pak, ini ketopraknya sudah ada. Yang satu pakai 3 cabe dan yang satu lagi cuma 1, " jelas si abang pedagang ketoprak.

Monika terheran-heran sebab mendengar Ridho ketopraknya memakai 3 cabe, Sedangkan dia cuma 1.

"Loh kok dibedain? Memangnya kamu kuat makan pedas!" Monika keheranan.

Ridho tidak menjawab tapi Monika terus tidak henti memperhatikan cara makan Ridho yang kuat dengan pedas, dia takjub karena selama ini dia belum pernah melihat pria di lingkungannya hobi makan pedas termasuk almarhum sang Ayah juga ke dua kakaknya.

"Wah kamu kok kuat banget makan pedasnya sih?" puji Monika.

Sampai ketoprak habis tidak tersisa pun Ridho tidak memperlihatkan dirinya jika dirinya merasa kepedasan.

"Ternyata enak juga ketopraknya,"

Dalam batin Monika mengakui jika makan ketoprak itu enak , namun dia jaga image jika sebenarnya dia tidak suka ketoprak.

"Selain suka jajan mie rebus di kaki lima ternyata kamu pun suka ketoprak juga ya?"

Ridho menyukai Monika yang suka jajan di pinggir jalan seperti halnya dirinya. Kalau Ridho alasannya bukan sekedar suka tapi karena murah juga.

"Perut kamu sudah kenyang kan? Sekarang Kita lanjut ke makam Ayah ya!" ajak Ridho.

Monika hanya mengangguk dan mengikuti apa yang dikatakan oleh Ridho suaminya.

"Apa kamu tahu di mana Ayah kamu di makamkan?" tanya Ridho.

"Di jalan Melati nomor 70," jawab Monika.

Beberapa bulan sebelum meninggal Yuda pernah memberi amanat untuk dimakamkan di samping makam istrinya Maria.

"Oke jadi kita langsung ke sana saja ya!"

Setelah sampai alamat yang dituju, Monika segera berlari ke salah satu makam yang masih terpasang tenda dan masih dipenuhi karangan bunga.

Dia cium dan peluk pusara serta tumpukan tanah merah yang masih basah menutupi liang lahat sang Ayah sambil menangis dan berteriak.

"Ayah aku sekarang hanya punya suami, aku tidak punya apa-apa lagi!" lirih Monika.

Namun tiba-tiba suara bariton terdengar cukup mengejutkan dari belakang Monika dan Ridho.

"Kamu bisa memiliki satu perusahaan dari 10 perusahaan yang Ayah miliki namun kamu harus menandatangani surat pernyataan ini!"

Monika dan Ridho membalikkan badannya ke arah sumber suara , mata mereka terbelalak saat melihat orang di depan mereka adalah Rendi salah satu dari kakak Monika.

Sebagai suami dia berhak tahu apapun yang dilakukan dan yang terjadi pada Monika istrinya, dia langsung peka dengan meraih selembar surat yang dibungkus map lalu mempelajarinya.

Tak lama setelah itu langsung Ridho menyikapi perihal isi surat yang harus ditandatangani oleh Monika tanpa meminta pendapat dulu padanya.

"Sayang, kamu tidak boleh menandatangani surat bo

dong ini! Kamu kan seorang CEO jadi harus membedakan mana surat asli dan mana yang bodong!"

Dari pernyataan Ridho tersebut hampir saja kepalan tangan Rendi meninju wajah Ridho namun tangan Monika dan Ridho kompak menepisnya.

"Sombong sekali suami brondongmu itu Mon! Sampai kapan pun kalian tidak berhak atas rumah dan perusahaan! Karena kalianlah penyebab kematian Ayah!" sarkas Rendi.

Monika memegang kepalan tangan Ridho yang mengeras menahan ingin dia tinjukan juga pada mulut Rendi yang sudah menuduh dirinya seorang pembunuh.

"Sayang! Sebaiknya kita pulang saja!" ajak Monika.

Rasa iba pada makam sang mertua yang masih basah itu mendorong Ridho supaya mengikuti ajakan Monika.

"Baru satu malam Ayah dimakamkan, begitu teganya Kakak bicarakan masalah harta di sini pula!"

Meski anggota ba

ru Ridho beranikan diri untuk mengkritik prinsip kakak iparnya itu, sempat mau kembali adu jotos namun Miska istri Rendi segera menahannya.

"Jangan nambah masalah Bang! Yang penting sekarang kita nikmati harta kekayaan Ayah tanpa pesaing nggak berkelas kayak dia! " sarkas Miska.

Miska lah yang menghasut Rendi untuk membenci Monika dan menguasai haknya sekaligus.

"Padahal Kak Rendi aslinya nggak begitu, aku tahu dia sebenarnya memiliki hati yang bersih, " ungkap Monika pada Ridho

Ke dua pasangan suami istri kakak beradik ini akhirnya meninggalkan makam Ayah mereka.

"Rencana kamu selanjutnya apa sayang?" tanya Ridho.

Monika menengadahkan kepalanya pada wajah Ridho yang sedikit tinggi darinya lalu memegang wajah dia dengan ke dua telapak tangannya seraya menjawab singkat.

"Honeymoon!"

Ridho menelan salivanya sambil mengatur nafasnya yang dihisap dari hidung dan dikeluarkan lewat mulut.

"Ayahmu baru meninggal dan kamu mau honeymoon, apa aku tidak salah dengar?" pikir Ridho.

"Menurut kamu apa aku tidak berhak bahagia, Ayah sudah bahagia juga di alam sana! Dan aku yakin Ayah semakin bahagia melihat kita bahagia juga! "

Sebelum masuk mobil Ridho dan Monika ngobrol tentang banyak hal, salah satunya tentang rencana mereka ke depan yang tanpa status pekerjaan yang jelas

"Memangnya tabungan kamu juga masih cukup untuk honeymoon? Lagian honeymoon kan nggak perlu harus ke luar kota atau kr luar negeri sekalipun? "

Monika mengernyitkan dahinya, dia heran karena Ridho bisa berpikir sejauh itu.

"Sayang, apa tadi aku bilang mau honeymoon ke mana? perasaan aku nggak deh, atau jangan-jangan ternyata kamu yang mau ke luar kota atau ke luar negeri?"

Ridho salah tingkah, dia menutupi hal tersebut dengan segera membuka pintu mobil lalu mempersilakan Monika untuk masuk juga.