webnovel

Rahasia

Angin malam semakin dingin. Rina merangkul kedua kaki duduk di siku bak trek. Rina dan Eza duduk berjauhan.

Perasaan yang hampa dan sunyi membuat dia semakin merana dan cemas.

Perasaannya semakin menjadi dan tidak karuan ketika mendengar tawa jahat dari beberapa pria. Rina menaikan kepala dan memandang Eza yang sudah terlelap. Rina terus bergerak.

"Kamu berisik banget sih!" seru Eza. Rina terbungkam. "Heh ... tidak bisa tidur. Pak supir juga rame," keluh Eza, lalu melirik ke Rina.

"Kamu tau tidak kenapa kamu di jodohkan dengan Dirga. Kamu pasti tau alasannya," ujar Eza. Rina berpikir lalu menggelengkan kepala dengan pelan, menatap tanpa arah pasti.

"Jadi gini. Kakek ku namanya Reza dan Kakekmu bernama Hanif. Keduanya bersahabat dan saudara ipar tapi dari sepupu. Jadi ... kalau diruntut kita masih saudara jauh."

"Masa?" tanya Rina belum percaya dengan mengerutkan kening.

"Diam! Aku belum selesai. Kedua Kakek kita sengaja berpesan kepada Ibu kita. Untuk menjodohkanmu dengan salah satu putra dari Ibuku. Untung saja bukan aku, makanya Bunda kamu bersikukuh karena pesan itu selalu menghantuinya. Jadi ... jangan lagi berpikiran Bundamu matre dan lain-lain."

Sinar mata Rina redup dengan apa yang baru didengarnya. Dia terlihat merangkai kata agar tidak salah lagi.

"Tapi Bundaku tidak pernah menjelaskannya. Dan kenapa harus Dirga? Tunggu ... apa Omamu bernama Riana?"

"Ya. Kakeku yang memberi nama Rina kepadamu. Ri ... jangan salah faham kepada Bundamu. Sebenarnya ...." Eza menggantung perkataannya.

"Apa? Kenapa? Apa yang terjadi dengan bundaku?" Rina mulai serius, kembang kempis dadanya dipenuhi napas. Dia mengeluarkan napas dengan cepat namun pelan.

Eza mengumpulkan keberanian. Lalu berkata, "Bundamu menderita kanker payudara."

Rina tercengang. Beberapa saat ia tak sanggup untuk berbicara. Perkataan Eza adalah kejutan yang menyakitkan. Sangat menyesakkan dada. Tangis Rina terpecah, merengkuh dalam dekapan erat.

Berita yang yang tidak bisa diterima namun terlanjur dia dengar. Rina berusaha mengusir kebekuan yang tiba-tiba singgah dan mencacah hatinya.

Dia mengambil napas panjang dan menyusun rangkaian kata.

"Apa! Dari kapan? Kenapa aku tidak tau. Kamu bohongkan?" tanya Rina dengan terkejutnya dan penuh tanda tanya.

"Aku tidak bohong Ri. Bahkan sudah ada benjolan. Dan pastinya itu sangat menyiksa," jelas Eza. Rina menangis tersedu-sedu dan masih belum percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Sudah jangan menangis. Tiga bulan yang lalu Bundamu memeriksakan diri dan aku sendiri yang mengantarkannya kepada Dokter yang juga temanku. Niana, kamu kenalkan?"

"Naina? Mantan pacar Mas Hafiz kan?" tanya balik Rina dengan tatapan melas, Eza mengangguk.

"Ya Allah ...." Rina terlihat sangat menyesal. Dia merasakan udara di sekitar hampa. Jantungnya mendadak sulit untuk memompa darah.

"Iya. Tapi kamu tenang saja, selagi Bundamu tidak stres dan pikirannya tenang. Beliau akan baik-baik saja. Tadinya aku tidak akan membuka rahasianya. Namun setelah kamu berpikiran jelek, aku tidak bisa membiarkan pikiran kamu buruk tentangnya. Soal beliau acuh ke Hafiz juga karena dia tidak mau Hafiz mundur dari pekerjaannya. Soalnya Hafiz kan daftar kerja di Makassar. Di ... Desain Poperti. Bunda mu tidak mau. Dia susah cari kerja lagi. Bukan karena masalahnya yang tidak sengaja tidur dengan gadis itu, melainkan Bundamu ingin dia bertanggung jawab dengan keputusan besarnya. Hafiz sendiri yang memutuskan ke Jakarta."

Setelah mendengar semua itu tubuhnya merasa lemah. Dia sudah berprasangka buruk kepada wanita yang telah melahirkannya. Rina hanya menundukkan kepalanya sama sekali dia tidak berani mengangkat wajahnya. Isak tangis pelan.

"Maafkan aku yang harus jujur. Sekarang kamu sudah berada di situasi yang mungkin akan membuatmu yakin untuk tidak menolak perjodohan mu," ucap Eza yang memandang melas, kepada gadis yang sedang menitihkan air mata.

Bagaimana pun dia membangun semangat dan cita-cita agar dapat membanggakan kedua orang tua. Gadis yang hanya lulusan SMA ini terlihat rapuh.

****

Suara gelak tawa yang sangat mengerikan dan keras. Rina mengangkat kepalanya ternyata mobil itu berhenti. Matanya masih sebam dan belum dapat melihat pasti karena malam yang gelap. Dia meneguk ludah takut.

"Kak Eza."

Rina merasa sangat takut, bulir air bening itu dengan mudah membasahi kelopak matanya. Apalagi Eza sama sekali tidak menjawabnya.

"Kak Eza. Kak ...."

"Kenapa kamu cari dia. Dia sudah mampus!" Suara asing yang didengar Rina. Rina mulai panik dan takut.

Apa lagi ketika ada sorot cahaya yang diarahkan kepadanya. Silaunya mrmbuat dia mengangkat tangan. Dengan tubuh bergetar dia kesulitan untuk membuka suara.

"Hahaha. Kelihatannya dia memang sangat cantik bos," ujar pria semboyongan yang menjatuhkan diri di samping Rina. Rina menghindar tangis tidak lagi tertahan.

Wajah yang sangat ketakutan. Apa lagi Rina tahu kalau yang menghampirinya bukan hanya satu orang. Lima orang laki-laki bertato dengan wajah seram dan penuh nafsu. Semakin sesak dadanya.

"Jangan mendekat ... hiks hiks hiks he ... hiks hiks he ...."

mendengar ucapan Rina yang seperti itu, mereka malah semakin tertarik. Mereka semakin mendekat.

Salah satu dari mereka melempar botol. minumnya entah kemana. Dia mendekat dan menaikan dagu Rina. Rina menghempas, dia memberontak. Namun pria itu mencekam dagunya.

Salah satunya menyinari wajah cantik yang sudah putus asa. Rina terus bergerak kedua pria mendekat.

Juih!

Dia meludahi bos itu lalu menendang benda pusakanya. Rina berdiri namun apa daya kedua laki-laki menahannya. Dia tidak bisa berkutik.

"Beraninya kau!" Suara itu sangat keras dan semakin membuat Rina menangis.

"J_jangan ... ehe ... tolong ... a_apa kalian tidak punya anak gadis? Hiks hiks hiks, huft ...."

Suara Rina berusaha baik walau sedikit terbata-bata.

"Hahaha." Tawa jahat menggeliang. Mengerikan bagi Rina.

"Kak Eza!!!"

Ketika itu juga dia dibungkam.

"Lepas semua bajunya! Aku akan menikmatinya!" titah kasar dari bos itu. Rina terus memberontak. Namun semakin erat pula para lelaki bengis itu menahannya.

"Sudahlah cantik ... siapa yang akan menolongmu. Tidak ada, jadi ... mari kita bersenang-senang," kata bos itu membelai pipi Rina. Rina memalingkan dengan kasar.

Lelaki bertubuh besar itu mendekat ke telinga Rina sisi kanan. Rina memejamkan mata pasrah dengan keadaannya.

'Hanya Engkau tempat hambaMu ini berlindung. Hamba tidak berdaya ya Robb. Jika aku pulang dengan keadaan tidak suci maka ambillah nyawaku. Jika tidak Engkau ambil hamba sendiri yang akan melepas jasad dari raga. Hamba percaya kepada Engkau.'

Isi hati mengancam namun meminta perlindungan kepada Sang Pemilik Hidup.

"Kau sangat cantik. Bodoh sekali temanmu itu. Seharusnya dia menikmati tubuhmu ini," ucap sang ketua mulai meraba tubuh yang tertutup rapat dengan kain. Dengan rasa marah. Rina terus bergerak dan menghindari sentuhan dosa itu.

Bersambung.