webnovel

Aku Bukan Anak Kecil!

Suasana di dalam hati yang semakin tidak tenang setiap saatnya. Ekspresi wajah Rina tetap tegang walau dia sedang mengunyah roti.

Tarikan napas panjang dan cepat terus keluar dari lubang hidung Rina.

'Suasana hati dan gairah yang sangat tidak mengenakkan ini membuat aku benar-benar stres dan tegang. Aku semakin khawatir dengan diriku sendiri,' kata Rina dalam hati sambil menepuk dadanya.

"Jangan takut tante." Suara gadis kecil di sampingnya membuat Rina menoleh sambil tersenyum.

'Dia saja yang masih kecil sangat mengerti aku. Sedang suami yang dadakan ini, hah ... Aku tidak bisa mengharapkan apapun darinya,' ujar Rina dalam hati. Rina menatap Gadis itu lalu membelai pipinya.

"Kamu sangat beautiful," puji Rina lembut sambil tersenyum.

"Tante juga sangat cantik seperti bidadari. Padahal pakaian tante sederhana," puji balik gadis itu membuat Rina merasa malu.

Rina merasa lebih tenang, Eza terus mengarahkan wajahnya ke kaca. Rina menarik tangan suaminya.

"Heh heh ...." Mendengar tarikan napas dari sebelah kanannya. Gadis itu tiba-tiba batuk dan terus-menerus mengeluarkan lendir dengan sesak napas yang sangat menakutkan bagi Rina. Eza segera bangkit dan membantu.

Rina dengan cepat bertukar posisi duduk dengan suaminya. Ibu dari anak itu mulai panik sedangkan dia sendiri sedang menggendong bayi.

"Saya mohon jangan panik, karena bisa membuat kita semua tidak fokus dalam menangani," kata Eza kepada wanita itu. Dengan perasaan takut dan cemas air matanya sudah berlinang.

Wajah rupawan dari Eza, yang berkulit putih bersih dan memang terlihat dia seorang dokter. Ibu gadis itu mempercayakan semua kepada Eza. Rina menahan rasa takutnya dengan melihat keadaan di luar kaca.

"Aku mohon padamu jangan takut." Entah teruntuk siapa perkataan Eza itu. Eza mengambil sesuatu di tas kecilnya.

Semua pusat para penumpang tertuju kepada gadis itu. Eza berusaha tenang untuk menanganinya. Eza sangat tahu jika pesawat pasti dilengkapi dengan oksigen sehingga anak dapat oksigen itu terlebih dahulu.

Pramugari segera datang untuk membantu Eza. Eza menyiapkan inhaler dan spacer untuk membantu meredakan serangan asma pada gadis kecil itu.

Eza masih memeriksa tekanan jantung gadis kecil itu, melihat napasnya yang terus memburu cepat.

"Apakah ibu membawa nebulisasi? Juga obat pereda serangan asma. Seperti Salbutamol?" tanya Eza kepada Ibu dari anak itu. Wanita itu terlihat sangat sulit membuka tasnya karena memang menggendong bayinya, pramugari segera membantu.

Nebulisasi diulang beberapa kali ketika melihat gadis itu yang belum juga membaik.

Rina tidak kuasa lagi menahan air matanya. Dia merasa tidak tega dengan derita yang dialami gadis kecil itu. Rina mengangkat kedua tangannya dan memejamkan mata.

'Hamba datang kepadamu ya Allah. Hamba berdoa kepadamu. Selamatkan gadis kecil ini,' doa Rina dalam hati yang lalu mengusap wajahnya.

"Alhamdulillah ...." Setelah beberapa menit Eza mengucapkan syukur. Membuat Rina menoleh dan bersyukur sambil tersenyum.

'Engkau memang is the best ya Allah, Alhamdulillah ....' kata Rina sangat bersyukur. Reza kemudian duduk di tempat Rina.

"Jangan tegang ya, cantik ...." tutur Eza mengelus kepala gadis kecil itu. Gadis kecil itu mengangguk.

"Jika aku sesak napas seperti itu apa kamu akan menolongku? Atau kamu membiarkan aku ...."

Rina belum selesai berbicara Eza menarik roti yang sudah di gigit dari tangan Rina.

Begitu terkejutnya Rina ketika Eza makan dengan nikmat walaupun itu bekas dari gigitannya. Rina terheran-heran.

"Maaf dengan Bapak Eza? Anda yang kemarin membeli voucher kado spesial untuk istri anda 'kan?" tanya salah satu program pramugari kepada Eza.

Rina menatap Eza dengan penuh tanda tanya.

"Oh. Apa boleh ditukar dengan hal yang lain? Atau uang dikembalikan. Dipotong berapapun tidak masalah. Apa boleh?" kata Eza yang bertanya.

"Mohon maaf, kami tidak bisa saling merugikan, tidak bisa Pak Eza. Bukankah ... yang sebelah bapak itu istrinya bapak?" tanya lagi pramugari itu.

"Buk. Au ...!" Rina kesakitan karena Eza menginjak kakinya.

"Iya, dia istri saya," sahut Eza cepat ketika Rina mulai mengeluarkan suaranya.

"Kamu adalah wanita terindah. Kan ku sayang kamu selamanya. Kan ku cinta kamu sampai aku menutup mata. Selalu berusaha membahagiakanmu seumur hidupmu. Teruslah melengkapi kehidupan ku yang sunyi dengan berada di sampingku. Sampai benar-benar yang Kuasa memisahkan kita."

Kata-kata itu memang indah namun Rina sangat sadar jika itu semua hanya untuk Intan. Eza memesan voucher romantis itu sebelum Intan meninggalkannya.

Pramugari itu memberikan karangan bunga mawar dan boneka serta coklat. Rina menunjukkan ketidaksukaannya. Eza tidak mengatakan apapun dan tidak menyuruhnya untuk menerima.

"Silakan diterima Nyonya Intan."

Mendengar itu dari salah satu pramugari semakin membuat hati Rina pedih.

"Dia Rina bukan Intan. Aku lupa mengganti namanya. Istriku namanya Rina," jelas Eza kepada pramugari.

"Oh ... mohon maaf Pak Eza. Karena Pak Eza sudah berlangganan dengan maskapai kami. Sering membantu maskapai ketika ada masalah, misal penumpang yang sakit, dan lain-lain. Sebagai ucapan terima kasih kami. Kami juga sudah mempersiapkan hotel untuk berbulan madu, nanti ketika berada di Jakarta."

Pramugari pergi dengan memberikan voucher romantis yang sudah dipesan Eza. Pihak maskapai juga memberikan sebuah voucher untuk menginap di hotel.

Eza terpaksa menerima. Rina menujukan ketidakbahagiaannya. Tanpa berkata apapun Eza meletakkan bunga, coklat, boneka di pangkuan Rina.

"Kamu kira aku anak kecil?! Aku bukan anak kecil," seru Rina lalu mendekatkan badannya ke depan badan Eza.

"Sayang ini untuk kamu saja ya. Kenang-kenangan karena kamu sudah berhasil membuat tante tidak takut lagi, naik pesawat. Coklatnya juga Biar kamu happy." Rina memberikan pemberian Eza pada gadis kecil itu.

"Kata ibu kalau mendapat hadiah tidak boleh ditolak. Tante menolak hadiah dari Om?" Pertanyaan itu membuat Rina tersudut.

"Oh ... begitu ya sayang. Kalau tante bilang sakit gigi, gimana? Mau menerima?" tanya Rina terus membujuk.

"Jangan bohong dosa!" gumam Eza, dengan ekspresi biasa saja walau wajah Rina di depannya. "Pesawat akan landing, cepat duduk!" titah Eza.

Rina kembali duduk tegak sambil melirik sinis ke suaminya. Eza diam dengan wajah datarnya. Lalu kembali memakaikan sabuk pengaman kepada gadis itu. Eza berbisik sesuatu kepada gadis kecil itu. Gadis kecil itu tersenyum.

Kemudian Eza menyatukan lagi sabuk pengaman miliknya dan milik Rina.

"Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhum, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda. Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di antara mereka itu berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga. (HR.Bukhari dan Muslim)." ujar Rina tanpa ekspresi dan melihat keluar kaca.

Mendengar perkataan Rina. Eza menatap Rina dengan mengerutkan kening dan sedikit tersenyum, Eza kembali duduk tenang. Sementara Rina kembali tegang.

'Pegangan tidak ya? Tanpa pegangan ke dia aku masih bisa bernapas,' ungkap Rina dalam hati, ketika pesawat sudah mulai turun.

"Kok ser-seran rasanya?" gumam Rina meremat karangan bunga karena tagang.

"Dor!" seru anak di belakang Rina.

"Allahu Akbar!" Seketika teriakan itu membuat Rina memeluk Eza.

"Tidak perlu lebay," ujar Eza. Rina melepaskan.

Bersambung.

Hai Readers terima kasih selalu setia menunggu up. Terima kasih banyak untuk dukungan kalian. Semoga suka yaaa.

Ririnbycreators' thoughts