"Percuma juga diusap, aku sudah lihat."
"Lihat? Lihat apa?"
"Ingusmu itu."
Zaskia menyerngitkan keningnya dan menarik sudut bibirnya merasa kesal dengan jawaban Djaka. Ia tau jika Djaka tau dirinya sedang menangis tapi bukannya perhatian dengan berusaha menenangkan atau setidaknya bertanya tentang perasaannya kini Djaka justru menyindir Zaskia dengan kata ingus. 'Apakah ini yang di katakan seorang suami? Cih suami macam apa dia?'
Djaka tampak menyambar jaket yang ia gantungkan di balik pintu. Zaskia menatapnya dengan heran.
"Maaf, aku harus pergi dulu. Aku akan kembali agak malam. Dan ingat jangan berkeliaran dengan pakaian terbuka!"
"Aku tak peduli, tak usah pulang saja sekalian. Aku malah senang." Jawab Zaskia tanpa mengalihkan pandangannya dan kini justru fokus dengan makanan yang ada di depannya.
"Kau yakin? Disini banyak hantunya, nanti kalau aku tak pulang memangnya kamu berani?"
"Joko.. kalau mau pergi ya pergi aja sana! Jangan menakut-nakutiku dengan tipuanmu itu. Memangnya aku ini anak kecil?"
Djaka tertawa kecil melihat ekspresi Zaskia yang baginya lucu. Sebelum pergi ia mengulurkan tanganya kepada Zaskia, sementara perempuan itu menatapnya dengan heran.
"Apa?"
"Salim dulu dong..!"
"Hah?"
"Ya, kalau suami mau pergi untuk bekerja kau harus mencium tangan suamimu agar rejeki yang di hasilkan suamimu nanti berkah."
"Cih."
"Ayo!"
"Aku gak mau, kalau mau pergi ya pergi aja sana!" tolak Zaskia yang tak sudi mencium punggung tangan Djaka.
Namun bukan Djaka namanya jika tak bisa meluluhkan Zaskia. Pria itu menarik tangan Zaskia dan membuat Zaskia mencium punggung tangannya walaupun dengan enggan dan sedikit paksaan.
"Hati-hati di rumah!" Tukas Djaka yang beberapa detik kemudian langsung menghilang di balik pintu. Sepertinya pria itu sedang terburu-buru. Setelah menerima telepon Djaka tadi, Djaka langsung pergi. Namun Zaskia tak perduli, ia justru merasa sangat jengkel dengan kelakuan suaminya tersebut.
"Huh… suami macam apa dia? Aarrrgh aku benci dia, aku bennci Joko…" teriak Zaskia yang merasa kesal, ia ingin makan tapi entah mengapa nafsu makannya sirna setelah ia melihat foto kenangannya bersama dengan Alvin. Di tambah dengan kelakuan Djaka yang hanya membuat Zaskia semakin merasa tidak mood dalam memulai aktifitas makannya.
Rasa laparnya mendadak menjadi sirna saat ia mengenang Alvin. Namun mau tak mau ia tetap harus makan karena perutnya lapar, dan lagi pula tak ada makanan lain disini selain Bakso. Tadi dirinya memang menginginkan Joko segera pergi namun kini entah mengapa rasa sangat sepi ditambah ia hanya sendirian di lantai atas. Mendadak ia mengingat apa yang tadi Djaka katakan mengenai hantu.
"Apakah mungkin benar disini ada hantunya?" gumam Zaskia sambil mengunyah makanannya perlahan.
Tiba-tiba saja kini bulu kuduk Zaskia berdiri dan ia menjadi merinding. "Ayolah Zaskia, ini bahkan belum malam dan untuk apa kau merasa takut?" gumam perempuan itu menyemangati dirinya sendiri agar tak takut.
Namun lama kelamaan ia justru semakin takut, ia mempercepat gerakannya yang sedang makan. Bahkan ia juga berusaha menelan makanan yang belum ia kunyah dengan sempurna. Buru-buru Zaskia menyambar hijab instannya dan secepat kilat ia menuruni tangga.
Kini Zaskia memilih untuk membaur bersama dengan para pegawai yang masih tampak sibuk karena faktanya kedai bakso Djaka tersebut selalu ramai dan tak pernah sepi.
"Bu Boss butuh sesuatu?" tanya Ayu yang menyadari jika kini Zaskia turun dan tampak kebingungan.
"Ah nggak. Aku hanya bosan di atas." Jawabnya sembari menutupi rasa takutnya karena sesungguhnya ia takut dengah hantu yang tadi di ceritakan oleh Djaka untuk mencoba menakut-nakuti Zaskia.
"Kalau Bu Boss butuh sesuatu katakan saja. Kami akan membantu."
"Eum.. boleh kau buatkan es teh manis untukku?"
"Tentu saja. Tunggu sebentar!" Ayu masuk kembali kedalam meninggalkan Zaskia yang memilih duduk di bangku di dekat tangga dan menghadap keluar.
Tak lama kemudian Ayu kembali dengan membawa sebuah nampan dengan segelas es teh manis di atasnya. Ia menyerahkan pesanan Zaskia tepat di hadapannya.
"Terimakaih Ayu, emm … maukah kau menemaiku disini?"
Ayu tampak ragu, ia melirik kesana kemari dan melihat situasi, tampak jika semua pelanggan sudah di layani. "Baiklah, tapi jika nanti kedai ramai aku harus kembali melakukan tugasku." Kini Ayu menyanggupi dan duduk di samping Zaskia yang mulai menyeruput es teh manis pesanannya.
"Apakah kau sudah lama bekerja disini?"
"Lumayan. Sejak kedai ini dibuka aku sudah bekerja disini. Sekitar satu tahun yang lalu."
"Apakah gajimu besar?"
Bukannya menjawab pertanyaan Zaskia, Ayu justru tertawa. "Maaf Bu Boss, tapi gaji seorang pelayan tentu saja sama sekali tak besar. Aku bekerja karena memang aku membutuhkan sebuah pekerjaan. Lagi pula pak Boss juga adalah Boss yang baik. Boss Djaka selalu memberikan bonus tiap kali kedai ini ramai."
"Berarti hari ini kau juga akan mendapat bonus dong, kan hari ini ramai."
"Ya, dan hampir setiap hari."
'Ternyata dia baik juga. Dan apakah tak rugi setiap hari memberikan bonus kepada semua pegawainya?' batin Zaskia yang merasa heran bagaimana mungkin Djaka bisa begitu loyal kepada bawahannya.
"Oh ya Ayu. Kemana kira-kira biasanya Djaka pergi? Tadi dia mendapatkan telepon lalu dia buru-buru pergi."
"Biasanya sih pak Boss ke kantor."
"kantor? Apakah penjual Bakso ada kantornya? Ataukah semacam kantor untuk semua pedagang bakso? Komunitas begitu?" tanya Zaskia yang tak mengerti dengan arti kantor yang di maksudkan oleh Ayu.
Ayu tampak memutar bola matanya. Ia justru semakin bingung dengan pertanyaan yang diimbuhkan oleh Zaskia. "Bukan komunitas sih, tapi ya… kantor. Hanya kantor."
"Iya, tapi kantor apa? Kan ada banyak tuh kantor namanya apa gitu?"
"Ya… kantor. Setauku hanya kantor," Ayu memang tak tau apa nama kantor Djaka karena ia sendiri juga tak begitu tau kantor apa dan ada dimana kantor tersebut.
Zaskia sendiri hanya bisa menepuk keningnya karena tampaknya lawan bicaranya tak mengerti dengan apa yang ia pertanyakan. Hanya saja Zaskia juga masih tampak heran. 'Apakah mungkin Djaka memiliki kantor untuk bisnis baksonya? Kantor apa itu? Ini kan hanya bisnis bakso biasa bukan semacam perusahaan besar, lalu untuk apa ada kantornya?' batin Zaskia yang tampak masih penasaran.
"Oh ya Ayu, kedai ini tutup jam berapa?"
"Tutup kalau stock baksonya sudah habis Bu Boss. Mungkin sebentar lagi juga tutup."
Zaskia mengangguk-angguk mengerti sambil sesekali menyeruput es tehnya yang mulai hampir habis. Namun tiba-tiba aroma bakso yang kuat kini mulai tercium. Ia menutup hidungnya karena menurutnya ia memang mulai membenci aroma tersebut. Aroma yang sesungguhnya membuat orang menjadi lapar.
"Aroma apa ini?" keluh Zaskia.
"Aroma bakso lah. Didapur sedang produksi bakso untuk stock besok."