webnovel

Terjerat Cinta Anak Pungut

~Anak Pungut~ Sakit sekali rasanya saat mendengar dua kata itu terlontar dengan jelas, sakit sekali rasanya saat aku tahu jika aku adalah anak pungut. Anaya, semasa hidupnya ia selalu bahagia bersama dengan kedua orang tuanya, meski ada saudara yang begitu membencinya tapi Anaya tetap bahagia. Anaya semakin merasa bahagia karena memiliki Haikal sebagai kekasihnya, Haikal lelaki baik dan penuh kasih sayang, itulah yang membuat Anaya merasa sangat beruntung. Tapi semua hancur saat Anaya mengetahui jika dirinya hanya anak pungut, Anaya hanya bayi yang ditemukan di dalam kantong keresek di semak rerumputan. Haikal jadi menjauhinya dan lebih memilih Sasya saudara Anaya yang jelas asal usulnya, Anaya kehilangan separuh semangat hidupnya karena Haikal yang meninggalkannya. Hingga suatu hari, kenyataan yang sama pun didapatkan Haikal, Haikal bukan anak kandung dari kedua orang tuanya dalam kata lain, Haikal juga hanya anak pungut saja. Saat itu, Haikal merasakan apa yang dirasakan Anaya sebelumnya, merasa diasingkan dan tidak berharga. Kenyataan itu Haikal ketahui saat Anaya telah menemukan semangat baru untuk harinya, lelaki baru yang menjadi pasangannya, dan yang bisa membahagiakannya. Haikal tidak terima dengan itu, pertemuan mereka malam itu telah membuat Haikal merasa menyesal telah meninggalkan Anaya hanya karena Anaya anak pungut. Apakah Haikal akan kembali pada Anaya, atau mungkin Haikal akan tetap bersama Sasya?. Apakah Sasya akan tetap menerima Haikal, saat tahu jika Haikal tak ada beda dengan Anaya?. . . Yuk baca, semoga suka, maaf kalau cerita kurang menarik soalnya masih belajar. Dan tolong tinggalkan pesan untuk semangat author ya. Terimakasih, salam ~mentari93_~

mentari93_ · 都市
レビュー数が足りません
9 Chs

Bab6. Putus

Saat pagi datang, Anaya keluar dari rumah, niatnya adalah untuk menemui Haikal dan mungkin saja akan ada sedikit bantuan dari kekasihnya itu.

Anaya tidak pamit pada orang rumah, Anaya sudah menghubungi Haikal sebelumnya, dan waktu pertemuan ini pun Haikal sendiri yang minta.

Anaya setuju saja, Anaya tidak punya tujuan lain selain Haikal, dan harapannya pun besar atas bantuan yang mungkin akan diberikan Haikal padanya.

Anaya duduk di kursi taman menunggu Haikal, Anaya tidak diajak bertemu di rumah Haikal, tapi itu tak masalah karena yang terpenting sekarang adalah Haikal mau menemuinya.

"Nay," panggil Haikal.

Anaya menoleh dan langsung bangkit, senyuman Anya terlihat begitu merekah indah, Anaya lantas memeluk Haikal dengan eratnya.

"Aku sangat merindukan kamu, kemana saja kamu beberapa hari ini, kamu juga tidak menghubungi ku lagi?"

Haikal melepaskan pelukannya Anaya dan duduk, Anaya sedikit heran dengan itu, sesaat kemudian Anaya turut duduk di samping Haikal.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Haikal.

"Baik, aku sudah baik."

"Baguslah."

Anaya tersenyum dan mengangguk, Anaya merasa sepertinya ada yang tidak beres dengan Haikal saat ini.

"Kamu kenapa sih, sakit ya, kenapa demam?"

Anaya menyentuh kening Haikal, tapi tepiels begitu saja oleh Haikal.

"Kamu kenapa?"

Haikal tak menjawab, Anaya merasa bersalah karena telah meminta bertemu pagi ini, mungkin saja Haikal sedang malas untuk keluar rumah.

"Haikal."

"Apa benar kamu bukan anak kandung orang tua kamu?"

Anaya diam, kenapa Haikal bertanya seperti itu, dari mana juga Haikal tahu tentang itu, mereka baru saja bertemu tapi Haikal sudah pertanyakan soal itu.

"Jawab, Nay."

"Iya, aku memang bukan anak kandung Mamah sama Papah, kenapa, kamu juga keberatan dengan itu?"

"Tentu saja."

Anaya mengernyit, apa maksudnya, kenapa Haikal bicara seperti itu, apa masalah besar jika Anaya hanya seorang anak pungut.

"Aku gak bisa Nay lanjut sama kamu."

"Maksud kamu apa?"

"Aku mau kita putus."

Anaya menggeleng, bukan itu yang Anaya harapkan dari pertemuan mereka kali ini, Anaya ingin meminta bantuan pada Haikal tapi kenapa Haikal malah seperti itu.

"Aku malu Nay, kalau sampai orang-orang tahu kekasih aku itu gak jelas asal usulnya seperti kamu."

"Kamu bisa bicara seperti itu tentang aku."

"Ya memang itu kan yang sebenarnya."

Anaya menggeleng, sepertinya Haikal satu pemikiran dengan Sasya, Haikal menolak Anaya ada bersamanya.

"Seperti apa kamu dulu, kenapa kamu dibuang, apa kamu tidak diharapkan untuk lahir, kenapa Nay, kamu anak haram."

"Jahat sekali ucapan kamu itu, Haikal."

"Kok aku jahat, kamu kali yang kurang berfikir."

Anaya diam, setelah semua cacian dilontarkan Sasya, Anaya cukup merasa sakit, dan sekarang Haikal juga mengatakan hal yang sama.

"Aku gak pernah minta untuk dibuang."

"Ya iya, tapi makanya begitu juga pasti karena kamu juga tidak di harapankan untuk lahir."

Anaya menggeleng, matanya terasa panas dan penglihatannya mulai kabur, cairan bening itu mulai menggenangi pelupuk matanya.

Haikal adalah satu-satunya harapan Anaya untuk bersandar, Haikal ada tempat Anaya berlari dari luka di rumahnya, tapi Haikal justru sama saja dan menambah rasa sakit itu sekarang.

"Maaf Nay, aku gak bisa."

Haikal bangkit dan melirik Anaya, Haikal memang sayang pada Anaya bahkan sangat menyayanginya, tapi apa yang dikatakan Sasya sudah cukup mengusik fikirannya.

Bagaimana nanti kedua orang tua Haikal saat tahu tentang Anaya, Haikal tidak mau kecewa karena penolakan mereka, jadi lebih baik Haikal pergi saja sekarang.

"Ini kali terakhir kita bertemu, jangan ganggu aku lagi, kita sudah tidak ada apa-apa lagi mulai sekarang."

"Kamu juga mau tinggalkan aku saat seperti ini, Haikal aku fikir aku akan mendapatkan semangat dari kamu, aku butuh kamu."

Haikal tak menjawab, dan berlalu begitu saja, Anaya menunduk, pada akhirnya air mata itu kembali membasahi kedua pipinya.

Kenapa Haikal seperti itu, saat Anaya menggantungkan harapan terakhirnya pada Haikal, tapi justru seperti itu yang didapatkan Anaya.

Apa sehina itu seorang anak pungut, sampai semua harus benci dan menjauhinya, Anaya mengusap air matanya dan melihat sekitar.

Tak ada lagi Haikal berarti tak ada lagi harapan, lalu harus apa Anaya sekarang, saat keadaannya terpuruk dan rapuh, orang yang Anaya harapakan justru turut meninggalkannya.

Pantas saja Haikal tidak pernah datang, tidak pernah juga menghubunginya, harusnya Anaya sadar jika Haikal memang sengaja menghindarinya.

"Kuat Nay," ucap Anaya sendiri.

Anaya menarik dalam nafasnya dan menghembuskannya perlahan, Anaya tersenyum dan bangkit dari duduknya.

Anaya memang anak pungut, Anaya anak yang dibuang kedua orang tuanya, tapi Anaya yakin jika Anaya bukan anak haram seperti yang mereka katakan.

Siapa pun dan dimana pun orang tua Anaya berada sekarang atau selama ini, mereka pasti memiliki alasan kuat kenapa sampai membuang Anaya.

"Aku harus cari, dan aku harus temukan orang tua ku, mau mereka masih ada atau tiada sekali pun, aku pasti bisa menemukan mereka."

Anaya melangkahkan kakinya meninggalkan taman, pertemuannya dengan Haikal tak menghasilkan kebaikan, Anaya justru ditinggalkan Haikal begitu saja.

Anaya tidak boleh lemah, kalau pun memang Anaya harus keluar dari rumah itu tanpa tujuan, Anaya harus kuat dan tetap bertahan.

----

Haikal memasuki rumahnya, niatnya untuk ke kantor tak lagi ada, Haikal sakit karena keputusannya meninggalkan Anaya.

Wanita itu adalah cintanya, dan satu-satunya harapan masa depan baginya, tapi kenapa kenyataan justru seperti itu dan kenapa Haikal tidak bisa menerimanya sama sekali.

Haikal memasuki kamarnya, ia duduk di tempat tidurnya, tadi Haikal melihat Anaya yang menangis di sana tapi Haikal tak menemaninya, dan justru Haikal penyebab tangisan itu sendiri.

Haikal mengusap wajahnya, padahal kebahagiaan mereka kerap terasa sempurna, Haikal tidak bisa tanpa Anaya bersamanya.

"Aku gak bisa Nay, tapi aku juga gak siap kalau sampai status kamu itu membuat aku malu, apa lagi keluarga aku."

Haikal melihat sekitar, kamarnya itu banyak sekali dengan hal-hal tentang Anaya, mereka kerap bersama di tempat tersebut.

Foto dan dekor itu hasil Anaya, furniture kamar tersebut juga pilihan Anaya, Haikal menyukai semuanya itu dan sedikit pun berniat untuk menggantinya.

"Tapi sekarang gak lagi, aku harus ganti dan ubah semuanya, tidak boleh lagi seperti ini."

Haikal menggangguk, keputusan itu telah difikirkannya sejak awal mengetahui kenyataan Anaya.

Haikal sudah siap dengan semua itu, untuk kehilangan Anaya memang berat, tapi Haikal sudah memutuskan semuanya.

Sekarang Haikal sudah mengatakan semuanya pada Anaya, mereka telah berakhir dan Haikal tidak boleh menyesal sedikit pun juga.

"Kita bisa Nay, tanpa bersama aku, kamu pasti bisa melewati semuanya."