webnovel

Terjebak, Tertipu, Lalu Diintimidasi Lelaki Tampan Penyuka Pria

Setelah dijebak oleh keluargamu sendiri untuk bercinta dengan pria tak dikenal yang mesum, kamu dipaksa menikah dengan seorang gay! Bagaimana perasaanmu? Dian seutuhnya tidak bisa berkutik saat dirinya diancam oleh ayahnya sendiri dan dipaksa mengikuti kencan buta. Alasannya sangat simpel. Ayahnya sangat menyayangi adiknya yang seorang selebritis dan tidak mau namanya dicoreng dari dunia hiburan karena skandal yang dibuat oleh kakaknya sendiri. Tanpa sedikitpun ketertarikan, Dian dengan sengaja mengacaukan semua kencan tersebut. Tapi tidak Ia sangka putra dari keluarga Adam memiliki reaksi yang sangat berbeda dari pria yang sebelumnya Ia temui. Baim, pria gay itu sangat mengintimidasi!

Keisha_Zeline · 若者
レビュー数が足りません
420 Chs

Kau Hanya Akan Menikah Denganku

"Ya! Tentu saja ada masalah lain."

Dian terus mencabut-cabuti kuku ibu jari kanannya dengan ibu jari kirinya. Ini adalah isyarat kecil baginya untuk rileks.

"Kenapa kau di sini untuk kencan buta?"

Baim mengangkat pandangan matanya. Bola mata hitamnya itu seperti kolam yang dalam, dan suaranya terdengar rendah, "Karena … kau cocok."

Apa maksud jawaban itu? Dia cocok? Dari segi apa? Di bagian mananya? Apa dia memiliki wajah seperti seorang istri?

Yang terpenting adalah 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' masih belum terkejut! Dengan kata lain, apa yang dia katakan itu memang benar!

Dian benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Dia benar-benar gila! Bisa-bisanya dia datang dan melakukan kencan buta dengan seorang teman gay!

"Apa kau ingin membalas dendam pada keluargamu?" kata Baim tiba-tiba. Suara itu sepertinya memiliki semacam godaan, mendorong siapapun untuk ingin melakukan kejahatan, dan membangkitkan keinginan terdalam di hati orang-orang.

Dian hampir berseru kalau dia ingin mencoba membalas dendam, tetapi masih ada jejak kekhawatiran di dalam dirinya. Ada sorot waspada di bola matanya, "Apa maksudmu?"

Dian tidak lupa kalau 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' ini diatur Joko untuk menemuinya. Ya, siapa yang tahu trik macam apa yang akan dia berikan padanya.

"Arti harfiah."

Mata hitam Baim tampak tenang. Ekspresinya masih datar dan tidak berkecamuk. Raut wajahnya terlihat sederhana, tetapi aura yang menguar darinya tidak perlu dipertanyakan lagi.

"Aku tidak mau. Ah!" Tangan Dian masih berada di atas poligraf, dan dia disetrum tepat saat dia mengucapkan tiga kata itu.

Sakit kalau terkena sengatan listrik!

Lebih penting lagi, malu!

Awalnya dia bermaksud mempermalukan 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam', tapi rupanya malah dialah yang terkejut!

Ada senyuman terukir di sudut mulut Baim, dan pandangan matanya sepertinya memiliki wawasan tentang segala hal. Sorot mata pria itu terlihat menakjubkan.

"Menikah denganku adalah balas dendam terbesarmu terhadap keluargamu. Nona Dian bisa mempertimbangkannya."

Dian terkejut. Suasana hatinya semakin memburuk, dan nada bicaranya terdengar tidak ramah.

"Menikah denganmu? Haha, itu benar. Putri keluarga yang menikahi kekasih gay memang bisa membalas dendam pada keluarganya. Tapi..."

Dian duduk, sedikit mengangkat alisnya. Sorot matanya mengeluarkan kesan arogan, "Mengapa aku harus mengorbankan diri untuk membalas dendam keluargaku yang tidak ada hubungannya denganku? Tuan Adam, aku tidak tahu hubungan seperti apa yang kaumiliki dengan keluargaku, dan tujuan kencan buta denganku sekarang. Jika kau mau membalas dendam pada keluargaku, aku bisa menunjukkanmu jalan yang jelas. Keluargaku paling menghargai putri mereka. Jika kau ingin menikah, maka kau harus menikahi Rara. Dia adalah putri yang paling dicintai dari keluargaku."

"Dia? Dia tidak memiliki berkah itu. "

Baim menggelengkan kepalanya, nadanya seolah-olah Rara adalah seekor semut, tidak perlu disebutkan.

Dian sedikit terkejut. Sudah berapa lama dia merasa seperti itu? Yang pernah didengar Dian hanyalah pujian untuk Rara dan pencemaran nama baik padanya. Kecuali teman-temannya, hampir semua orang mengira Rara adalah dewi yang sempurna.

Dan 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' ini ... sepertinya sedikit berbeda.

Tapi memangnya mengapa kalau dia berbeda? Bagaimana dia bisa merasa dirugikan jika menikahi pria gay karena perbedaan seperti itu!

Jika ibunya tahu, dia akan sedih.

"Maaf, aku juga tidak memiliki berkah ini." Mana bisa dia menikah dengan kekasih yang merupakan pria gay.

Sambil berdiri, Dian masih berkata dengan sopan, "Tuan Adam, jika tidak ada yang lain, aku akan pergi lebih dulu, terima kasih atas kopinya."

Dia mengira kalau Baim akan marah. Tapi dia tidak mengira kalau Baim akan mengangkat alisnya sedikit. Bibir merah itu agak naik, dan senyum mendebarkan muncul di sana. Nada bicaranya tenang dan tegas, dan berhasil mencapai lubuk hat Dian. Seolah-olah pria itu hanya menyatakan fakta yang kuat.

"Kau hanya akan menikah denganku."

Dian sontak gugup.

Menghadapi tekad Baim, Dian merasa bingung. Dia segera meninggalkan Encounter Cafe, dan lupa membawa poligraf bersamanya.

Setibanya ke rumah, dia dihadapkan pada pintu yang tertutup. Dian ingin menangis tapi tidak ada air mata yang mengalir ke luar. Dia lupa membawa kuncinya.

Dian mengeluarkan telepon, dan ada pertanda kalau baterainya hampir habis. Dia bermaksud menelpon temannya Lina untuk meminta bantuan. Untungnya, Lina memiliki kunci cadangan. Tetapi telepon berdering lama sekali, dan tidak ada yang menjawab.

Dia menutup telepon dan mencoba menghubungi lagi. Telepon berdering dua kali, tapi baterainya tidak cukup, dan sambungan teleponnya otomatis mati.

Dian mengernyit. Bahkan ruangannya semalam bocor karena hujan.

Tepat ketika Dian hendak keluar untuk mencari telepon, pintu lift terbuka dan mata Dian berbinar. Lina pasti sudah kembali!

Hanya ada dua kamar di lantai ini, satu untuk kamarnya, dan yang lainnya tidak digunakan oleh siapapun. Pada dasarnya, satu-satunya orang yang akan naik sampai ke lantai ini adalah Lina.

"Lina, kau adalah penyelamatku! Kau tidak tahu, aku baru saja bertemu pria gay, hanya saja…" kata Dian sambil berjalan menuju lift. Suaranya tiba-tiba berhenti, dan kaki Dian berhenti di tempat.

"Hanya apa?" Suara itu masih terkesan datar.

Dian berkedip. Kata-katanya seolah masih tersangkut di tenggorokannya. Dia memandang orang di lift dengan tatapan takjub, rasa penindasan yang mendalam melanda dirinya.

"Kau…" Dian menunjuk ke arah orang di lift, dan berkata dengan nada kaget, "Kau kenapa mengikutiku!"

Orang di dalam lift itu tak lain adalah adalah 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' yang baru saja berkencan dengannya!

Baim melangkah keluar dari lift selangkah demi selangkah, dan dengan setiap langkahnya, Dian tanpa sadar mundur selangkah.

Sampai akhirnya punggungnya bersandar ke dinding, tubuh Dian terasa menggigil. Sekujur tubuhnya tegap dan kedinginan.

"Apa yang ingin kau lakukan?"

'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' ini sangat aneh sehingga pasti ada maksud khusus mengapa dia mengikutinya di rumah.

Dian tampak tenang di permukaan, tetapi dia terus berpikir keras di dalam hatinya. Ponselnya tidak memiliki listrik, dan dia adalah satu-satunya penghuni di lantai ini, dan Lina tidak dapat menghubunginya. Jika 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' ini benar-benar ingin melakukan sesuatu padanya, dapatkah dia menghindarinya?

Tidak mungkin! Dia tidak boleh panik.

Baim jauh lebih tinggi dari Dian. Setiap kali dia mendekat, Dian merasa bahwa udara di sekitarnya semakin menipis.

Di saat ini, yang aneh adalah dia tidak memikirkan tentang bagaimana menghadapi 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam', tetapi berpikir, 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' memiliki perangai sebagai pria gay yang tinggi, memangnya serangan macam apa yang bisa dia dapatkan?

Otak Dian bertanya-tanya seperti itu, dan dia selalu merasa sangat aneh. Mungkin karena 'Tuan muda kedua dari Keluarga Adam' ini tidak memiliki temperamen seperti pria gay.

Jika Baim mengarahkan serangan yang ganas, dia masih merasa bisa menyelamatkan diri.

"Apa yang ingin kulakukan? Apa kau tidak tahu?" Telinga Dian terasa panas ketika pria itu bernafas. Suaranya terdengar rendah, tetapi tampaknya memiliki kekuatan yang fatal!

Semburan arus listrik mengalir dari telapak kakinya dan menjalar hingga mencapai atas kepalanya. Sekujur tubuh Dian seperti tersengat listrik, dan semua bulu kuduknya berdiri.

Meskipun Baim tidak melakukan apapun padanya, tapi Dian merasa kakinya tidak bergerak sesuai keinginannya dan dia membeku di tempat.

Dian mendongak, dan tatapan matanya bertemu dengan mata yang setajam elang, yang penuh dengan bayang-bayang gelap.