webnovel

Pertemuan Pak Ferdi dan Pak Andi

Bu Regina terdiam, itu sebabnya dari tadi ia tak mengangkat teleponnya. Padahal ponselnya berada di tas yang dibawanya sedari tadi.

 

Mereka saling diam membisu. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

 

Tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki mendekati mereka. Pak Andi menoleh ke asal suara. Benar dugaannya dalam hati kalau yang datang adalah keluarga Pak Ferdi.

 

Pak Ferdi langsung menyalami Pak Andi ketika sampai. Pun dengan istri dan anaknya yang saling bergantian bersalaman.

 

Bu Regina menyunggingkan senyum yang dipaksakan. Bu Alin dan Fira memakluminya karena mengira itu karena ia sedang bersedih atas kecelakaan yang menimpa anaknya.

 

Padahal sebenarnya ada banyak hal yang membuat Bu Regina seperti itu. Hatinya yang masih terluka dengan masa lalu yang terjadi antara keluarga Fira dan mantan suaminya. Juga memang keinginannya agar Fira tak bertemu lagi dengan Revan.

 

Begitupun alasan mengapa Bu Regina kekeuh ingin memindahkan perawatan Revan ke luar negeri. Agar Fira tak lagi mengunjungi dan berhubungan dengan putranya itu.

 

Meskipun ia juga tak dapat memungkiri bahwa Revan adalah kakak kandung Fira se-ayah. Tapi, untuk sekarang ia belum siap mengakuinya. Ia belum siap membuka masa lalunya, terutama pada Revan. Ia tak tega jika anak lelakinya itu terluka karena tahu ia bukan anak kandung Pak Andi. Orang yang selama ini dipanggilnya 'Papa'.

 

Mereka kemudian duduk di kursi panjang yang ada di ruang perawatan intensif tersebut. Bu Regina memilih duduk paling ujung agar tak berlu mengobrol dengan tamunya itu. Di sebelahnya ada Pak Andi dan yang lainnya berada di sebelah Pak Andi.

 

"Jadi, bagaimana keadaan Revan?" tanya Pak Ferdi yang duduk tepat di sebelah Pak Andi.

 

"Masih drop, sampai saat ini malah mengalami penurunan. Karena yang kena saat kecelakaan bagian kepala," jawab Pak Andi sendu.

 

Pak Ferdi mengangguk-angguk saat mendengar penjelasan orang berada di sampingnya itu.

 

"Memang kejadiannya bagaimana? Kok, bisa sampai kecelakaan gitu?" selidik Pak Ferdi yang penasaran.

 

Padahal bukan hanya Pak Ferdi yang penasaran, tapi juga Fira yang duduk di sebelahnya. Ia memerhatikan dengan seksama percakapan ayahnya dan ayah pujaan hatinya itu.

 

"Jelasnya saya juga kurang tahu, hanya saja intinya tabrakan dengan truk. Mobil Revan sampai ringsek. Sementara truknya juga penyok parah di bagian depan saking kerasnya tabrakan.

 

"Begitu, ya. Ditambah kemarin malam hujan lagi ya, jadi jalanan licin sekali," ujar Pak Ferdi yang mengingat malam kemarin hujan turun dengan deras.

 

"Iya, Pak. Makanya itu tabrakan pun sepertinya tak dapat dihindarkan." Pak Andi menimpali ucapan Pak Ferdi.

 

"Ada ganti rugi dari pihak sana? Kan, truk gitu biasanya perusahaan," tanya Pak Ferdi basa-basi.

 

"Kami tak mengurusnya, karena supir truk juga luka parah dan dirawat di rumah sakit ini juga asalnya. Sekarang dia dipindah ke rumah sakit rujukan BPJS-nya kalau enggak salah," tutur Pak Andi.

 

"Oh, begitu ya." Pak Ferdi kemudian terdiam. Pun dengan yang lainnya yang tak mengeluarkan sepatah kata pun.

 

Suasana hening menyergap di antara mereka. Tak asa yang membuka obrolan lagi. Bu Alin merasakan perubahan sikap Bu Regina yang sepertinya tak suka dengan kehadiran keluarganya.

 

Dokter datang hendak memeriksa Revan lagi.

 

"Wah, datang keluarganya ya, ini kayaknya adiknya Revan ya. Mirip sekali," ujar Dokter Adi sambil menunjuk Fira dengan jempolnya.

 

Fira hanya tersenyum malu. Memang banyak yang berkata seperti itu pada ya dan Revan. Ia menganggapnya doa agar berjodoh.

 

"Bukan, Dok. Itu hanya teman anak saya," jawab Bu Regina cepat.

 

"Oh, begitu, ya. Kalau begitu saya masuk dulu, ya," ucap Dokter sambil memasuki ruangan rawat Rival sambil diikuti seorang suster. Mereka masuk ke dalam ruangan dan kembali memeriksa keadaan Revan.

 

Fira menyadari sikap tak biasanya Bu Regina. Ia menjadi merasa tak nyaman.

 

Pak Ferdi dan Bu Alin melihat kekecewaan di wajah anaknya.

 

"Pak, kalau begitu kami pamit dulu. Semoga Revan cepat pulih seperti sedia kala," pamit Pak Ferdi pada Pak Andi dan Bu Regina.

 

"Bu, siapa tahu butuh bantuan atau teman di sini, saya siap, kok, menemani atau menggantikan ibu di sini." Fira menawarkan jasa untuk membantu.

 

"Ah, tidak perlu. Saya dan suami saya masih bisa menjaga Revan secara bergantian," tandas Bu Regina dengan senyum yang masih terlihat dipaksakan.

 

Fira mengangguk, ia mengerti maksud Bu Regina yang mengusirnya secara halus. Mereka pun melangkah pergi ke luar area rumah sakit.

 

Sesampainya di dalam mobil. Mereka hanya terdiam tanpa ada yang mengawali pembicaraan. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Termasuk Fira yang memiliki banyak pertanyaan dalam pikirannya.

 

Ia yakin ada yang tak beres dengan keluarganya dan keluarga Revan. Mereka tadi seperti orang yang tak saling mengenal lama. Atau bahkan dikatakan sungkan.

 

Mobil melaju menuju jalanan yang lengang. Ini masih jam kerja pantas saja jalanan relatif sepi.

 

"Pa, Fira kalau mau ke kantor, ya, ke kantor saja. Mama bisa pulang naik taksi kok," ucap Bu Alin ketika mobil baru beberapa menit berjalan.

 

"Gimana, Fir? Kamu mau kemana?" tanya Pak Ferdi pada putrinya.

 

"Terserah, Papa, aja. Tapi, sepertinya hari ini aku libur dulu, deh. Enggak semangat ngantor," jawab Fira dengan lesu.

 

Ia seperti kehilangan semangat ngantor saat tahu Revan kecelakaan. Tapi, sebenarnya ia juga enggan pulang ke rumah karena ada keluarga papanya yang menyebalkan. Pasti akan banyak pertanyaan dari mereka saat sekarang pulang ke rumah.

 

Tak terasa mobil sudah sampai di depan rumah mewah milik keluarga Pak Ferdi Adiyaksa. Mereka kemudian turun dari mobi dan memasuki rumah.

 

Benar saja. Baru juga memasuki ruang tengah yang menjadi penghubung semua ruangan rumah itu. Oma Nani dan Sita yang sedang asik bergosip langsung meluncurkan banyak pertanyaan.

 

"Loh, kok, barengan. Kalian habis dari mana?" tanya Oma Nani penasaran. Jiwa keponya memang selalu meronta-ronta.

 

"Kami—." Pak Ferdi hendak menjawab. Namun, dipotong oleh istri dan anaknya.

 

"Pa, aku ke kamar dulu ya," ucap Fira yang memotong ucapan ayahnya.

 

Pun dengan Bu Alin yang ikut melenggang ke kamarnya.

 

"Dari mana, Ferdi?!" tanya Oma Nani lagi dengan sedikit lebih keras.

 

"Dari rumah sakit, Ma. Revan kecelakaan," jawab Pak Ferdi sambil ikut duduk di sofa mewah yang berada di ruang tengah itu.

 

Sofa berwarna maroon yang terlihat elegan dan gagah. Biasa dipakai kalangan elit karena harganya yang mencapai belasan juta.

 

"Hah, Revan calonnya Fira? Kenapa, kok, bisa sampai kecelakaan?" cerocos Oma Nani yang semakin memanjang. Persis seperti reporter yang mewawancarai artis apalagi untuk berita gosip.

 

"Semalam, ketika jalanan licin, Ma. Revan kayaknya baru pulang lembur," jawab Pak Ferdi malas.