webnovel

Terjebak Pernikahan dengan CEO

Karena menghindari perjodohan, Elyana kabur dari rumah dan menyamar menjadi seorang pelayan di rumah orang kaya. Naasnya, setelah satu bulan bekerja, ia harus menggantikan anak sang majikan untuk menikah, karena Isabel—pengantin wanita—melarikan diri di hari pernikahannya. Namun, apa yang terjadi selanjutnya? Elyana kaget bukan main ketika melihat siapa pria yang akan menikah dengannya. Dia adalah pria yang sudah merawatnya satu bulan yang lalu. Bagaimanakah nasib Elyana selanjutnya? Akankah pria itu menerima Elyana yang ternyata hanya seorang pembantu? Follow IG author @rymatusya

Tusya_Ryma · 都市
レビュー数が足りません
14 Chs

Maaf

  Di malam hari, David sudah tiba di rumahnya dengan keadaan berantakan. Jas di tubuhnya sudah dilepas, dasi yang melingkar di lehernya masih terpasang namun ia longgarkan sampai ke dada, dua butir kancing atas sudah tidak ada lagi di tempatnya, menghilang entah ke mana. Tuan Muda David yang selalu memperdulikan penampilan, kini terlihat sangat menyedihkan.

"Selamat malam Tuan!" sapa pelayan ketika melihat David masuk ke dalam rumah. Ia mengambil jas di tangan tuannya, lalu membawakan sandal ganti.

"Mau kami siapkan makanan, Tuan?" tanya pelayan, mengetahui keadaan David yang kabur dari pernikahan.

"Tidak perlu. Jangan ganggu aku!" jawab David dengan napas yang sedikit tercium bau alkohol. Lalu, ia berjalan ke dalam rumah, naik ke lantai dua, dan masuk ke dalam kamar. Tidak mempedulikan para pelayan yang ingin melayani dirinya.

Tiba di dalam kamar, David segera melepas semua pakaiannya, membiarkan semuanya berserakan di lantai, termasuk ponsel yang terjatuh dari saku celananya. Ia tidak memperdulikan apapun lagi, segera pergi ke kamar mandi, membersihan seluruh tubuhnya yang terasa lengket dan bau.

Waktu berlalu cukup lama, David keluar dari dalam kamar mandi tepat jam dua belas malam. Setelah ia merilekskan diri dengan berendam air hangat selama satu jam di dalam kamar mandi, emosinya sudah kembali tenang. Pikirannya pun tidak serumit tadi siang. Ia menyadari, apa yang dilakukannya hari ini sungguh sangat konyol.

'Pergi ke klub malam, menghabiskan waktu dengan minum-minum, ditemani para gadis cantik!'

Untung saja, David masih bisa mengendalikan dirinya. Segera pulang ketika para gadis cantik itu mulai menggodanya. Jika tidak, entah apa yang selanjutnya akan terjadi.

Ketika David berjalan masuk ke dalam kamar, ia melihat sebuah ponsel yang amat menyedihkan tergeletak di lantai bersama dengan pakaiannya. Khawatir ada berita penting dari Edwin mengenai pekerjaan, David segera mengaktifkan ponselnya kembali.

Sambil menunggu ponselnya menyala, David segera memakai pakaian tidur, lalu menyisir rambut bergaya "Undercut" dengan panjang rambut medium. Rambut yang masih basah, disisir ke samping, membuatnya terlihat sangat keren.

Setelah selesai, David melihat ponselnya sudah menyala. Di layar ponsel itu terlihat ada sebuah pesan gambar dari Felix, dan beberapa pesan singkat lainnya.

"Mau apa lagi dia? Terus saja menggangguku!" Ia masih saja merasa Felix mengganggunya. Tidak menyadari, bahwa Felix sebenarnya akan memberi dia sebuah informasi yang sangat penting.

David membuka pesan gambar dari Felix lalu melihatnya. Ketika foto dibuka, alangkah terkejutnya ia ketika melihat seseorang yang ada di dalam foto tersebut. Sebuah foto pengantin perempuan di acara pernikahan tadi siang.

"Elyana?"

David segera membaca pesan singkat dari Felix. Pesan itu berbunyi: "Bukankah istrimu ini adalah Elyana? Wanita jalanan yang selama ini kau cari? Mengapa kau meninggalkannya sendirian di acara pernikahan? Aku bisa membayangkan, bagaimana dia nanti membencimu karena kau telah mengabaikannya! Haha!"

Ternyata, pesan singkat yang dikirimnya itu adalah sebuah ejekan.

"Apa Felix sudah bosan hidup?" ia mendengus dengan mengeratkan gigi.

'Tapi, bagaimana bisa ini adalah Elyana yang sama?'

Padahal, tadi, David sempat mengira bahwa wanita yang ia nikahi adalah Elyana yang berbeda. Ternyata ....

"Asih, sial!"

Tanpa membuang waktunya lagi, David segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia mengambil kunci mobil dan pergi mengendarai mobilnya menuju hotel tempat acara tadi siang.

Di dalam mobil, David menghubungi Edwin untuk memastikan semua ini.

"Aish, brengsek! Mengapa kau tidak memberitahuku dari awal? Apa kau sudah bosan hidup, hah?" ucapnya dengan marah, ketika mendengar ucapan Edwin mengenai keadaan tadi siang di acara pernikahan.

"Maaf, Tuan! Anda yang tidak bisa saya hubung—" Belum sempat Edwin menyelesaikan ucapannya, David segera memotong. Membuat Edwin tidak bisa berkata lagi.

"Sekarang kau menyalahkan aku? Kau saja yang tidak becus menjadi asisten pribadiku! Apa kau sudah bosen bekerja denganku?"

"Sekarang, cepat katakan, di kamar nomor berapa Elyana menginap?" tanya David dengan tidak sabar. Masih mengendarai mobilnya menuju hotel.

David tahu, malam ini, ayahnya sudah menyiapkan sebuah kamar untuk mereka menginap. Tapi, karena David tidak perduli, jadi, ia mengabaikan tentang hal itu. Dan sekarang, ia ingin segera tiba di kamar pengantinnya.

Terdengar Edwin menjawab dengan

gugup, "Maaf, Tu-Tuan! Nona Elyana baru saja pergi meninggalkan kamar hotel."

"Hah, pergi? Dari mana kau tahu, Elyana sudah pergi? Jangan-jangan, kau menguntit Elyana di hotel, ya?" tuduhnya pada Edwin.

Itu membuat Edwin tidak enak mendengarnya. Ia dituduh sebagai penguntit istri majikannya sendiri. Sungguh kejam!

"Tuan! Jika saya tidak mengikuti ke mana Nona Elyana pergi, mungkin saja Anda akan segera membunuh saya. Sekarang, taksi yang ditumpangi Nona Elyana mengarah ke jalan selatan. Saya masih menguntit taksi mereka dari belakang," jawab Edwin dengan berani. Ia masih memegang roda kemudi, matanya tertuju pada taksi yang ada di depan mobilnya. Tapi telinga tetap fokus mendengar tuannya berbicara.

"Hah, mengapa Nona Elyana menuju rumah sakit? Apa dia sakit?" bisik Edwin pada dirinya sendiri ketika melihat taksi yang Elyana tumpangi masuk ke sebuah halaman rumah sakit swasta yang ada di pusat kota ini.

"Hanya sakit di dalam hati, apa harus sampai memeriksakan diri ke rumah sakit? Ini sudah jam berapa?" ucapnya lagi, dengan spontan. Tidak menyadari bawah orang dari seberang telepon mendengar semua ejekannya.

'Tidak Felix, tidak Edwin, terus saja mengejekku!'

"Apa kau sudah bosan hidup?" ucap David dengan tajam.

"Tidak, Tuan! Eh, maksud saya, datanglah segera ke rumah sakit pusat. Nona Elyana sudah masuk ke dalam. Saya harus segera mengikutinya. Jika tidak, kita bisa kehilangan jejak Nona Elyana lagi."

Klik!

Edwin mengakhiri panggilan telepon mereka dengan terburu-buru. Menghiraukan David yang berteriak dan memaki dari seberang telepon.

*

Di sebuah kamar rumah sakit, berbaring seorang wanita dengan kepala yang masih dibalut oleh kasa. Ia terlihat lemah, ada infus yang tergantung di sampingnya.

Elyana masuk ke dalam kamar itu dengan perasaan tidak enak. Pasalnya, tadi, ketika ia menghubungi ponsel Arani menggunakan telepon yang ada di kamar hotel, ia mendengar Daniel mengangkat teleponnya, mengatakan bahwa tiga hari yang lalu Arani didatangi beberapa orang suruhan Yuan Louis, mereka menganiaya Arani karena tidak mengatakan keberadaan Elyana pada mereka, hingga gadis itu harus dilarikan ke rumah sakit.

"Apa sekarang kau sudah puas?" sergah Daniel pada Elyana ketika melihat wanita itu masuk ke dalam ruang rawat. Emosinya sedikit naik. "Kau, melibatkan kami dalam masalah pribadimu. Bukan hanya aku dan Arani yang menjadi korban, tapi juga keluargaku! Ayahku dipecat dari pekerjaannya. Bisnis ibuku hancur. Kami harus menjual rumah di kota Lyon. Apakah semua itu tidak ada hubungannya dengan kakekmu? Dan sekarang, kami tidak punya tempat tinggal. Hal buruk apa lagi yang akan kami terima, hah?"

Daniel terlihat sangat marah pada Elyana. Sorot matanya tajam menatap gadis itu, tidak ada lagi keramahan seperti yang terlihat ketika terakhir kali mereka bertemu.

Elyana melangkah pelan menghampiri Daniel. Air matanya berlinang dengan raut wajah penuh penyesalan. Ini bukanlah yang ia inginkan, kabur dari rumah dan mencelakai sahabatnya sendiri. Ini sungguh diluar dugaannya.

"Maafkan aku, Niel! Aku sama sekali tidak berniat mencelakai kalian. Aku juga tidak menyangka, Kakek akan berbuat sejauh ini pada kalian. Aku hanya—"

"Elyana, mengapa tidak kembali saja ke kota Lyon? Jika kau kembali ke sisi kakekmu, mereka tidak akan menyakitu aku dan Arani lagi," ujar Daniel memotong ucapan Elyana.

"Kakekmu akan terus mencari aku dan Arani selama kau tidak kembali ke kota Lyon. Karena dari awal, kamilah yang membantumu kabur!" tambanya lagi.

"Aku minta maaf!" lirihnya di hadapan Daniel. Air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi. "Untuk saat ini, aku belum bisa kembali ke rumah. Tapi aku berjanji, tidak akan membiarkan orang suruhan Kakekku menyakiti kalian lagi. Percayalah padaku!"

Elyana tidak ingin dibenci oleh kedua sahabatnya. Dan, ia tidak ingin, persahabatan yang sudah terjalin selama sepuluh tahun, harus berakhir seperti ini.

"Daniel, percayalah padaku! Aku tidak akan membiarkan, orang suruhan kakekku menyakiti kalian lagi," lirihnya penuh permohonan.

"Sekarang, maafkan aku!" Elyana meraih tangan Daniel, berharap pria itu mau memaafkan dirinya.

Tapi Daniel segera menghempaskan tangannya, membuat Elyana hanya bisa menyentuh udara kosong.

"Sebaiknya, kau segera kembali ke keluargamu, agar kau tidak menyusahkan aku dan Arani lagi."

"Daniel," bisiknya, tidak percaya dengan apa yang sahabatnya itu lakukan pada dirinya.

"Kami akan memaafkanmu jika ... kau kembali dan tinggal di rumah keluarga Louis!" ucap Daniel lagi tanpa rasa belas kasih sedikitpun.

"Aku mohon, jangan menjadikan ini sebagai syarat untuk memaafkan aku! Kita bersahabat sejak lama, kau tidak boleh memperlakukan aku seperti ini!" Tangisannya pecah seketika. Elyana berlutut di lantai, memohon pengampunan dari Daniel—sahabatnya.

"Daniel, aku mohon! Jangan membenciku karena hal ini," ucapnya masih dengan tangisan yang tidak bisa dibendung lagi.

Ketika Elyana masih berlutut dilantai, tiba-tiba pintu kamar ditendang dengan kuat, sehingga menimbulkan suara yang sangat keras.

Elyana segera menoleh ke belakang untuk melihat. Daniel pun melihat sosok yang berdiri di depan pintu kamar dengan aura yang begitu kuat.