webnovel

Bangsal Rumah Sakit

Bangsal Rumah Sakit kali ini mengingatkan Felix pada peristiwa saat sang ibunda jatuh sakit. Semua itu karena ayah Felix yang berselingkuh di belakang sang ibu. Meski sampai sekarang Felix masih tidak mengerti dengan jalan pikiran sang ibu yang tetap memilih setia, ia tak akan pernah lupa peristiwa itu. Peristiwa di mana Felix melihat ayahnya mencumbu wanita lain.

Martha tengah terbaring lemas di atas ranjang Rumah Sakit yang kini ada di depan Felix. Melihat Martha seperti ini, Felix merasa bersalah. Sebenarnya ia cinta pada Martha, tapi itu dulu. Dulu sebelum sang ayah Martha ...

"Ah ... Sudahlah, buat apa aku mikirin Martha. Dia dan keluarganya lah yang membuat ini semua terjadi," gumam Felix dalam hati.

Rasa kasihannya terhadap Martha ditangkis oleh rasa kecewanya yang amat besar pada kedua mertuanya itu. Tatapan Felix penuh amarah ketika mengingat kedua orang tua Martha.

"Felix ..." Akhirnya Martha sadar. Wajahnya pucat dan merasa mual ketika melihat makanan Rumah Sakit yang ada di meja tepat di sampingnya. "Cepat pulih! Jangan sampai kamu merepotkanku lama-lama!" sentak Arian pada Martha.

KREK~~~

"Selamat malam Bapak, Ibu." Satu Dokter dan satu Perawat masuk ke dalam ruangan Martha. Dokter menyampaikan bahwa Martha sudah diperbolehkan pulang tanpa dirawat di Rumah Sakit. Dan, satu hal yang membuat Felix terperanjat hingga seluruh tubuhnya bergetar. "Selamat ya Pak, Bu. Saat ini Ibu Martha sedang mengandung. Dan usia kandungan Bu Martha saat ini sudah menginjak 3 minggu."

DEG~~~

Felix tersenyum getir kalau mendengar pernyataan dari Dokter. Arian dan Martha saling menatap. Ada rasa takut, benci, dan menyesal di wajah mereka. Lalu Dokter pun pamit undur diri dari ruangan Martha.

Felix dan Martha diam terpaku. Suasana ruangan mendadak panas meski AC berada di suhu 17 derajat. Suhu yang cukup dingin untuk ruangan yang tidak terlalu luas. Felix menghempaskan tubuhnya ke papan kursi. Sedang, Martha menatap ke atas langit-langit atap Rumah Sakit.

"Jangan senang dulu kamu!" ujar Felix.

"Apa maksudmu, Felix?" Martha mulai mengucurkan tangisannya kembali. Ia merasa sangat kesal dengan apa yang telah Felix ucapkan. Felix benar-benar tidak punya perasaan.

"Anak yang sedang aku kandung, adalah anakmu

Felix! Apa kamu tidak punya sedikit saja rasa kasihan padaku?" rengek Martha.

"Sudahlah. Lebih baik kita bicarakan soal ini di rumah saja."

Felix dan Martha membereskan barang-barangnya. Lalu Felix pergi sebentar untuk mengurus administrasi.

Sesampainya di rumah, Martha langsung menanyakan semua duduk permasalahan yang menyebabkan perilaku Felix berubah. Tidak seperti saat pertama Arian mendekati Martha.

Felix menggebrak pintu ketika menutupnya. Felix merasa kesal dengan Martha yang sudah bertanya macam-macam, padahal mereka belum sampai kamar. "Oke! Tapi, setelah kamu mengetahui semuanya, kamu harus menuruti semua perkataanku!" Felix membentak Martha seraya menarik tangan Martha ke kamar.

"Duduk!" teriak Felix. Martha menuruti perkataan Felix. Hanya itu yang dapat Martha lakukan agar Felix berkata jujur padanya.

"Semua ini berawal dari perkataan ayahmu!"

"Apa maksudmu? Ayah? Ada apa dengannya?"

"Iya. Ayah dan ibumu yang gila harta itu! Aku tidak suka kepada mereka yang selalu merendahkan orang lain di depanku. Bahkan, mereka menghina mantan pacarmu Adrian hanya karena mereka ingin aku menikahimu. Yang mereka tahu, aku adalah seorang CEO. Tapi, sekarang kamu tahu kan? Aku tidak punya semua itu," jelas Felix.

Martha memerhatikan Felix yang mondar-mandir ketika berbicara, ia juga tidak berani menatap wajah Martha. Tentu, hal itu membuat Martha tidak mudah percaya dengan Arian. Martha merasa Felix berbohong.

"Jadi, hanya karena kamu tidak menyukai kedua orang tuaku, lantas kamu bisa seenaknya menyiksaku seperti ini?" Martha berdiri dan memukul-mukul dada Felix. Ia menjerit tidak terima dengan apa yang Felix lakukan terhadapnya.

Pertengkaran hebat antara Felix dan Martha sangat sulit menenangkan keduanya. Martha yang marah besar pada Felix membuat rasa cintanya melebur begitu saja terbawa arus kebencian yang menyala-nyala dalam hati Martha.

Felix terpaksa menyembunyikan alasan yang sebenarnya dari Martha. Tujuan Felix adalah membuat Martha benci padanya sehingga tidak ada lagi kata cinta bertepuk sebelah tangan di antara mereka.

Felix pun pergi meninggalkan Martha yang sedang menangis di kamar. Ia pergi ke Shelter Club tempatnya mencurahkan segala keluh kesah lewat minuman alkohol yang selalu membawanya terbang meninggalkan masalah-masalah yang menumpuk. Felix sengaja memberi ruang untuk Martha berpikir akan hubungan mereka berdua.

"Saat ini, hubunganku dengan Martha sudah berada di ujung tanduk. Aku akan siap menerima apapun keputusan yang akan di ambil oleh Martha,' bisik Felix dalam hati yang sedikit mengganggu fokus Felix ketika menyetir mobil.

Laki-laki yang penuh amarah itu akhirnya sampai di Shelter Club. Seperti biasa, ia duduk di depan bar dan memesan minuman beralkohol. Wanita-wanita penghibur pun datang mendekati Felix. Namun, Felix menolak mereka karena ia sedang tidak berselera ditemani siapapun.

Waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Padahal, Felix baru saja pulang dari club ini. Sekarang, ia sudah berada lagi di Club favoritnya. Samar terlihat wajah Andrean yang sedang mabuk berat dengan ditemani dua wanita penghibur di samping kiri dan kanannya.

Felix berjalan menemui Andrean. "Bro! Lo balik lagi ke sini?" Andrean memancarkan tatapan kesal pada Felix. Ia mabuk berat dan memicu emosinya meluap terhadap Felix. Andrean berdiri seraya melipat kedua jarinya yang sudah tak tahan ingin memukul Felix.

ARGH~~~

Andrean pun tidak bisa membendung rasa kesalnya pada Felix. Ia menonjok wajah Felix hingga memar. "Apa-apaan sih Lo, Andrean?"

"Awas ya kalau sampai gua dengar Sarah terluka karena Lo, gua nggak akan segan-segan buat habisi Lo!"

Lalu security datang memisahkan pertengkaran yang sedang terjadi antara Felix dan Andrean. Mereka pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Felix bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada Andrean. Sebenarnya apa hubungan Sarah dan Andrean.

Felix merasa, ia harus bicara dengan Sarah soal ini. Karena Felix tidak mungkin menanyakan pada Andrean yang sedang meradang. Di perjalanan pulang, Felix menghubungi Sarah. Ia tidak peduli dengan waktu yang sudah menunjukkan pukul 02:30 dini hari.

"Semoga Sarah menjawab teleponku."

"Ayo ... Sarah angkat teleponnya!" gumam Felix saat sedang menunggu jawaban telepon dari Sarah.

"Halo ...."

"Akhirnya, kamu angkat teleponku. Sarah, besok apa bisa kita bertemu di Alabama Kafe jam 2 siang?"

Dengan mata mengantuk, Sarah mengiyakan ajakan Felix. Tanpa ber lama-lama, mereka mengakhiri percakapannya dengan kata, sampai jumpa.

Alabama Kafe

Felix dan Sarah datang secara bersamaan, mereka bertemu di parkiran dan langsung menuju meja yang telah di pesan oleh Felix. Selalu saja, Felix terpesona dengan kecantikan Sarah yang selalu berhasil membiusnya tanpa sadar.

Sarah sangat penasaran dengan topik pembicaraan Felix.