webnovel

Tergoda Wanita Penggoda

Di usianya yang sudah 25 tahun, Anita tak kunjung menemukan juga seorang pria yang mau mempersunting dirinya. Bukan karena ia jelek ataupun tak sempurna, hanya saja para lelaki di desanya tidak berani untuk mendekati Anita karena Anita merupakan putri tunggal seorang juragan yang begitu kaya raya. Kesal karena tak ada lelaki yang mau dekat dengannya, akhirnya Anita pun seringkali bertindak duluan. Anita sering menggoda lekaki yang ia temui di jalan. Akbar, seorang pria beristri namun sudah lama ini istrinya tak pernah pulang ke rumah karena memilih pergi dengan pria yang lebih muda dari Akbar. Dia sudah berusia 40 tahun. Memiliki begitu banyak bulu tipis di sekitaran dada bidang miliknya. Akbar adalah lelaki yang menjadi korban Anita. Setiap kali Akbar berjumpa dengan Anita, pasti Anita selalu saja menggodanya membuat Akbar menjadi tergoda.

Euis_2549 · 都市
レビュー数が足りません
20 Chs

Jodoh Pasti Bersatu

'Dia ... mengapa dia berkata seperti itu? Apa dia tahu tentang pengkhianatan itu? Eh, tapi ya tidak mungkin juga lah dia tahu tentang hal itu. Memangnya dia tahu dari mana coba? Tapi kok hatiku ini rasanya sakit sekali saat dia berucap begitu. Siska ... mengapa kamu begitu tega padaku, Siska? Kamu telah membuatku terluka. Namun bodohnya aku tetap cinta. Aku tetap mencintai dirimu. Argh ... kamu jahat, Siska'. Batin Akbar.

Hampir saja Akbar akan mengeluarkan air matanya. Dia terlalu sakit jika mengingat hal itu. Pengkhianatan yang begitu besar telah diberikan oleh istrinya pada dirinya.

Sampai saat ini, Akbar masih ingat betul kejadian dia memergoki Siska tertidur tanpa busana di dalam kamarnya dengan pria lain. Hal itu jelas membuat hati Akbar sakit dan juga teriris.

"Abang, mengapa Abang malah melamun? Ada apa ini, Bang?" tanya Anita.

"Sudahlah, kamu ga usah bahas masalah ini," ucap Akbar yang ingin segera mengakhiri obrolannya dengan Anita.

"Kenapa memangnya, Bang?" ujar Anita.

"Karena Abang ga mau bicara sama orang kayak Neng," celetuk Akbar.

"Sekarang aja Abang bilang kayak gitu, Bang. Coba beberapa hari lagi, ukh ... Anita sih yakin ya, Bang, Abang pasti akan kecanduan ngoborol sama Anita," ucap Anita dengan penuh percaya diri.

"Idih ... pede amat kamu, Neng," cicit Akbar.

"Bukan pede, Bang, tapi itu hanya sebuah tebakan. Dan Anita sangat yakin kalau tebakan Anita itu pasti seratus persen benar. Kita lihat saja nanti," tantang Anita.

"Enggak! Kayak orang yang ga ada kerjaan aja lihat begituan," kesal Akbar.

"Eh, Abang beneran udah nikah ya, Bang?" tanya Anita yang mulai membahas tentang masalah itu kembali.

"Iya, sudah. Kenapa sih Neng tanya mulu masalah itu? Kan sudah Abang bilang, kalau Abang itu ya udah nikah. Hentikan pembahasan tidak penting ini sampai di sini, Neng!" tegas Akbar.

"Hm ... baiklah, Bang. Sesuka hati Abang ajalah. Anita harus belajar nurut sama Abang. Patuhi kata-kata Abang. Kan nanti kalau Anita udah jadi istri Abang, Anita sudah terbiasa dengan hal itu. Iya kan, Bang?" tutur Anita.

"Nggak! Ga gitu juga. Itu salah! Kamu ga mungkin jadi istri Abang. Sangat ga mungkin!" ucap Akbar.

"Abang jangan putus semangat gitu dong, Bang. Yakinlah jodoh pasti bersatu. Cinta kita pasti yang nantinya akan menang, Bang. Abang ... Abang, Anita cinta Abang. Hihi," goda Anita.

"Astaga ... kok kamu bisa-bisanya sih berucap seperti itu dengan mudahnya kepada laki-laki?" ucap Akbar.

'Hm .... aku tahu betul wanita seperti apa dia itu. Dia adalah seorang wanita yang tidak tahu arti cinta yang sesungguhnya. Makanya dia bisa asal nyatain cinta. Kalau dia paham dan mengerti arti cinta yang sesungguhnya, dia pasti akan berpikir terlebih dahulu sebelum mengungkapkan cinta kepada seseorang. Ini dia padahal baru ketemu sama aku, jangankan kenal, ketemu aja baru. Tapi dia bisa-bisanya bilang cinta. Dasar wanita aneh'. Batin Akbar.

"Ya gapapa lah, Bang. Memangnya mengapa? Anita itu bukan tipe orang yang munafik. Kalau cinta ya bilang cinta. Ga usah cinta tapi sok-sokan berucap tidak. Lebih baik diucapkan secepatnya daripada nanti keburu nyesel karena Abang keburu diambil orang," papar Anita.

"Mulai lagi dah," kesal Akbar.

Tak seberapa lama kemudian, Pak Amir pun datang ke sana.

Pak Amir melihat ada Anita yang sedang menemami Akbar. Rasanya Pak Amir sampai tidak percaya karena hal itu. Dia merasa begitu senang karena akhirnya putrinya yang begitu ceria kembali lagi seperti semula.

"Loh, Nak ... Anita sayang, kamu ada di sini ternyata, Nak," ucap Pak Amir dengan wajah yang berbinar senang.

"Hehe ... iya dong, Pak. Ada tamu seganteng ini masa Anita cuekin sih. Kasihan loh, Pak," celetuk Anita.

"Ahaha ... kamu ini kebiasaan deh, Sayang. Oh iya, kalian sudah kenalan belum?" tanya Pak Amir.

"Tidak perlu kenalan kok, Pak. Tanpa kenalan pun kami sudah saling mengenal. Bapak tahu ga kenapa?" tanya Anita.

"Kenapa, Sayang?" tanya balik Pak Amir.

"Itu karena hati yang berbicara, Pak. Hatiku dan hatinya Bang Akbar itu sudah saling memgetahui pemiliknya satu sama lain. Jadi ga perlu lagi tuh kenalan-kenalan segala. Apalagi kita juga sudah bisa mengenali anggota tubuh kita yang hilang masing-masing, Pak. Anita tahu kalau Bang Akbar itu tulang punggungnya Anita yang selama ini hilang dan selama ini Anita selalu mencarinya. Bang Akbar juga tahu kok kalau Anita adalah tulang rusuknya. Iya kan Abang? Abang, Abang, Abang ... aww, Abang jawab dong. Jangan diem-diem terus kayak gitu. Abang malu-malu tapi mau nih. Abang ... ga usah malu. Malu-malu kucing ya, Bang? Aduduh ... imutnya calon suamiku," cicit Anita.

"Astaga ... Nak, udah Sayang, kamu jangan godain tamu Bapak kayak gitu. Kasihan dia jadi merasa terganggu gitu, Nak," ucap Pak Amir.

Sementara Akbar hanya bisa menunduk saja. Rasanya dia sangat kesal dan begitu ingin meluapkan kekesalannya itu, hanya saja itu sangat tidak mungkin jika ia lakukan. Jika saja tidak ada Pak Amir, mungkin saat ini Akbar pasti akan memarahi Anita.

'Hufh ... sabar Akbar, sabar. Tahan emosimu. Ini anak bener-bener ya. Nguji kesabaranku banget'. Batin Akbar.

"Akbar, maafin anak Abang ya. Dia memang seperti itu. Suka bercanda orangnya. Jadi tolong dimaafin," ucap Pak Amir.

"Iya, Bang. Tidak apa kok. Saya dapat memakluminya. Namanya juga anak-anak," jawab Akbar dibarengi dengan senyuman yang begitu dipaksakan.

"Ikh ... nggak loh. Anita tadi ga bercanda. Anita serius. Bang Akbar, Anita itu bukan anak-anak. Anita adalah gadis dewasa. Dewasa, Bang! Abang harus tahu akan hal itu. Anita udah dewasa dan udah sangat siap jika nanti Abang melamar Anita. Hehe ... Anita sangat siap loh, Bang. Jadi kapan dong Abang lamar Anita, Bang? Jangan lama-lama ya, Bang. Nanti Anita keburu tua," kelakar Anita.

"Sssttt ... Anita sayang, udah ah, Nak. Kamu ini ya, bercanda mulu," ucap Pak Amir.

"Ikh ... Bapak ih, Anita ga bercanda. Kan tadi Anita sudah bilang, Pak, Anita itu serius. Bahkan sangat serius loh, Pak," kekeh Anita. "Anita itu ga pernah main-main dalam hal cinta," lanjutnya.

"Ahaha ... kamu ya, kekeh banget. Udah Nak, mending sekarang kamu ajakin Bang Akbar makan siang dulu gih. Sana kalian berdua makan dulu," titah Pak Amir.

"Kya ... iya, Pak. Siap, dengan senang hati Anita pasti akan ajakin Bang Akbar. Asik, asik ... akhirnya kita bisa kencan makan romantis berdua ya, Bang. Hihi," cicit Anita.

"Tidak usah repot-repot kaya gitu, Bang Amir. Saya sudah makan kok. Dan sekarang saya masih sangat kenyang," bohong Akbar. Padahal saat ini perut Akbar begitu keroncongan menahan lapar.