webnovel

Part 7

"Ray, katanya udah dapet bos barunya ya?" tanya salah satu karyawan cowok di café itu.

"Heeh." Raymond hanya mengangguk iya.

"Terus kok bosnya belum datang?" tanya heran karyawan itu.

"Bentar lagi kali, lagian diluar hujan. Mana tau bos kita nggak bawa paying," ujar malas Raymond.

"Udah 15 menit ini kita nungguin masalahnya. Masa bos telat sih?"

"Lo tuh nggak bisa sab-,"

Lonceng pintu café berbunyi disaat Raymond sedang memarahi salah satu karyawan yang berisik, mata Raymond dan karyawan yang lain langsung menatap pintu café. Lonceng pintu café berbunyi berarti menandakan ada seseorang yang akan masuk ke café V&W ini.

"Sorry saya baru datang," ujar gue yang masuk ke dalam café dan menurunkan Nathan.

"Kamu Vino Lee kan?"

"Ya, benar saya sendiri Vino. Maaf atas keterlambatan saya," kata gue sambil menunduk.

"Aa, gpp. Kami juga nggak nunggu lama kok."

"Hahaha, baik kalian boleh duduk semuanya. Saya akan langsung memperkenalkan nama saya," ucap gue mempersilahkan karyawan yang daritadi berdiri untuk duduk dengan tenang dan rapi.

"Baik pak."

"Selamat siang semuanya! Mungkin dari kalian sudah ada yang tau nama saya dan ada juga sebagian dari kalian yang belum mengenal saya, maka dari itu saya meminta waktu kalian untuk saya memperkenalkan nama saya. Perkenalkan nama saya adalah Vino Lee, saya penanggung jawab dan sekaligus bos baru kalian disini. Sebelumnya saya juga pernah menjadi penanggung jawab café ini tidak lama, jadi pada kesempatan kedua kalinya, saya akan melakukan café ini dengan benar supaya café ini akan maju dan bahkan bisa mendapatkan profit café yang lebih tinggi dari biasanya. Baiklah itu adalah perkenalan saya secara resmi untuk kalian, saya harap kita bisa membangun café ini bersama. Apa ada pertanyaan dari kalian tenntang diri saya?" gue menjelaskan panjang lebar.

"Maaf pak sebelumnya, maaf jika saya lancang. Kalau kita boleh tau yang disebelah bapak siapa ya?" tanya karyawan cewek menatap Nathan dengan mata berbinar-binar,

"Oh ini, yang disebalah saya adalah Nathan Lee, cucu ke-4 dari orang yang merancang pembukaan café ini. Tapi sayangnya beliau belum sempat melihat cucu ke-4," jelas gue dengan memegang dada.

Entah kenapa ada alasan gue harus memegang dada, entah ada perasaan yang mengajal di dalam dada gue. Sakit? Ya pasti, rasanya seperti dada gue ingin melompat keluar dari tubuh gue. Gue mencoba menahan rasa sakit di dada gue, gue pengen suatu saat ketika gue ngomong tentang kakek.. perasaan sakit di dada gue sudah leyap.

"Bapak tidak apa-apa?" tanya semua karyawan yang khawatir saat ngeliat gue memegang dada.

"I-iya, saya gpp. Mohon panggil saya dengan nama saja."

"Baik tuan Vino," masih ada diantara mereka memasang wajah cemas di raut wajah mereka.

"Giliran kalian yang memperkenalkan diri kalian sama saya." Gue menarik kursi dan melipatkan kedua tangan gue di meja.

"Mulai dari saya Raymond, di sebelah kiri saya Reyhan, bla, bla, bla…."

***

"Nathan mau makan nggak?" tanya Vino yang sudah pindah ke ruang kerja sendiri.

"Nggak mau," bicara Natham dengan mengecurut bibirnya.

"Nathan kenapa kesal sama Papa? Apa karna Papa datang telat atau papa langsung bawa Nathan ke café?" tanya Vino bertanya sembari melihat dokumen-dokumen yang menumpuk di meja kerjanya.

"Hmmm.. harusnya hari ini kan jadwalnya Papa main sama Nathan!!" geram Nathan.

"Emang Nathan mau main apa sama Papa?" Vino melihat adik tersayangnya duduk seperti bos perusahaan tertinggi.

"Nathan nggak mau main, maunya gulali!!" jawab cepat dari Nathan.

"Gulali?" Vino mengerutkan alisnya.

"Tuh kan, Papa nggak mau beliin."

Vino menarik diri dari kursi kerjanya dan berjaln ke arah Nathan. Vino langsung ambil lutut menyiratkan tindakan berlutut atau menekuk lutut, seperti biasanya Vino akan tersenyum ke malaikat kecilnya dan mengelus kepala adiknya yang membuang muka darinya.

Vino sama sekali tidak bisa menolak perintah dari adiknya sendiri, meski dia ingin menolak keras perintah adiknya. Tapi perasaan apa yang ada di hatinya sampai dia nggak bisa menolaknya, mungkin karena wajah adik kecilnya ini seperti wajah kakeknya saat masih kecil.

Vino pernah sekali dikasih tunjuk foto kakeknya saat masih berumur seperti Nathan, Vino selalu terbayang wajah kakeknya saat melihat wajah Nathan. Maka dari itu dia tidak bisa menolak perintah dari adiknya sendiri. Wajah cemburut Nathan yang tadi berubah menjadi raut wajah senang dan Bahagia, ketika Vino mengulurkan tangannya.

"Nathan mau jalan atau Papa gendong?"

"Gendong," suara imut Nathan.

"Ya ampun lucu banget sih," pipi Vino memerah dan dalam waktu yang sama ia terbatuk kecil. "Oke sini, sini." Vino membuka badannya untuk Nathan.

Nathan melompat ke Vino. "Let's go!!"

***

Suara ponsel gue berdiring dan itu dari café. Padahal belum lama gue menginjakan kaki keluar dari café, tapi udah ada aja telephone dari café. Ya mau nggak mau gue harus angkat sambil menggendong Nathan, mana tau ada yang penting ingin disampaikan.

"Halo, disini Vino. Ada yang bisa saya bantu?" gue mengangkat telephone dari café.

"Halo Vin, saya Raymond, manager café V&W. Saya mau nanya untuk laporan keuangan café bulan ini saya taruh dimana ya Vin?" tanya sopan Raymond.

"Oh, untuk soal laporan keuangan café taruh saja di meja saya. Nanti saya akan kasih langsung besok ke Pak Rudy nya. Oh ya mumpung saya ingat.. saya minta data-data karyawan yang pernah kerja di café V&W," jawab gue.

"Baik, saya akan taruh di meja anda."

"Terima kasih"

Gue menutup ponsel gue dan melirik ke Nathan yang sudah menatap tajam saat gue mengangkat telephone dari café, gue cepat-cepat memasukkan ponsel ke dalam saku celana, agar Nathan tidak terlalu marah sama gue. Tapi ya, yang namanya jalan-jalan sama tuan muda ke empat dengan sifat posesif-nya ini, gue sampai terlambat menyadari Nathan daritadi menatap gue.

"Hahaha, Papa minta maaf ya Nathan. Tadi ada sedikit kerjaan di café yang belum Papa beresin, Nathan nggak marah kan sama Papa?" ucap gue merasa bersalah.

"Nggak," jawab Nathan singkat.

"Anak Papa kok marah sama Papa sih? Nanti Papa sedih loh kalau Nathan marah sama Papa kelamaan," bicara gue serupa ekspresi sedih.

"Nggak tuh!" ucap Nathan dengan kecut.

"Hmmm, yaudah. Papa minta maaf sama tuan muda ke empat yang Papa hormati dan Papa sayangi," perkataan gue secara tiba-tiba.

Nathan hanya mengangguk iya dan memalingkan wajahnya dari gue, gue cuman bisa menghela nafas panjang dan mengantri gulali dengan hening untuk Nathan. Tak lama setelah Nathan tidak mau berbicara sama gue, akhirnya Nathan membuka juga mulutnya.

"Papa, Papa." Nathan menarik kecil baju gue.

"Hmmm?" gue mendesah kecil.

"Warna kesukaan Kakek apa pa?" celetuk Nathan tiba-tiba, sehingga membuat gue terkejut dengan pertanyaan dari Natham

"Nathan, kok tiba-tiba tanya warna kesukaan Kakek?" tanya gue bingung.

"Mau dibuat di gulali." Nathan menjawab.

"W-warna kuning," kata gue dengan lemas dan terbata-bata.

"Dad are you okay" khawatir Nathan ketika mendengar suara gue yang lemas dan juga terbata-bata.

"No, I'm fine."

***

Bersambung ~