Putih
Yang kulihat sejauh mata memandang hanyalah putih, aku merasa terasingkan disini. Waktu berlalu, tetapi seakan tidak bergerak, aku bahkan tidak dapat membedakan waktu, tidak ada kegelapan malam, hanya putih.
Berapa lama aku disini, aku tidak ingat.
Mengapa aku ada disini, aku tidak ingat.
Siapa aku disini, aku tidak ingat.
Bukankah pengkotbah atas nama tuhan itu berbicara tentang setelah kematian ada sebuah pengadilan, atas kebajikan dan dosa mereka.
Tetapi tidak ada siapa pun.
Hanya putih
Aku mencoba menutup mataku, tetapi gagal
Aku mencoba berteriak, tetapi gagal
Ya suaraku tidak mau keluar, seperti disegel.
...
Ya aku sudah tidak peduli lagi.
Kemudian aku tersadar, aku kehilangan kesadaran ku sejenak. Tetapi masih ruangan putih ini yang ku lihat, tubuhku mulai terkulai, dan mulai memudar, tubuh ku seolah olah mulai berintegrasi dengan ruangan ini.
Tetapi hanya satu hal yang bisa kuingat
Yang terakhir kali ku ingat saat itu hanyalah teriakan satu rekan tim ku.
Ya kami gagal menaklukkan permainan itu.
Saat aku mulai menyerah muncul seseorang didepan ku.
Seorang anak lelaki muda berambut biru, umurnya mungkin baru 11 tahun, tetapi tatapannya sudah mati, luka ditubuhnya yang seharusnya tidak berada di seorang anak kecil, luka bakar di mata kirinya, luka cekik di lehernya, dan bekas luka di jari tangan kirinya yang terpelintir.
Ia berbicara
"Hey apa salahku sebenarnya, mengapa mereka membenciku hanya aku terlahir tanpa sistem,mengapa tidak ada yang membantuku, hey apa kamu mau berganti dengan ku ?, aku sudah tidak kuat, kumohon"
Aku hanya bisa diam, bahkan jika ingin aku tidak bisa bersuara.
Kemudian anak ini perlahan menghilang
Aku tidak berani menolongnya, bahkan jika ingin aku tidak berani. Ya aku hanya seorang pengecut.
Aku tidak berani mencoba berada di posisinya.
Dalam hatiku hanya berbicara
"Maafkan aku"