webnovel

Sweet Man

Arata Yoshida, seorang pria berusia dua puluh delapan tahun yang menjalankan sebuah kafe di distrik shibuya dekat universitas 'A'. Arata selalu dikira duda tampan oleh pelanggan, karena putri sulung dari kakak perempuannya yang tinggal bersamanya selama beberapa tahun dan selalu memanggilnya 'Papa'. Kenyataannya, Arata hanyalah seorang pria tampan dan mapan dengan status lajang yang menunggu kehadiran seseorang yang ditakdirkan untuknya. Berharap bisa hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, seperti yang dirasakan kakak perempuannya.

DGiunia · アクション
レビュー数が足りません
8 Chs

Sweet Man 04

"Hei, Nao-kun! Sehabis jam kuliah kamu tidak ada jadwal lain bukan? Ayo kita pergi bersenang-senang dengan para adik kelas!" Ucap seorang remaja laki-laki yang baru saja datang menghampiri Naoki di mejanya saat dosen sudah keluar dari kelas mereka.

Naoki menggelengkan kepalanya pelan. "Mulai hari ini dan seterusnya, aku harus bekerja paruh waktu lagi."

Remaja laki-laki yang mendengar perkataan Naoki mengerutkan dahinya heran. "Kamu mencari pekerjaan paruh waktu lagi? Bukankah kamu sudah mendapatkan dana dari beasiswa? Jadi untuk apa bekerja paruh waktu lagi?"

Naoki memilih untuk tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh temannya dan dirinya pun berjalan meninggalkan ruang kelas.

Remaja laki-laki yang pertanyaannya belum di jawab oleh Naoki pun terus membuntutinya.

Naoki yang mulai merasa risih diikuti oleh teman sekelasnya pun, memilih berhenti melangkah dan kini dirinya berdiri tepat berhadapan dengan remaja laki-laki itu.

"Bisa kamu berhenti mengikuti ku? Itu sangat menganggu."

Remaja laki-laki yang secara tidak langsung disebut sebagai penganggu oleh Naoki pun langsung memasang wajah pura-pura tersakiti.

"Perkataan mu itu sungguh sangat melukai hatiku Naoki-kun."

Naoki menghela nafasnya panjang. "Tanpa aku menjawab pertanyaan mu tadi, kamu pasti sudah sangat jelas tahu apa yang menjadi alasan untuk ku mencari pekerjaan paruh waktu."

Remaja laki-laki itu kini sudah mengubah ekspresinya kembali, lalu menghela nafa panjang. "Jangan bilang pria itu kembai mengusik dirimu dan merampas semua dana beasiswa untuk kehidupan sehari-hari mu?"

Naoki memilih untuk tidak menjawab dan kini dirinya kembali melangkahkan kaki menyusuri koridor.

"Baik, tanpa kau jawab sepertinya aku tahu apa jawabannya. Lalu kamu sekarang bekerja paruh waktu dimana?" Tanya remaja laki-laki yang kini menyamakan langkah kakinya dengan Naoki.

"Di cafe dekat kampus. Aku melihat ada banyak mahasiswi dari kampus kita yang datang berkunjung ke sana dan kebetulan mereka sedang mencari pekerja paruh waktu tambahan." Jawab Naoki yang kini sudah duduk di meja ruang kelas mata kuliah selanjutnya.

"Begitu, baiklah. Semoga kamu nyaman dengan lingkungan kerja yang baru. Ku harap pria itu tidak mengetahui jika kamu sudah mulai bekerja paruh waktu dan mengacaukan semuanya lagi."

Naoki mengepalkan tangannya kuat, mendengar perkataan teman sekelasnya itu.

"Tidak akan kubiarkan pria itu kembali membuat masalah di tempat ku bekerja."

***

Naoki yang baru saja selesai mengantarkan pesanan kepada pelanggan, mengerutkan dahi heran saat merasakan ujung seragam kerjanya seperti ditarik-tarik oleh seseorang.

"Oniisan? Apa kamu pegawai baru di café milik papa?"

Naoki yang kembali merasakan ujung seragam kerjanya di tarik-tarik dan bersamaan dengan dirinya mendengar suara seorang anak kecil pun langsung menundukan kepalanya.

"Oniisan? Jawab Chi-chan. Apa kamu pegawai baru? Ini baru pertama kalinya aku melihat mu."

Naoki terdiam di tempatnya berdiri saat dirinya mendapati sosok gadis kecil yang masih berbalutkan seragam taman kanak-kanak tengah mengangkat kepala untuk menatap dirinya dari bawah dengan sorot mata berbinar.

"Ya, aku pekerja paruh waktu baru disini." Jawab Naoki yang kini sudah mensejajarkan dirinya dengan tinggi badan gadis kecil tersebut.

"Pantas. Apa kamu melihat papa Chi-chan? Chi-chan mau menunjukan surat perjalanan wisata dari sekolah." Tanya gadis kecil itu lagi, kali ini sambil menujukan selebar kertas ke hadapan Naoki.

"Papa? Apa orang tua mu bekerja disini?" Tanya Naoki kembali karena dirinya sama sekali tidak tahu siapa rekan kerjanya yang sudah menikah dan memiliki gadis kecil menggemaskan di hadapannya.

"Maaf, Chi-chan lupa jika Niisan pegawai baru. Papa Chi-chan adalah pemilik café ini dan suka membelikan banyak mainan, baju dan juga camilan manis untuk Chi-chan. Papa memiliki rambut berwarna cokelat muda dengan panjang sebahunya." Jawab gadis kecil sambil memperagakan apa yang dirinya katakan.

Naoki yang mengerti siapa sosok yang dimaksud oleh gadis kecil dihadapannya pun menganggukan kepala mengerti.

"Apa papa mu itu Arata-san? Jia benar, dia saat ini sedang berada diruang kerjanya. Apa kamu mau aku antarkan?" Tanya Naoki lagi memberikan tawaran pada sang gadis kecil.

Gadis kecil itu terdiam sesaat sebelum dirinya menganggukan kepala. "Jika itu tidak menganggu pekerjaan Niisan, Chii-chan mau."

Naoki menganggukan kepalanya pelan dan kini dirinya langsung menggendong tubuh gadis mungil itu untuk menuju ruang kerja Arata yang berada di lantai tiga.

Sesampainya di depan ruang kerja milik Arata, Naoki mengetuk pintu ruangan kerja tersebut sampai terdengar suara balasan dari dalam ruangan untuk menyuruhnya masuk.

Ceklek..

"Permisi Arata-san." Ucap Naoki saat dirinya sudah berada di dalam ruang kerja Arata.

Arata yang baru saja selesai mengakhiri panggilan melalui ponselnya langsung mengulaskan senyum cerah diwajahnya dan berjalan menghampiri Naoki dan gadis kecil yang masih berada di dalam gendongan.

"Chin-chan, ayo turun dari gendongan Naoki. Kamu kan sudah besar." Ujar Arata yang kini mengambil alih tubuh sang gadis kecil untuk di gendongnya.

"Bukan Chi-chan yang ingin di gendong pah, tapi Oniisan sendiri yang menggendong Chi-chan." Bela sang gadis kecil tidak senang sambil mencebikan bibirnya.

Arata yang kurang percaya dengan perkataan keponakan kecilnya itu mengalihkan tatapan kepada Naoki.

Naoki yang menyadari tatapan Arata, menganggukan kepalanya pelan. "Benar apa yang dikatakan Chi-chan. Saya yang memang ingin menggendongnya."

Arata terdiam sesaat sebelum dirinya menganggukan kepala. "Baiklah kalau begitu. Terimakasih sudah mengantar gadis kecil ini keruangan ku. Kamu boleh kembali bekerja, Naoki-kun."

Naoki menganggukan kepalanya singkat, lalu membungkukan badan sebentar sebelum dirinya berjalan keluar ruang kerja Arata.

Setelah meliat Naoki benar-benar sudah keluar dari ruang kerjanya, Arata pun menurunkan tubuh sang gadis kecil keatas sofa.

"Bagaimana keseharian mu selama di taman kanak-kanak?" Tanya Arata sambil membantu sang gadis kecil melepas tas dan topi sekolahnya.

Dengan senyum cerah terulas diwajahnya, sang gadis dengan menggebu-gebu menjawab pertanyaan Arata dan menceritakan apa saja yang dirinya lakukan di taman kanak-kanak bersama teman-temannya.

"Oh iya. Papa, lihat! Dari sekolah akan mengadakan karya wisata ke kebun binatang!" Seru sang gadis kecil mengulurkan selembar kertas kepada Arata.

Dengan rasa penasaran, Arata pun mengambil kertas tersebut dan membacanya.

"Sensei bilang, aku harus mengajak satu orang wali untuk ikut menjaga kami selama karya wisata. Papa bisa ikut hadirkan pada hari itu?" Tanya gadis kecil dengan sorot mata berbinar menatap Arata.

Arata yang baru saja melihat jadwal karya wisata, menghela nafas panjang. "Sayang sekali, aku memiliki acara penting di hari ini."

Gadis kecil yang mendengar perkataan Arata langsung melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kenapa setiap sekolah Chi-chan mengadakan karya wisata, papa selalu tidak bisa datang?!"

Arata yang diberi pertanyaan seperti itu, mengusap tengkuknya pelan. Dirinya juga tidak tahu mengapa, setiap ada acara karya wisata dari taman kanak-kanak dirinya pasti selalu sudah memiliki janji penting.

"Ehm, itu. Aku juga tidak tahu mengapa bisa begitu. Nanti aku akan bertanya pada Keiko, apa dia bisa menemanimu atau tidak."

Masih sambil melipat kedua tangannya di depan dada, sang gadis kecil menggelengkan kepalanya. "Oneechan tidak bisa, dia bilang ada keperluan lain dan papa sudah tahu itu."

Arata mengerutkan dahinya heran. "Baiklah jika begitu. Aku akan bertanya kepada yang lain apakah bisa untuk menemanimu. Karena aku benar-benar sudah memiliki janji penting. Kamu bisa bertanya kepada Ayah mu."

Sang gadis kecil semakin menekuk wajahnya kesal. "Lebih baik aku tidak ikut jika papa tidak ingin menemaniku!"

Arata menghela nafasnya panjang. "Baiklah, baiklah. Aku akan membahas ini dengan ayah mu. Tetapi aku tidak berjanji akan bisa menemanimu karya wisata."

"Pokoknya papah harus bisa ikut! Jika tidak, aku akan berhenti berbicara dengan papah!"

Bukannya terlihat takut atau merasa terancam, Arata justru mengulaskan senyuman gembiranya. "Itu bagus! Aku akan merasa sangat terbantu jika kamu akan berhenti berbicara dengan ku.

Dengan sorot mata kesal, gadis kecil berdiri dari duduknya lalu langsung menarik rambut Arata yang sedang terikat.

Arata yang mendapat serangan tiba-tiba pun mengerang kesakitan.

"Papa harus mendapat izin dari Ayah bagaimana pun caranya!" Seru sang gadis kecil semakin menarik rambut Arata.

Arata yang merasa jika rambutnya akan banyak terlepas pun menganggukan kepalanya cepat. Dirinya tidak mau di usianya saat ini harus mengalami kebotakan.

"Baik, baik. Aku akan bernegosiasi dengan ayah mu. Tapi lepaskan cengkraman tangan mu pada rambut ku."

Dengan cepat sang gadis kecil langsung melepaskan cengkraman tangannya dari rambut Arata. "Pokoknya papah harus mendapat izin dari ayah!"

"Ya, ya, ya. Aku akan berusaha." Ujar Arata sambil berlalu menuju meja kerjanya.

"Hah, dia benar-benar menuruni sifat bar-bar neechan."