webnovel

Surga Kecil

Alexandrite, seorang gadis remaja, dijual oleh bibinya ke tempat prostitusi. Demi membayar utang bibinya, Alexa harus menjual dirinya pada para lelaki hidung belang. Namun satu bulan berlalu, Alexa tiba-tiba ditebus dan dibeli oleh seorang pengusaha muda, lalu dipekerjakan sebagai pelayan di kediamannya. “Kenapa Tuan menjadikan saya pelayan di tempat ini?” “Apa kau berharap lebih baik ada orang lain yang menggantikan posisimu sekarang? Lalu kau tetap ada di sana, di tempat pelacuran itu?” Alexa tampak bisa melihat masa depannya yang samar di tempat ini. Tapi apakah dia akan bisa bertahan menghadapi perlakuan dingin dari tuannya? Berapa tahun yang dia butuhkan untuk melunasi semua utangnya? ---- Cover by Kyp005

Mischaevous · 都市
レビュー数が足りません
493 Chs

50 Pounds

Dari acara jalan-jalan hari ini, Alexa mengetahui banyak tempat baru. Selain taman dan dua truk penjual makanan, Alexa juga menemukan keberadaan supermarket tak jauh dari sana. Jika diukur dari hotel, jaraknya hanya butuh 10 menit berjalan kaki. Sebenarnya, Alexa sangat ingin masuk ke dalam sana dan melihat-lihat. Tapi karena tidak ada uang, dia harus rela membalikkan badan dan berjalan menjauh.

Suhu yang masih dingin pun memaksa keduanya kembali ke hotel. Hanya satu jam waktu yang mereka habiskan untuk jalan-jalan. Kini setelah mereka sampai di lantai atas, Sophie sudah kembali bergelung di atas sofa dan tidur. Sementara itu, suasana di lantai 51 dan 52 sangat sepi. Alexa berasumsi jika tuannya masih sibuk dengan pekerjaannya di lantai 53.

Tak lama, pelayan mengetuk pintu kamar mereka untuk mengantarkan makan siang. Saat itu, setelah menghubungi tuannya agar turun dan makan siang, Alexa sempat menceritakan apa saja yang terjadi saat mengajak jalan-jalan Sophie, termasuk ketika ada yang memberikan hot dog secara gratis.

Awalnya, dia kira Skylar akan marah dan melarangnya memberi makan makanan yang dijual di jalanan pada Sophie. Tapi ternyata pemuda itu hanya mengedikkan bahu dan membiarkan bagai angin lalu. Reaksi seperti ini tentu saja membuat Alexa menghela napas lega.

Tapi … ada hal lain yang mulai mengusiknya.

Setelah mengetahui keberadaan supermarket, Alexa tak bisa melirik pada dapur yang ada di sebelah ruang makan. Dapur itu terlihat lengkap dengan peralatan masaknya, namun nyaris tidak ada bahan-bahan yang bisa digunakan. Tidak ada minyak goreng, bahkan gula dan garam pun nihil. Kulkas pun isinya kosong. Hanya ada piring berisi makanan yang memang sengaja didinginkan, atau botol wine.

Sejujurnya, Alexa sangat ingin diperbolehkan memasak di sana. Sejak dulu, memasak adalah hobinya dan menjadi pelarian hidup. Saat tinggal bersama bibinya, Alexa selalu bertugas memasak, walaupun dengan bahan seadanya. Baginya, itu adalah hal terbaik yang pernah dia dapat selama tinggal bersama bibinya.

Meski Alexa ingin diperbolehkan memasak, bukan berarti dia tidak senang dengan makanan mewah dari hotel. Makanan yang disajikan memang enak. Tapi pengulangan menu sebanyak beberapa kali selama satu minggu pun membuat makanannya terasa tidak istimewa lagi. Biar bagaimanapun, makanan enak dan mewah lebih baik dikonsumsi tidak terlalu sering, apalagi bagi orang miskin sepertinya. Alexa khawatir kalau indera perasanya akan menjadi 'sombong' jika terlalu lama merasakan makanan mahal.

Hanya saja, bagaimana caranya Alexa mengatakan keinginannya? Biarpun diperbolehkan, bagaimana caranya memasak? Dia tidak punya uang untuk membeli bahan makanan. Gajinya belum keluar karena dia belum genap satu bulan bekerja di sini. Sementara meminta uang dari tuannya untuk belanja terdengar amat konyol. Setelah semua benda yang diberikan padanya, tidak mungkin Alexa berani meminta uang hanya untuk memenuhi keinginan egoisnya.

Satu-satunya cara untuk mewujudkan keinginannya adalah menunggu hingga gajinya diberikan, kemudian Alexa bisa membelanjakan uangnya.

"Kau bisa memasak?"

Pemuda di depannya bertanya setelah memberikan satu lembar uang 20 pounds pada Alexa. Setelah mendengar cerita pelayannya kalau Sophie senang diberikan jajanan minggu lalu, dia merasa tidak keberatan menitipkan uangnya pada gadis itu, untuk jaga-jaga jika Sophie meminta dibelikan makanan lagi. Baginya, kesejahteraan Sophie amat penting. Apalagi, karena dia terlalu sering berada di dalam ruangan dan jarang mengajak anjing itu jalan-jalan.

Matanya berkedip dua kali setelah pelayannya barusan mengatakan, "Kalau masih ada uang sisa, apakah saya boleh membeli bahan makanan untuk dimasak di sini?"

Tentu saja Skylar tidak mengira. Gadis itu terlihat masih takut padanya sejak pertama kali datang kemari—sekarang pun pasti masih demikian—tapi sekarang dia sudah memberanikan diri untuk meminta uangnya untuk dibelikan bahan makanan.

"Bisa … Tapi hanya sedikit-sedikit," balas Alexa kala mendengar pertanyaan tentang skill memasaknya.

Pemuda di depannya tampak berpikir. Kepalanya mengangguk pelan beberapa kali, yang kemudian disusul dengan gerakan membuka dompetnya sekali lagi. Di dalam sana, hanya tersisa satu lembar uang 50 pounds, karena biasanya Skylar melakukan sebagian besar transaksi secara online.

Diberikan satu lembar uang 50 pounds tersebut pada Alexa yang tercengang di depannya. "Pakai ini dan beli bahan-bahan untuk makan malam nanti. Buatkan untukku juga." Sejujurnya, dia juga sudah bosan dengan makanan hotelnya. Dia ingin makan menu lain yang tidak disajikan oleh hotelnya. Makanan tak mewah pun tak masalah, asalkan cocok di lidahnya. Anggap saja kali ini dia mengetes Alexa untuk memasak. Jika masakannya enak, Skylar akan berhenti memesan di bawah dan menyuruh Alexa memasak setiap hari.

Biarpun awalnya tampak enggan dan sungkan, pada akhirnya Alexa menerima uang itu dan dimasukkan ke dalam saku mantel. "Tuan ingin menu apa untuk nanti malam?"

"Terserah kau. Pokoknya jangan menu yang sama dengan menu hotel." Toh Skylar juga tidak berniat menjadi juri acara Master Chef atau semacamnya. Dia tidak ingin membandingkan masakan mana yang paling enak antara buatan gadis itu dengan buatan chef di restoran hotel.

Alexa pun sejujurnya belum memiliki ide akan memasak apa untuk makan malam. Mungkin dia bisa berpikir sambil berjalan nanti. Tapi yang paling penting adalah…

"Apakah Tuan punya alergi makanan sesuatu?"

Skylar menaikkan alisnya. Dia cukup terkesan dengan pertanyaan itu. Seumur hidupnya, jarang sekali ada orang yang menanyakan alergi makanan saat akan memasak untuknya. Jujur saja, kecurigaannya pada Alexa masih ada, dan Skylar mau tak mau menarik dua kesimpulan. Satu, Alexa memang peduli dan tidak ingin majikannya masuk rumah sakit. Atau kedua, dia memang berniat mencelakainya dengan membuat makanan dengan bahan yang membuatnya alergi.

Pada akhirnya, pemuda itu mengedikkan bahu. Untungnya, dia tidak punya alergi apapun terhadap makanan.

Alexa pun pamit dan masuk ke dalam lift bersama Sophie, meninggalkan Skylar yang memerhatikan mereka hingga menghilang di balik pintu lift yang menutup.

Pemuda itu mengedikkan bahu lagi dan berjalan naik. Dia sebenarnya tidak tahu, dengan jumlah uang 50 pound itu bisa dibuat membeli bahan makanan apa saja. Sementara bahan makanan di dapur dan kulkasnya nyaris tidak ada selain makanan ringan seperti sereal.

Sampai di supermarket, sudah bisa ditebak jika Alexa berdiri tercengang di bagian daging. Di depan matanya, terpampang berbagai macam daging. Dimulai dari daging ikan, daging sapi, daging babi, bahkan daging domba juga ada di sana. Dia hanya tinggal memilih dan memasukkan ke dalam keranjang, kemudian membayarnya. Dia sekarang memegang uang yang bisa membeli masing-masing satu jenis daging di depan matanya.

Tapi kemudian Alexa menggeleng.

Tidak. Dia tidak tahu apakah tuannya masih mengizinkannya memasak setelah mencoba menu malam ini. Sehingga, Alexa berpikir dia harus mengambil bahan-bahan yang diperlukan. Sembari memikirkan makanan apa yang akan dia masak, kakinya diarahkan ke rak-rak lainnya. Pertama-tama, dia harus membeli bahan dasar dahulu, seperti minyak, gula, garam, merica, dan lain sebagainya.

Meski Alexa tidak bisa membuat masakan semewah restoran di hotel, tapi dia juga bisa membuat makanan yang enak.