Cur!
Alea mencuci tangannya di keran yang ada di luar kantor, ditemani Ilham yang berdiri tak jauh didekatnya.
"Lain kali jika hal seperti ini terjadi, cuci tangan lebih dulu," ujar lelaki itu.
"Ya, maafkan aku," ujar Alea.
"Aku juga," lirih Ilham, namun meski begitu Alea masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Sret!
Perempuan itu selesai mencuci tangannya. Ilham berjalan ke arah lain, Alea pun mengikutinya, mereka berdua berdiri di bawah pohon menghindari cuacana yang tiba-tiba panas.
"Jika aku boleh tahu bagaimana bisa kantor mendapatkan foto itu?" tanya perempuan itu.
"Safana, dia tidak berniat menunjukkan foto itu tapi suaranya yang keras menarik perhatian orang, hingga akhirnya satu kantor tahu," jawab Ilham enggan menyembunyikan apapun lagi. Dia pikir Alea pantas mengetahuinya, setelah beberapa hari ini ia kasari. Atau juga tidak.
"Dia tidak ada disana pada saat aku mengklarifikasi."
"Safana sedang patrol siang mungkin,"
Alea hanya tersenyum, lalu kemudian teman-teman pasukan Ilham datang. Mereka semua kompak tersenyum dan sedikit membungkukan badan menunjukkan rasa hormatnya pada sosok isteri sang kapten.
"Kapten dan-"
"Panggil Ale saja," seru Alea menyadari kebingungan teman-teman suaminya.
"Tidak enak bu,"
"Tapi aku tidak setua itu untuk dipanggil ibu,"
"Kapten?"
"Panggil saja sesuai perintahnya," ujar Ilham memberikan ijin sekaligus perintah.
"Kita panggil mba Ale saja ya?" seru Bagas diangguki semua temannya.
Alea tidak keberatan. Mereka pun melanjutkan perbincangannya.
"Tadi mba Ale tegas banget menghadap pimpinan," ujar Dirga.
"Aku tidak tahu itu pujian atau kritik," timpal Alea.
"Tapi apa itu terlihat buruk?" imbuhnya bertanya.
Dirge menggelengkan kepalanya.
"Tidak mba, menurut saya itu sangat bagus. Seorang ibu persit memang harus patuh, tapi yang tegas, bisa menyelesaikan masalah dengan cepat dan baik seperti mba Ale lebih spesial lagi," ujarnya.
"Terimakasih, semoga calon isteri mu bisa lebih tegas daripada aku,"
"Jangan seperti itu juga dong mba," seru Dirga.
"Haha,"
"Kapten jangan cemburu gitu dong," seru Bagas membuat perhatian semua orang tertuju pada Ilham.
"Aku tidak cemburu," elak lelaki itu dengan perasaan aneh menggelenyar dihatinya.
"Wajah kapten merah," ujar
"Tidak,"
"Ululu~" teman-teman Ilham kompak menggodanya, membuat si empu dongkol dan melipat tangannya didepan dada. Namun dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Melihat suaminya di goda, dan terlihat tidak nyaman Alea membela.
"Sudah jangan terus di goda, kapten hanya sedang kepanasan," seru perempuan itu.
"Sebaiknya kalian cari pasangan, agar nanti ada yang menemani dan selalu menunggu kalian pulang," imbuhnya.
"Mba Ale kenalin kita dong sama teman-teman perempuannya," ujar Bagas dengan wajah memelas.
"Teman-teman ku mekanik mobil semua, tidak ada perempuan,"
"Wah? Mba Ale lebih punya banyak teman lelaki daripada perempuan?" Alea mengangguk menjawab pertanyaan itu.
"Benar juga, aku baru ingat jika dipernikahan kemarin sedikit tamu perempuan," gumam Anta. Mendengar hal itu entah kenapa Ilham ingin menatap Alea, dan pada saat itu mata mereka saling bertubrukan untuk yang kedua kalinya.
"Aku tinggal di luar negri sampai kelas tiga SMP, dan disana aku tidak mempunyai banyak teman. Ketika tinggal di Indonesia aku jadi lebih banyak teman lelaki karena masuk grup racing," ujar Alea menjelaskan. Tatapan matanya tidak beralih dari manik hitam milik Ilham, seolah perempuan itu sedang menunjukkan kejujuran pada sang suami.
"MBA ALE MASUK GRUP RACING?" seru mereka semua terkejut, termasuk Ilham. Namun lelaki itu berusaha untuk tidak terlihat demikian.
"Hm, team Royal. Kalian tahu?"
"Racing team yang banyak memenangkan kejuaraan? Seleb racer yang terkenal itu?" Alea mengangguk.
"Serius? Kami tidak percaya," seru Bagas.
"Gini-gini kami selalu mengikuti perkembangan mereka," imbuhnya.
"Aku masuk fans club mereka," timpal Septian.
"Nomor racing ku 90, si hitam manis. Cari saja postingan ku di sorotan mereka," ujar Alea.
Bagas dan yang lainnya kompak mengecek handphone, Ilham hanya diam meski ia ingin melihatnya juga. Terlebih lelaki itu tidak tahu apa-apa soal racing team Royal. Lalu tak lama kemudian mereka semua kompak berseru. Tidak percaya dan terkejut, ternyata Alea memang sosok dibalik no punggu 90, si hitam manis itu.
"Mba Ale besok ada pertandingan," ujar Septian.
"Ya, semua racer di tim kami akan turun, termasuk aku," jawab Alea.
"Bolehkan?" imbuhnya menatap Ilham.
Lelaki itu diam tak menjawab, tapi tatapannya menjelaskan semuanya. Mana bisa Ilham menahan Alea sedangkan dia sudah berkata terserah dan tidak akan peduli.
Sret!
Tap!
Tap!
Tap!
Alea tiba-tiba pergi menuju mobilnya, membuat semua orang bingung. Perempuan itu mengambil secarik kertas di tangannya. Lalu kembali menghampiri suami dan teman-temannya.
"Itu apa mba-"
"Safana," seru Alea pada seorang perempuan yang berjalan melewati mereka.
Dan orang itu memang Safana, ia terkejut bukan main ketika Alea mengenali dirinya.
"Hubungi aku ketika kamu menemukan hal lain yang menarik tentang ku, jangan beritahu Ilham apalagi sampai satu kantor tahu. Aku tidak suka seseorang mengumbar privasi, aku lebih suka menjelaskan apa yang terjadi," ujar Alea sembari memberikan secarik kertas tanda nama pada perempuan itu.
"A-Apa maksud nya?"
"Seorang tentara itu tidak ada yang bodoh,"
"Hah?"
"Aku tidak pernah berteman dengan orang yang sudah melemparkan batu pada ku, sekalipun dia sebenarnya orang baik, sekalipun itu hanya sebuah kesalahpahaman," ujar Alea dengan tatapan dingin namun senyumnya terkembang.
"Alea," ujar Ilham sembari menghampirinya. Dia dan semua teman-temannya jelas mendengar apa yang tadi perempuan itu katakan.
"K-Kapten apa maksud semua ini," gumam Safana menghindari kontak mata dengan Alea.
"Maaf Safana k-"
"Maksud nya kamu tidak berniat menyebarkan foto itu, tapi kamu membuat orang-orang penasaran dan menunjukkannya," ujar Alea memotong ucapan Ilham.
"Mas tenang saja, aku dan Safana tidak saling bertengkar, kami berbicara biasa saja," imbuhnya menatap lawan bicaranya lagi, kali ini dengan senyum yang lebih ramah.
"Maafkan aku," gumam Safana. Demi apa perempuan itu tidak berniat meminta maaf?! Mulutnya seperti bergerak sendiri karena tekanan aneh yang dirasakannya.
'Sial kenapa aku meminta maaf, siapa sebenarnya perempuan ini, dia penuh intimidasi,' -batinnya.
Baik Ilham dan siapa pun tidak bisa berkomentar, mereka kompak terdiam dan hanya Alea yang terlihat santai. Ia sendiri harus mengontrol diri, jangan sampai orang-orang curiga dan berpikir jika dirinya adalah sesuatu.
"Mas kamu pulang jam berapa?" tanya Alea menyadarkan perhatian mereka.
"Lima sore,"
"Kalau begitu aku pulang dulu, aku harus masak dan membereskan pekerjaan rumah yang belum selesai,"
"Ya," Alea tersenyum dan pergi dari tempat itu, tak lupa dia kembali tersenyum pada Safana.
"Jangan lupa ya Saf," ujarnya sembari melambaikan tangan.
***
Main gas aya Alea nih😂
Gak nyangka langsung adu muka,
Tapikan Safana agak gesrek otaknya, dia mungkin gak akan tinggal diam digitun. Kira-kira apa yang akan terjadi setelah ini?
Jangan lupa vote, komentar dan bantu share cerita ini agar semakin banyak orang membacanya.
Salam hangat
Resa Novia.