"Meisya sudah bangun sayang, bagaimana keadaan Meisya sekarang? apa sudah lebih baik? sini duduk dekat Bunda," ajak bunda Felicia setelah dia bertanya ketika melihat menantunya berjalan mendekatinya.
"Mei sudah lebih baik Bunda entah kenapa rasanya seperti tidur dalam pelukan Mas Daffa, tapi tidak mungkin Mas Daffa datang menemuiku Bunda, Mas Daffa sekarang sudah memiliki Istri lagi yang selalu melayaninya setiap saat," ucap Meisya dengan sedih.
"Bik Indah siapkan makan siang untuk menantuku," kata bunda Felicia pada pembantunya yang kebetulan lewat hendak pergi ke belakang, karena posisi bunda saat itu sedang berada di ruang keluarga.
"Baik nyonya," ucap bik Indah, kemudian dia berlalu dari ruang keluarga itu menuju ke dapur untuk menyiapkan makan siang menantu bunda Felicia.
"Ayo kita makan siang dulu sayang, setelah makan baru kita akan membahas lagi masalah suamimu itu ya," ajak bunda yang menggandeng tangan menantunya ke meja makan yang sudah berisi banyak makanan bergizi untuk ibu hamil.
"Bunda sepertinya makanannya enak banget aku langsung makan ya," ujar Meisya yang memasukkan makanan ke dalam mulutnya satu persatu hingga tiga puluh menit kemudian dia sudah selesai makannya.
"Mei sudah makan dan kelihatan lebih segar juga sekarang kita kembali ke tempat tadi untuk mengobrol," usul bunda dan Meisya hanya mengangguk patuh, kemudian mereka berdua berjalan ke arah ruang keluarga dan duduk di sana
"Bunda apa isi dari paper bag itu, apa itu untukku?" tanya Meisya ketika melihat ada sebuah paper bag di atas meja, sedangkan bunda Felicia yang tahu kalau paper bag itu memang untuk menantunya segera mengambilnya dan menyerahkan pada Meisya.
"Ini ambillah Nak titipan dari suamimu," ucap bunda Felicia, tapi Meisya malah menangis tersedu-sedu.
"Kenapa tidak Mas Daffa sendiri yang datang memberikannya Bunda? kenapa hanya pakaiannya saja yang datang? apa Mas Daffa benar-benar sudah tidak mencintai aku dan bayiku lagi?" tanya Daffa pada bunda Felicia sambil menatap pakaian itu dan memeluknya, bahkan air matanya mengalir dengan sangat deras.
"Apa perlu Bunda telpon dan menyuruh suamimu datang sayang?" usul bunda sambil menatap menantunya.
"Tidak perlu Bunda, karena kalau Mas Daffa mau datang itu harus atas kemauannya sendiri bukan karena disuruh dan aku kecewa padanya Bunda, Mas Daffa sudah nggak peduli padaku lagi," ungkap Meisya dengan tangisannya yang makin kencang.
"Sudah sayang jangan menangis terus nanti baby-nya ikutan sedih kalau Mommy-nya sedih, kalau Mei mau Bunda akan menghukum suamimu itu biar dia tahu apa akibatnya jika sudah membuat menantuku bersedih," rayu bunda Felicia agar menantunya itu berhenti menangis.
"Iya, Bunda harus menghukum Mas Daffa karena sudah menghianati dan juga menyia-nyiakan aku, Bunda juga pukul saja sekalian biar Mas Daffa nggak menyakiti Mei lagi," pinta Meisya yang menghapus air matanya dan bunda Felicia mengangguk lalu dia ikut menghapus air mata menantunya sambil bergumam,
"Maafkan Bunda, Nak karena tidak memberitahukanmu kalau sebenarnya kau tidak sedang bermimpi, tetapi suamimu memang benar datang dan menemanimu tidur,"
Di tempat lain Daffa yang begitu keluar dari rumah orang tuanya langsung menuju ke kantor, setelah sampai di kantor dia langsung menyibukkan dirinya dengan semua pekerjaan kantornya.
"Permisi Tuan ini berkas yang harus Tuan tanda tangani dan semua berkas ini sudah saya periksa jadi, anda tinggal menanda tanganinya saja Tuan," ujar Roy yang meletakkan berkasnya dia atas meja Daffa.
"Iya, biarkan saja di sana jangan lupa belikan aku makan siang, karena aku mau makan di kantor saja dan satu lagi ambilkan beberapa potong pakaianku di rumah lalu bawa kemari," suruh Daffa yang membuat asistennya itu terkejut.
"Pakaian untuk apa Tuan Daffa? apa anda tidak akan pulang ke rumah?" tanya asistennya yang sangat bingung.
"Iya Roy, aku akan menginap di kantor saja dan lebih banyak menghabiskan waktu di kantor untuk beberapa hari ini jadi, jangan lupa ambilkan pakaianku, ya," jawab Daffa yang kembali fokus melanjutkan pekerjannya.
"Siap Tuan akan saya laksanakan segera, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Roy, dia sedikit membungkukkan bandannya lalu keluar dari ruangan Daffa.
Setelah Roy keluar Daffa mulai menyibukkan dirinya lagi dengan semua pekerjaan-pekerjaannya sengaja dia melakukan itu agar bisa sedikit melupakan kesedihannya yang memikirkan jauh dari sang istri.
Daffa bekerja dan terus bekerja tanpa henti sampai waktu makan siang tiba, dan tetap tidak memperdulikan mau makan atau tidak, tapi untung saja ada asistennya Roy yang selalu setia ketika dia susah atau senang seperti sekarang ini Roy datang dengan membawa makan siang untuknya.
"Selamat siang Tuan ini makan siang dan pakaian yang anda minta," ucap Roy lalu dia meletakkan makanannya di atas meja.
"Pakaianku letakkan ke kamar dan kalau makanannya biarkan saja di meja nanti akan aku makan jika pekerjaanku selesai," sahut Daffa yang melanjutkan lagi memeriksa dokumen yang akan ditandatanganinya.
"Maaf, kalau saya lancang Tuan, tapi apa tidak sebaiknya Tuan makan siang lebih dulu baru setelah itu pekerjaannya bisa dilanjutkan lagi nanti Tuan bisa sakit jika terlambat makan," saran Roy sambil menggeret koper ke dalam kamar pribadi Daffa.
Daffa yang mendengarkan saran dari asistennya itu sempat terharu karena disaat seperti ini masih ada orang yang peduli padanya, dan dia sangat menghargainya lalu Daffa pun menghentikan pekerjaannya melangkah mendekati meja yang sudah penuh dengan berbagai macam makanan.
"Roy mendekatlah dan makan bersamaku, aku tidak terbiasa makan sendirian jadi jika di kantor yang aku mau selama istriku tidak bersamaku maka kaulah yang menemaniku makan," ajak Daffa, tapi Roy berusaha menolaknya.
"Maaf Tuan, saya tidak pantas makan dan duduk bersama dengan anda," tolak Roy sambil menundukkan kepalanya.
"Aku tidak sedang menawarimu Roy, tetapi aku sedang memerintahkanmu untuk duduk dan makan bersama denganku," tegas Daffa yang membuat Roy hanya mampu menurutinya saja dan tidak berani membantahnya.
"Baiklah saya akan makan, terima kasih banyakTuan," sahut Roy yang duduk di dekat Daffa, kemudian mereka makan dengan tenang sampai makanan yang ada di atas meja habis tak bersisa.
"Bagaimana rasanya makan ada temannya? lebih semangat dan berselera bukan!" tanya Daffa setelah mereka selesai makan siang bersama.
"Anda benar sekali Tuan biasanya saya tidak pernah makan dan terkadang juga selalu sedikit atau tidak pernah habis kalau makan, tetapi sekarang makan saya banyak sekali," jawab Roy yang merasa heran dengan kelakuannya barusan yang bisa menghabiskan banyak sekali makanan.
"Oleh karena itu aku tadi mengajakmu makan bersama karena aku perhatikan kau jarang makan, kalau makan juga selalu sedikit jadi, mulai sekarang kau harus ikut makan bersamaku, dan jangan lupa rapikan lalu bersihkan lagi mejanya karena aku mau lanjut bekerja," ucap Daffa yang berdiri dan kembali duduk di kursi panasnya melanjutkan pekerjaannya lagi.
"Semuanya sudah bersih dan rapi Tuan, kalau begitu saya permisi dulu mau melanjutkan pekerjaan saya juga," pamit Roy yang membungkukkan sedikit tubuhnya lalu keluar dari ruangan bosnya itu.