webnovel

17. Ketegasan Bunda

"Ayah kali ini bunda mau bicara serius, ketika bunda mau mengecek keadaan Meisya, bunda melihat Daffa berteriak dan sepertinya Daffa sangat frustasi ayah dengan permasalahan yang menimpanya.

Ayah Tama bersandar dengan di kepala ranjangnya dengan tetap memeluk Bunda Felicia, dia mengembuskan nafas beratnya.

"Ayah juga bingung bunda, bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini? di satu sisi putra kita dan disisi lain ada menantu kita yang sedang hamil muda, kalau bunda apa yang akan dilakukan dalam menghadapi masalah ini?" tanya ayah Tama.

"Bunda ingin Daffa dan Meisya berpisah ayah, bunda nggak mau membuat menantu kita bersedih melihat kelakuan putra kita yang badung itu.

"Bunda ini bicara apa? seharusnya bunda itu membujuk Meisya agar mau menunggu sampai bayi wanita itu lahir, kalau bayi itu sudah lahir dan ternyata memang benar anaknya Daffa baru ayah tidak masalah mereka berpisah.

"Apa ayah tahu syarat yang diinginkan Meisya agar dia tetap mempertahankan pernikahannya? Meisya mau mempertahankan pernikahanya asalkan Daffatidak menikahi wanita itu, lalu apa ayah yakin kalau Daffa tidak akan menikahinya? sedangkan hasil yang kita tunggu itu sampai bayi itu lahir.

"Bunda benar ayah juga nggak yakin kalau Daffa tidak akan menikahinya melihat sifat dari ayah wanita itu yang sangat keras, ayah khawatir dia akan melakukan segala cara untuk membuat Daffa mau menikahai putrinya.

"Makanya bunda mau Daffa dan Meisya berpisah, walaupun tidak sekarang suatu saat nanti mereka juga pasti akan berpisah.

Sementara Meisya yang berencana mau melihat suaminya di kamar kini sudah masuk ke dalam kamarnya., di sana dia melihat sang suami sedang berselonjoran di ranjang mereka.

"Hubby, kenapa tidak turun ke bawah? apa Hubby tidak lapar atau mau aku ambilkan sarapan untuk Hubby?

"Tidak usah sayang, Hubby sedang tidak ingin melakukan apapun, Hubby hari ini hanya mau bermalas-malasan saja.

"Kenapa bisa begitu? apa ada masalah lagi? atau ada yang Hubby pikirkan, katakan saja kalau ingin berbagi aku siap mendengarkan keluh-kesah yang ada di hati Hubby.

"Tidak apa-apa sayang kalau Hubby sudah siap akan Hubby katakan, tapi untuk smentara sepertinya Hubby belum siap mengatakannya.

"Ya sudah kalau begitu akan Mei ambilkan saja sarapan untuk Hubby." kata Meisya yang berbalik dan melangkah meninggalkan suaminya di kamar.

"Tidak usah turun sayang telpon saja biar kamu nggak lelah naik turun tangga, Hubby ingin kau menemani Hubby di sini." pinta Daffa.

"Baiklah kalau itu mau Hubby akan Mei temani.

Meisya melangkah mendekati suaminya yang ada di ranjang, lalu dia duduk disebelahnya. Daffa langsung memeluk istrinya begitu sang istri sudah ada didekatnya, dia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang istri.

"Sayang tolong apapun yang terjadi jangan tinggalkan Hubby, Hubby nggak mau berpisah denganmu.

"Apa yang Hubby katakan? siapa yang bilang kita akan berpisah? bukankah Hubby tidak akan menikahinya jadi jangan khawatir karena selama Hubby tidak menikah dengan wanita itu maka kita selamanya tidak akan berpisah." tegas Meisya, kemudian dia mengusap punggung suaminya yang sedang gelisah itu.

"Hubby takut sekali kau akan meninggalkan Hubby, sayang." ungkap Daffa, walaupun sang istri ada didekatnya Daffa tetap merasa sangat jauh.

"Tunggu sebentar Hubby, aku belum menelepon bibik minta dibawakan sarapan ke kamar kita." ucap Meisya yang melepaskan pelukannya agar dia bisa menelepon pembantunya, sedangkan Daffa hanya bisa menuruti keinginan sang istri saja.

"Hallo bik bisa Meisya minta tolong siapkan sarapan untuk mas Daffa dan antarkan ke kamar ya." kata Meisya setelah dia menekan panggilan telepon untuk pembantunya.

[Baik nyonya akan bibik antarkan segera ke kamar nyonya.]

"Terima kasih ya bik, Meisya tunggu." ucap Meisya lalu panggilan pun ditutup dan lima belas menit kemudian pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

Tok tok tok

"Sebentar Hubby, Mei mau buka pintunya dulu." pinta Meisya, tapi sang suami tidak mau melepaskannya dan malah berteriak saja."Masuk saja bik pintunya tidak dikunci.

Ceklek

Sang pembantu membuka pintu kamar tuannya dan mendorong meja yang berisi beraneka ragam makanan itu.

"Silahkan tuan nyonya makanannya sudah siap." kata pembantunya yang melihat tuannya masih memeluk sang istri dan sepertinya tidak mau melepaskannya.

"Iya tinggalkan saja bik terima kasih." jawab Meisya sambil menatap pembantunya dengan tersenyum, kemudian dia melangkah mendekati meja yang dibawa pembantunya tadi setelah melihat pembantunya keluar kamar.

"Sekarang makan dulu ya Hubby."

Kemudian Meisya menyuapi suaminya makan sampai makanan yang dibawanya habis tak bersisa."Sayang tidak apa-apakan kalau hari ini Hubby tidak berangkat ke kantor." pinta Daffa pada sang istri setelah dia menghabiskan sarapannya.

"Kalau Mei terserah sama Hubby saja, tapi kalau nggak berangkat ke kantor Hubby mau ngapain di rumah seharian nggak? bosen apa kalau kita begini terus?" tanya Meisya sambil tersenyum tipis.

"Biarin aja sayang, Hubby sedang ingin bersamamu entah kenapa Hubby tidak mau berpisah denganmu untuk hari ini dan semoga saja ini bukan petanda buruk untuk kita" ungkap Daffa.

"Sejak kapan Hubby mulai percaya dengan mitos seperti itu, biasanya juga Hubby nggak pernah percaya."

"Sejak hari ini sayang entah kenapa Hubby sangat takut saja makanya hari ini Hubby nggak mau keluar rumah dan juga nggak mau jauh dari kamu.

Ketika Daffa dan Meisya sedang asik berbicara tiba-tiba pintu kamarnya dibuka oleh bunda Felicia."Apa bunda menganggu kalian?" tanya bunda setelah dia masuk ke dalam kamar anak dan menantunya itu.

"Tidak mengganggu kok bunda, mas Daffa baru saja selesai sarapan." jawab Meisya dan Daffa malah ikut menyahut.

"Bunda ada apa ke mari? jangan buat Daffa takut bunda."

"Ternyata filling kamu kuat juga ya Nak, bunda memang mau mengatakan sesuatu. Daffa Meisya kalian dengarkan baik-baik perkataan bunda ini, bunda mau kalian berdua berpisah sekarang." tegas bunda yang membuat Daffa terkejut dan syok mendengarnya.

"Bunda bicara apa? Daffa nggak mau berpisah dengan istriku bunda, Daffa sangat mencintainya dan nggak mau berpisah dengannya tolong jangan pisahkan Daffa dengan Mei, bunda." papar Daffa yang langsung memeluk sang istri agar bundanya tidak memisahkannya.

"Sudahlah Daffa, kau itu laki-laki dan bersikaplah sebagai seoarang laki-laki, bunda tidak mau melihatmu cengeng seperti perempuan saja. Kau yang berbuat maka kau yang harus bertanggung jawab jangan bersikap seperti anak kecil begitu bunda tidak suka." gerutu bunda Felicia.

"Kenapa bunda? apa maksud bunda kalau kami harus berpisah? bukankah mas Daffa tidak menikah lagi? jadi kenapa kami harus berpisah?" tanya Meisya dengan sangat bingung.

"Meisya apa Meisya sayang dengan bunda?" tanya bunda lagi dan bunda Felicia melihat Meisya mengangguk lalu bunda melanjutkan lagi perkataannya.

"Kalau Meisya sayang dengan bunda, Meisya harus menuruti apa yang bunda katakan dan bunda minta Meisya berpisah dengan Daffa suamimu itu.