Membuat perempuan itu menderita sudah dirancang oleh dirinya. Namun tanpa dia memberitahukan, orang-orang tentu akan tahu siapa perempuan itu sebenarnya. Dan terbukti sekarang kalau saat ini dia sedang luntang-lantung mencari pekerjaan. Semua tidak ada yang menerimanya.
Permainan ini membuat lengkungan di bibir seorang pria tampan. Orang suruhannya yang selalu mengintai perempuan tersebut dan berhasil membawakan kabar gembira. Namun sebuah kabar buruk hampir membuatnya marah. Ketika dia mendengar kalau perempuan tersebut ternyata semalam diantar pulang oleh seorang pria. Mungkin jiwa nakalnya masih melekat di dalam tubuhnya, rupanya dipenjara selama 4 tahun belum membuatnya puas.
"Terimakasih atas kabarnya, dan untuk pria kemarin. Apakah kamu sudah mencari tahu tentangnya?"
"Sama-sama tuan. Tentu saja saya telah mencari tahu, pria kemarin yang bersama nona Gita hanyalah seorang pekerja perusahaan, namun perusahannya cukup terkenal. Dan satu lagi, saya melihat malam itu ketika nona Gita di antar oleh pria tersebut. Tidak sengaja matanya melihat wanita yang sedang bersama dengan seorang laki-laki kaya, dia berdiri dan berpelukan di depan rumah nona Gita."
"Hanya seorang pekerja perusahaan, tidak sebanding dengan saya. Wanita yang kamu bicarakan sepertinya Ibu dari perempuan itu. Ternyata Ibu dan anak tidak jauh berbeda, kalau begitu silahkan kamu pergi."
Setelah mendengar ucapan yang dilontarkan oleh orang kepercayaannya dalam segala hal. Karena sudah malam, dia memilih untuk kembali pulang ke rumah dan akan beristirahat. Lagi pula tugas-tugasnya sudah selesai, lantas apa lagi yang akan dia lakukan.
Mengendarai mobil berwarna putih dengan harga yang sangat mahal, membuat para pekerjanya tersenyum manis ketika dia lewat. Senyuman yang ditunjukkan hanya untuk menarik perhatiannya.
Terkadang dia sungguh benci melihat ukiran palsu di bibir semua orang.
Selama dalam perjalanan, dirinya terus saja bersenandung dan mendengarkan musik yang di dengar dari earphone miliknya.
Namun matanya menyipit ketika dari arah kejauhan melihat seseorang yang sangat tidak asing bagi dirinya. Sontak hal tersebut membuat lengkungan jahat tertarik dari bibirnya. Menambah kecepatan mobilnya dengan sangat pesat saat dirinya melihat sebuah genangan air hujan.
Byur!
Antara ingin tertawa lepas dan kasihan meratapi nasib perempuan tersebut. Pasti air genangan itu sangat bau dan kotor. Dia memundurkan mobilnya dan berhenti tepat ketika perempuan itu berteduh.
Mencari payung dan membuka pintu mobilnya untuk bertemu dengan perempuan yang dikenalnya bernama Gita.
Dia sedikit penasaran, rupa Gita apakah berubah setelah berada di dalam jeruji besi.
Melihat Gita sedang memeluk tubuhnya dalam hati dia berteriak senang. Sambil berjalan mendekati Gita dengan memasang wajah datar.
"Maaf."
Namun dia terbingung melihat Gita terdiam dan tidak menjawab ucapannya. Sudah tentu dari pandangannya, dia terpesona oleh penampilan dirinya.
"Hmmm.... "
"Maaf," celetuk Gita tersadar dari lamunannya.
"Saya yang harusnya minta maaf sama kamu," ucapnya.
"Iya, gapapa. Sepertinya anda tidak sengaja," jawab Gita dengan gugup.
"Terimakasih sudah memaafkan, kalau begitu saya permisi."
Kakinya kembali melangkahkan menuju mobilnya, dia pasti sangat yakin kalau Gita berharap akan diberi tumpangan. Tidak semudah itu dia mengizinkan perempuan yang sangat dia benci akan duduk di kursi mobilnya.
Kembali melanjutkan perjalanannya menuju jalan pulang.
"Sepertinya dia tertarik padaku, dari pandangannya sangat terlihat jelas. Aku akan memanfaatkan itu," ucapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
**
Kini Gita telah kembali pulang ke rumahnya larut malam, setelah kejadian tadi dia pulang dengan berjalan kaki. Padahal dirinya mengharapkan diberi tumpangan oleh pria kaya itu. Tapi sepertinya tidak ada rasa kasihan di wajahnya, namun sedikit lega ketika pria itu menghampirinya Gita dan meminta maaf.
"Apakah aku akan mendapatkan pria seperti tadi?" ucapnya di dalam kamar.
Seluruh tubuhnya lelah, kakinya benar-benar kaku. Dia yang sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Tidak ada pria kaya yang akan menikahinya, bahkan mungkin dia tidak akan menikah. Apalagi dengan statusnya yang pernah tertahan di jeruji besi, tentunya tidak ada yang mau dengannya. Semua itu hanya khayalan semata yang dia buat, jika ada pria itu adalah orang yang terbodoh.
Mengingat bentuk wajah dan penampilan pria tadi membuat jantung Gita terus saja berdebar. Ini hal yang belum pernah terjadi dalam hidupnya. Bahkan dia saja tidak mengetahui nama dan tidak saling kenal.
"Sadar siapa kamu Gita, tidak cantik dan yang paling terpenting dia tidak akan menerima kamu ." Gita berucap sambil menatap dirinya di depan cermin.
**
Dia yang sedang tertidur pulas terbangun saat mendengar suara pecahan kaca.
Crankk!
Bukan hanya itu saja, dia juga mendengar benda lain. Sepertinya ada seseorang yang sedang bertengkar, dan ini sangat mudah di tebak. Sontak dia takut terjadi sesuatu, dirinya turun dari atas ranjang. Lalu berjalan dengan terburu-buru menuju kamar sebelah.
"Ibu, Berhenti!" teriak Gita.
Dia tidak tega jika Bapaknya diperlakukan seperti itu dengan Ibunya.
"Kamu jangan ikut campur, hanya bisa mempermalukan orang tua dan apa pekerjaan kamu dapat?" teriak Ibu tidak kalah kencang dengan Gita.
Dia tidak tahu apa yang dilakukan Bapaknya sehingga membuat Ibunya marah besar. Namun apapun yang Bapaknya ucapan itu adalah sebuah kebaikan. Hanya saja Ibu lah yang salah tangkap.
"Maaf jika Gita mempermalukan, tapi itu bukan salah Gita. Dan pekerjaan, maaf juga, aku belum mendapatkannya."
"Bukan salah kamu, tapi ditahan 4 tahun. Ibu sudah duga, tidak akan ada orang yang menerima kamu. Dan kamu hanya akan membuat malu saja."
"Aku membuat malu? Lalu Ibu apa, berjalan dengan pria lain dan tanpa ingat statusnya sebagai istri?"
Gita sudah terlalu muak dengan Ibunya yang selalu saja membahas masa lalu dia. Padahal susah payah dirinya berencana melupakan.
Mendengar perkataan Gita, wajah sang Ibu memerah dan tangan kanan melayang ke atas. Mata Gita terpejam takut melihat sebuah tangan yang akan menyentuh pipinya.
"Stop!"
Teriakan sang Bapak menghentikan apa yang akan dilakukan oleh Ibu.
"Dia anak kamu, jangan melakukan itu. Stop mengingat masa lalu."
"Anak aku, yakin?" ucap Ibu dan pergi begitu saja setelah membuat kekacauan pagi-pagi buta.
Apa maksud dari perkataan Ibu?
Dia berbicara seolah-olah kalau Gita itu bukanlah anaknya, lalu untuk apa selama ini dirinya dibesarkan.
Pikirannya kini penuh dengan ucapan yang dia dengar tadi dari mulut Ibu, matanya memandang wajah sang Bapak yang terlihat gugup.
Gita berjongkok menyejajarkan tubuh Bapaknya yang terduduk di kursi roda.
"Apa ada yang kalian sembunyikan?"
"Tidak ada Gita," jawabnya.
"Bohong, sikap bapak aneh. Dan ucapan Ibu tadi... dia seolah-olah berbicara kalau aku bukanlah anaknya."
"Jangan berucap seperti itu," jawab bapak sambil mendorong kursi rodanya ke luar kamar.
Terlihat mengindar semakin membuat Gita yakin, ada sesuatu yang disembunyikan. Namun apa itu?
"Pak, jawab. Apa yang kalian sembunyikan, kenapa Ibu berkata seperti itu? Gita bukan anak kalian, atau bukan anak Ibu?"
Sungguh gugup saat mendengar pertanyaan yang terus-menerus dilontarkan oleh putrinya. Mulut istrinya memang tidak pernah dijaga, sehingga membuat Gita khawatir. Keringat dingin terus saja bercucuran, melihat tatapan sang putri membuatnya dia luluh. Bagaimana dirinya harus merancang setiap kalimat yang akan dia ceritakan?