webnovel

Special Case

Pagi itu menjadi pagi yang mencekam bagi seluruh orang di sekolah Rosemare's Senior High School. Penemuan jasad dari seorang gadis dikelas menjadi petunjuk pertama. Jika salah satu dari mereka memiliki sakit mental. Tapi siapa? Apakah guru yang mengajar? Atau, apakah murid yang sedang menambah ilmu? Semua menjadi misteri, dan tertutup. Tak ada yang berani membahas soal kejadian keji itu. Tetapi seorang guru pendatang baru dengan berani membuka kasus itu tanpa sepengetahuan polisi. Kenapa ia ingin mengetahuinya?

Shil_Wy · ホラー
レビュー数が足りません
5 Chs

FAMI(LIAR)

--Starla Dyler's POV--

Dalam hatiku, aku bergumam. "Aku tidak ingin pulang." Tak hanya kalimat itu saja, "aku tidak ingin menginjakkan kaki disini." Gumam ku terus menerus di saat aku sudah berdiri didepan rumahku.

Lihatlah! Bangunan tua yang telah ku tinggal selama 22 tahun bersama keluarga kecilku. Dinding-dinding rumah yang kumuh, atap tangga yang reyot, atap rumah penuh dengan lubang-lubang besar dikarenakan batu bata sudah pecah membuat bangunan ini seperti tak berpenghuni. Ditambah banyak sampah yang pekarangan rumah begitu nampak kotor dan menjijikan.

Pagar rumah yang dulu berlapis cat putih, sekarang berubah dengan dilapisi karat. Aku tidak menyentuh langsung pada pagar berkarat itu. Aku menendang pagar itu keras, hingga pagar itu jatuh ke tanah dengan bunyi yang sangat keras.

Terdengar kedua anjingku menggonggong keras, tetapi hanya Lus saja yang menggonggong dengan hebohnya didalam rumah. Sedangkan Luk, kedengarannya ia hanya meraung kecil saja. Kalau sudah seperti itu, anjing paling pemalas ini sudah diberi makan oleh keluargaku.

Aku menendang pagar itu kepinggir mengubur pagar itu di tingginya rumput pekarangan rumahku. Aku menelusuri jalan setapak yang agak licin dikarenakan lumut yang telah memenuhinya. Dengan hati-hati aku melalui jalan itu dengan dengusan dan juga kekhawatiran, jikalau seketika aku terpeleset.

4 bulan ini papa menjadi sangat pemalas, sepenuh waktunya ia hanya didalam rumah dan menggunakan waktunya hanya untuk tidur dan mengurung diri dikamar. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya.

"Hei nona Dyler!" Seseorang memanggilku dengan lantang, aku berbalik. "Iya, nyonya Jenkins?" Tanyaku ramah kepadanya dengan semburat senyum yang lebar.

"Apa di rumahmu tidak ada toilet?" Aku terdiam dengan wajah kebingungan. "Siapa yang membuang kotoran didekat pagar belakang pembatas rumah kita?" Aku terdiam melihatnya dengan keluh kesahnya pada aroma tak sedap dan kotoran yang terlihat menumpuk disana. Aku melihatnya terus dengan wajah datar, telingaku serasa tuli tak mendengar ocehan dan gerakkan jari yang mengarah belakang rumah kami yang telah dibatasi pagar kayu. Aku seperti orang bodoh sekarang. Diam dan seperti mendengar ocehan tak bermanfaatnya.

"Apa keluarga kalian dendam padaku? A--"

"Maaf, nyonya Jenkins." Aku memotong kalimat panjangnya, "akanku bersihkan jika itu membuatmu berhenti menyalak. Maaf." Kataku sebelum meninggalkan wanita itu dengan wajah merah padam menahan amarah.

Kubuka pintu rumah dan ku banting dengan keras saat menutupnya. Kulihat kedua adikku tengah berlarian diruang tamu sambil merebutkan sebuah permen lollipop besar ditangan Zedd adik laki-lakiku. Mendengar tawa, pertengkaran dan langkah kaki memburunya membuat kepalaku sakit sendiri. "BISA KALIAN BERHENTI!" Bentak ku keras membuat adik perempuan ku, Lily menangis.

Aku melangkah keras menuju kamarku dilantai 2 membuat suara hentakan kuat. Aku tidak memperdulikan papa yang memperhatikan ku di anak tangga paling bawah. Ia duduk di anak tangga paling bawah dengan wajah memerah dan singlet putih biasa ia kenakan.

Ku hancurkan seluruh barang-barang di kamarku. Aku sangat kesal dengan orang-orang yang memperhatikan ku seperti itu tadi. Mereka terlihat tersenyum dengan sinis dan menghina. Apa salahku !?

Aku terus menghancurkan barang-barang milikku tanpa kendali. Ku lepaskan semua amarahku pada benda-benda mati dan berteriak histeris di kamarku. Aku tidak memperdulikan siapapun yang mendengarnya. Sekalipun itu Evey aku tidak takut!

"Tok ! Tok !" Suara ketukan di pintu menghentikan jeritku dengan nafas tersengal-sengal dan tanganku yang akan mengambil sebuah bingkai foto di atas meja belajarku.

"Starla, kau kenapa begitu ribut ?"

I....itu....itu... Evey

"PERGI KAU IBLIS!!" Jeritku ke arah pintu agar ia dapat mendengarku berteriak kearahnya. Aku tidak berniat untuk membukakan pintu kamarku yang kuartikan sendiri. Aku mencari cara bagaimana aku mati sendiri.

"BRAK !!! BRAK !!! BRAK !!!" Gebrakan keras terdengar begitu mengejutkan ku dari dalam kamar. Aku tidak takut padanya, tapi seluruh tubuhku membatu tak bergerak dan bibirku bergetar kecil layaknya kedinginan.

"BRAK !!!"

"BRAK !!! BRAK !!! BRAK !!!"

"BRAK !!!!!"

Tanpa kusadari, tubuhku telah menyentuh meja belajarku yang ada didepan jendela kamar. Pintu itu telah rusak dibuatnya, hingga terlihat lubang besar akibat tendangan keras dari Evey.

Aku semakin menyudutkan diriku mendekat pada jendela kamar.

Gebrakan pintu tadi berubah menjadi kesunyian, mungkin gadis gila itu sudah pergi karena kelelahan dan tak mendapatkan diriku. Tapi aku salah, terdengar deru nafas memburunya di luar pintu itu. Tanganku bergerak membuka jendela secara perlahan tanpa suara apapun agar tak menaruh curiga. Aku berharap banyak sekarang agar bisa lepas dari sangkar ini. Tapi yang kudengar sekarang, deru nafas itu berubah menjadi raungan kecil seperti serigala.

Tidak! Tidak!

Aku tidak ingin di mangsa Luk! Aku harus keluar dari sini segera!

Aku mencoba tenang agar tidak mengeluarkan suara yang mencurigakan. Tetapi disaat aku berbalik melihat ke lubang pintu itu. Luk sudah menatap ku nyalang dengan air liur nya menetes dari mulutnya. Dan sekarang, kubuka jendela itu dengan tergesa-gesa. Jendela tua ini begitu sulit dibuka, aku harus mengeluarkan seluruh tenagaku untuk mendorong jendela ini.

Setelah ku siap akan melompat, Evey ada disana. Berdiri di bawah jendela kamarku dengan tersenyum sinis ke arahku.

Dan sepertinya ini adalah akhir dari hidupku. Saat dimana aku merasakan nafas Luk sudah berada di leherku.

Pandanganku telah menghitam dengan tanpa rasa sakit seperti dimana mereka memandangiku seperti menghina ku. Aku memang sudah tiada, tetapi masih banyak lagi yang tetap hidup bersama kami.

*THE END OF STARLA RYDER, 22 Y.O*

*OLDER SISTER OF RYDER'S FAMILY*

*WORKER AT MINIMARKET*

*TOMBOY*

*FAVORITE CLOTHES ARE T-SHIRTS OR SHIRTS AND SHOES*

*SHE HATES EVEY AND ELLERY, HER TWINS YOUNGER SISTER*