Setelah berbincang agak lama dengan Alexa tiba-tiba saja di lantai bawah terdengar suara keributan. Satria dan Alexa langsung melihat ke bawah, ternyata ada beberapa petualang demi human yang sedang ribut dengan petualang manusia di sana. Para petugas asosiasi terlihat kerepotan untuk melerainya, mereka terdengar memperebutkan quest yang akan mereka ambil.
Barulah setelah petugas asosiasi mengancam mereka dengan sanksi akhirnya pertengkaran itu berhasil dihentikan. Satria dan Alexa kembali duduk di kursinya, saat itulah Alexa baru ingat kalau kartu petualang milik Satria sudah ada padanya. Dia buru-buru kembali ke ruang kerjanya untuk mengambil kartu tersebut.
"Maaf Satria, aku baru ingat kalau kartumu sudah ada padaku," ucap Alexa sambil menyerahkan kartu petualang milik Satria.
"Terima kasih, kalau begitu aku mau pamit dahulu. Nanti kalau ada kabar tentang rumah yang mau dijual itu beritahu saja ya," tukas Satria.
"Sama-sama. Ya, aku pasti akan memberitahumu nanti," jawab Alexa.
Saat itu juga Satria langsung berlalu pergi ke lantai bawah yang masih gaduh karena adu argument antara beberapa petualang. Tapi Satria tidak tertarik terlibat dan menyingkir menjauhi mereka dan pergi dari gedung asosiasi. Satria berniat langsung kembali ke toko milik Lixia, namun dia baru ingat kalau Nekora dan dia masih belum makan hari ini.
Karena itulah Satria mampir dulu ke kedai makanan, karena banyak sekali makanan unik yang terlihat enak membuat Satria ingin mencicipinya. Jujur saja di dunianya saat ini masih banyak hal yang membuatnya penasaran, salah satunya adalah aneka ragam makanan yang ada. Satria langsung membeli banyak makanan dan menghabiskan 10 koin emas. Tapi berkat slot tas miliknya dia tidak perlu repot-repot membawa makanan itu dengan tangannya.
Melihat para pembeli lain dan pedagang yang tidak terkejut kelihatannya mereka semua memang sudah mengetahuinya. Bahkan ada beberapa pembeli yang melakukan hal yang sama dengan Satria. Setelah itu Satria kembali berjalan menuju toko milik Lixia, saat masuk ke dalam terlihat Miria juga sudah kembali dan sedang menunggu toko jikalau ada pelanggan.
"Tuan sudah kembali rupanya," sambut Miria.
"Anu, apa nyonya bisa tidak bersikap formal seperti itu? Rasanya agak kurang enak kalau saya dipanggil tuan," ucap Satria.
"Eh, lalu harus saya panggil apa?" tanya Miria.
"Panggil saja Satria. Saya tidak pernah mempermasalahkan panggilan saya, lagipula nyonya sudah lebih tua dariku jadi rasanya malah saya yang kurang sopan," jawab Satria.
"Eh, baiklah kalau begitu. Tapi jangan panggil saya nyonya, panggil saja bibi atau yang lainnya," tukas Miria dengan agak ragu-ragu.
"Baiklah bibi. Lalu di mana Nekora dan Lixia?" tanya Satria.
"Mereka sedang makan di rumah," jawab Miria.
"Eh? Padahal saya sudah membeli makanan. Lagipula saya tidak memberikan uang untuk biaya makan kami," kata Satria agak tidak enak.
"Kamu itu benar-benar perhitungan. Tidak masalah, lagipula kamu sudah banyak membantu kami. Makanan yang kamu beli bisa disimpan saja untuk makan malam nanti," jawab Mirisa seraya tersenyum.
"Hemh.. lalu apakah rentenir itu tidak banyak tingkah?" tanya Satria setelah menghela nafas dalam karena tidak enak. Sebisa mungkin dia tidak pernah ingin berhutang budi kepada siapapun, karena menurutnya hal itu akan menjadi jalan baginya untuk diperalat orang yang memberikan hutang budi.
"Ya, mereka tidak terlalu banyak tanya, meskipun pada awalnya mereka terlihat terkejut saat aku memberikan uang pelunasannya. Surat hutangnya juga sudah dicap lunas, kini mereka tidak akan mengacau lagi di sini," jawab Miria dengan sangat senang.
"Kelihatannya sejauh ini semuanya sesuai perhitunganku," batin Satria.
"Saya benar-benar berterima kasih. Jika kamu tidak membantu kami, mungkin saat ini kami sudah menjadi gelandangan," sambung Miria sembari menundukan kepalanya. Suaranya terdengar serau karena terharu.
"Bibi tidak perlu berterima kasih. Lagipula itu adalah uang pembelian tempat ini, Aku akan menemui Nekora dulu," jawab Satria sambil berlalu ke belakang menuju kediaman sederhana keluarga Miria.
Lixia langsung membukakan pintu saat Satria datang, dia langsung dipersilahkan masuk ke dalam. Nyatanya kondisi di dalam rumah itu jauh lebih memprihatinkan daripada yang terlihat diluar, tempatnya sangat sempit. Mungkin jika orang yang merawatnya tidak telaten dan ulet rumah itu pasti sudah roboh dan tidak layak dihuni lagi.
Satria langsung menuju ke tempat Nekora yang sedang makan sambil duduk di atas tikar biasa, tidak ada satupun kursi ataupun meja di sana. Lixia menjelaskan dulunya toko di depan itu adalah bagian rumah mereka, tapi saat ayahnya memutuskan membuka pandai besi akhirnya rumah mereka semakin sempit.
"Memangnya sudah berapa lama ayahmu menjalankan toko ini?" tanya Satria.
"Kata ibu sih mungkin sekitar tiga puluh tahunan. Tapi yah, karena pendapatan pas-pasan membuat kami tidak bisa merenovasi rumah lagi. Tapi aku bersyukur bisa hidup di sini, diluar sana masih banyak orang yang bahkan tidak punya tempat untuk berteduh. Di tempat ini juga kenangan keluargaku tersimpan," tutur Lixia.
"Mungkin setelah direnovasi nanti aku dan Nekora juga akan tinggal di sini, menurutku ini adalah tempat yang sangat cocok bagiku. Tapi tenang saja, kalian akan tetap tinggal di sini, rencananya aku akan membuat rumah ini menjadi tiga atau empat lantai. Begitu juga dengan tokonya, dengan begitu kalian bisa tetap tinggal di sini," tutur Satria.
"Tuan memang baik, aku pikir setelah hutang kami terlunasi tuan akan mengusir kami dari sini," ucap Lixia.
"Aku tidak akan melakukan itu, aku akan tetap melakukannya sesuai perjanjian awal. Dua hal lagi yang harus kalian ingat, pertama jangan panggil aku tuan. Kedua, aku bukanlah orang baik. Aku melakukan semua ini karena menurut perhitunganku semuanya akan sangat menguntungkan bagiku," jawab Satria sambil menghampiri Nekora yang sejak tadi menyimak obrolan mereka. Lixia hanya tersenyum saja mendengarnya.
"Aku pasti akan mengingatnya," ujar Lixia.
"Ya. Kalian panggil saja namaku," timpal Satria sambil mengeluarkan makanan dari dalam slot tas miliknya. Lixia dan Nekora tampak terkejut karena makanan yang dibawa Satria sangat banyak dan beraneka ragam. Lixia kembali tersenyum melihat semua itu dan menghela nafas dalam.
"Kalian boleh memakannya masing-masing satu dari setiap jenisnya, anggap saja ini sebagai perayaan awal bagi kalian untuk bekerja kepadaku," kata Satria sambil mengambil sebuah roti lapis yang terlihat lezat dan langsung memakannya.
"Kau bilang bukan orang baik. Tapi sikapmu berbanding jauh dengan perkataanmu," batin Lixia.
"Apa aku juga boleh memakannya tuan?" tanya Nekora seakan masih ragu.
"Ya. Kau juga adalah pegawaiku, karena itu makanlah. Dan jangan panggil aku tuan, kau bukanlah budakku," jawab Satria sambil terus makan dengan lahap.
"Kalau begitu boleh panggil kakak?" tanya Nekora. Sejenak Satria berhenti makan dan menatap Nekora.
Entah mengapa saat mendengar perkataan Nekora tadi memori Satria mendadak mengingat sesuatu yang sudah hilang selama lebih dari dua tahun ini. Sebuah ikatan penting bagi dirinya dan satu-satunya alasan dia berusaha mati-matian untuk mendapatkan beasiswa dari SMA Paling Elit dan mempertahankannya sekuat tenaga meski harus menghadapi berbagai siksaan pahit di sekolahnya.
"Ya. Kau boleh memanggilku begitu," jawab Satria sambil kembali menyantap makanannya dengan lahap.
Setelah selesai makan Satria menjelaskan rencananya ke depan jika toko dan rumah Lixia sudah selesai direnovasi. Satria berniat menjalankan toko pandai besinya, Nekora dan Lixia akan dia ajari cara menempa yang benar. Dia juga membuka jasa enchant perlengkapan serta jual beli item-item dan perlengkapan.
Sore harinya seperti biasa Alexa dan Trixi mampir ke kediaman Lixia dan mengantarkan beberapa makanan. Setelah berbincang-bincang sejenak mereka akhirnya pulang ke tempat tinggal Trixi yang ada di Desa Whis.
Malam harinya setelah menutup toko, untuk pertama kalinya Satria makan bersama dengan keluarga Miria. Mereka makan cukup lahap sambil bercerita tentang banyak hal, Nekora juga terlihat sudah mulai terbuka kepada keluarga Miria dan menceritakan kisah hidupnya. Dikatakan kalau dia sejak kecil tidak tahu orang tua kandungnya dan tinggal bersama orang tua angkat yang merawatnya di sebuah kota yang tidak jauh dari Ibukota Luxurie.
Tapi suatu hari keluarga angkatnya itu dihabisi oleh orang-orang misterius dan dia sendiri dijual untuk dijadikan budak di Ibukota. Tapi dia berhasil kabur dan terus bersembunyi di Ibukota hingga akhirnya dia selama beberapa tahun terakhir dipaksa untuk bekerja dibawah perintah para bandit Ibukota. Mereka memanfaatkannya karena kemampuannya yang bisa membedakan bau uang, dia diharuskan menjebak banyak orang ke tempat terpencil seperti yang dilakukan kepada Satria.
"Kelihatannya kemampuan miliknya itu semacam skill khusus kalau untuk seorang player," batin Satria.
Setelah Nekora selesai bercerita akhirnya secara langsung Satria menanyakan tentang statistik milik mereka bertiga. Lixia dan Miria kelihatannya tidak kebingungan dan langsung menggunakan menu akses untuk melihatnya, sementara Nekora kelihatannya tidak tahu apa-apa hingga Satria harus mengajarinya.
Dari penuturan ketiganya tentang statistik mereka Satria bisa tahu kalau Lixia memiliki level 7 dengan statistik yang memang cocok untuk seorang blacksmith. Sementara Miria memiliki level 5 dan statistiknya tidak terlalu mencolok pertanda memang itu adalah standar NPC biasa pada umumnya. Untuk meningkatkan level memang diperlukan EXP.
Biasanya player akan mendapatkan EXP tersebut dari pertarungan atau latihan dan menghabisi monster. Tapi untuk seorang blacksmith dia juga bisa mendapatkan poin EXP dari menempa senjata atau semacamnya dan terus mengasahnya, bisa dibilang itu memang bentuk latihannya.
Sementara itu Nekora memiliki level 4, tapi jika Satria perhitungkan kelihatannya statistik Nekora itu sangat cocok untuk seorang fighter. Tapi Satria sendiri sebenarnya masih bingung dengan sistem dunia ini. Mungkinkah semua job class seseorang ditentukan dari bola Kristal yang ada di asosiasi petualang, ataukah mungkin tergantung metode latihan orang tersebut? Satria belum tahu jawabannya saat ini sebab untuk menyimpulkannya butuh banyak informasi.
Meski begitu tidak ada informasi penting lain seperti skill khusus terutama skill ultimate di menu akses, karena itu masih banyak informasi yang perlu Satria ketahui. Tapi sejauh ini Satria hanya menyimpulkan bahwa skill khusus bisa dirasakan penggunanya seperti halnya yang terjadi dengan Nekora, setiap orang juga kelihatannya ada caranya tersendiri untuk menggunakan skill khususnya seperti yang terjadi kepada dirinya atau Borox yang pernah dia lawan tempo hari.
Kedua Satria juga menyimpulkan kalau bola Kristal di gedung asosiasi petualang sebenarnya hanya menyimpulkan job class petualang dari statistik yang ada. Misalnya statistik Nekora saat ini menyerupai seorang fighter maka bola Kristal akan menyimpulkan job class Nekora adalah fighter, tapi jika Nekora terus berlatih sihir hingga statistiknya menyerupai seorang wizard atau sorcerer maka job class Nekora akan muncul wizard atau sorcerer di bola Kristal. Setidaknya itulah kesimpulan sementara yang dia ambil dan dirasa masuk akal.
Setelah larut malam akhirnya Satria kembali ke toko untuk tidur di sana. Sebenarnya Miria menyarankan Satria untuk tidur di kamar mendiang suaminya sementara Lixia dan Nekora akan tidur sekamar, Miria sendiri tidur di tengah rumah. Tapi Satria menolaknya dan memilih untuk tidur di toko.
Di tengah samar-samar lentera yang menerangi toko Satria terlentang bebas di lantai toko sambil melihat isi slot tasnya. Dia sudah memutuskan untuk menjual beberapa barang yang agak mahal namun jumlah di slot tasnya cukup banyak. Dia berniat menjualnya ke beberapa pedagang dan toko lain yang ada di Kota Lunar, tentunya dia sudah punya beberapa rencana agar tidak menarik perhatian. Besok dia akan memulainya sebab uangnya saat ini pasti masih kurang jika untuk biaya renovasi toko dan rumah Lixia.
Bersambung…