"Gue sayang sama lo, She. Gue nggak mau sahabat gue terus-terusan sedih karena cowok."
Entah apa yang sebenarnya terjadi. Ada yang sedikit aneh dengan perasaan Sheila ketika Adi berkata seperti itu. Ia menatap laki-laki di depannya dengan ekspresi bertanya.
"Sayang?," gumam Sheila sangat pelan.
Adi yang sadar dengan apa yang ia ucapkan pun segera memalingkan wajah dan membalikan tubuh.
"Ayo naik. Kita harus latihan," katanya pada Sheila. Adi tahu apa yang telah ia perbuat, semoga saja Sheila tidak salah paham dengan kata sayang yang ia maksud.
Sheila masih mencerna apa yang tadi Adi katakan. Sepanjang perjalanan pun tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Adi dan Sheila tengah sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Kenapa perasaan gue jadi aneh gini? Apa gue jatuh hati sama Adi?," batin Sheila. Ia melirik kaca spion kiri hanya untuk melihat wajah Adi yang lumayan tampan. Tak sadar, Sheila mengangkat kedua sudut bibirnya.
"Kenapa lo?," tanya Adi sebari melirik spion kiri. Karena merasa bahwa ia sedang di perhatikan, dan benar saja.
"Gak. Gue nggak apa-apa," elak Sheila memalingkan wajah.
Di dalam hatinya, Adi takut kalau Sheila salah paham dan justeru malah jatuh cinta padanya.
"Di, boleh tanya sesuatu?," ucap Sheila membuka suara.
"Apa?."
"Lo suka ya sama gue?."
Sial! Sheila benar-benar mengira kalau Adi menyukai dirinya.
"Apa? Gue suka sama lo? Hahahaha..."
Sheila mengangkat alis sebelah kanan dan menatap Adi dari samping kiri.
"Kok lo ketawa?," tanya Sheila tepat di depan wajah Adi.
"Pertanyaan lo aneh, sih. Mana mungkin gue suka sama lo."
Sheila kembali mengubah posisi wajahnya. Ia mendengus pelan karena ternyata Adi tidak menyukainya.
"Gue kira lo suka sama gue," ujar Sheila.
"She, lo itu sahabat gue. Dan gue udah anggap lo itu adik gue sendiri. Mana mungkin gue suka sama adik gue sendiri."
Sheila tidak menjawab. Seharusnya ia memang tidak boleh berpikir dan berharap lebih pada Adi. Toh mereka memang sahabat, dan tidak lebih dari itu.
"Dah sampe. Turun gih, berat."
Gadis itu turun dari motor Adi dengan wajah yang ditekuk.
"Lo kenapa, hm?," tanya Adi sebari menarik kedua tangan Sheila. Membuat tubuh gadis itu terhenyak dan berdiri tepat di depan Adi.
Kedua mata Sheila terbuka lebar. Merasa belum siap dengan apa yang Adi lakukan.
"Lo mau ngapain?," tanya Sheila dengan suara pelan. Posisi seperti ini, membuat trauma Sheila kembali. Ia ingat seperti apa dulu Brama memperlakukannya.
"Gue? Gue hmm.. Mau ngapain, ya?," ucap Adi dengan wajah yang sangat menyebalkan menurut Sheila.
"Gak jelas." Sheila pergi meninggalkan Adi yang kini sedang terkekeh karena sukses menggoda Sheila.
"She, tunggu!."
Adi berlari menyusul Sheila. Ia melihat gadisnya itu sedang bersiap untuk bermain skate seperti dulu.
"Papan skate baru?," tanya Adi.
"Bukan. Ini dikasih sodara gue di Bandung," jawab Sheila.
"Wih.. Cakep amat. Pasti sodara lo itu sayang sama lo."
Sheila menoleh. "Emang iya. Dia itu sodara yang paling peduli sama gue. Makanya gue pengen ke sana nyusul dia," ucapnya.
"Apa? Lo mau ke Bandung?," tanya Adi dengan ekspresi terkejut.
"Iya. Gue pengen tinggal bareng sama dia. Supaya gue punya temen buat curhat."
"Jadi selama ini lo nggak anggap keberadaan gue? Gue juga kan selalu dengerin lo curhat."
Sheila memutar bola matanya malas. "Gue tau. Tapi kalau lo punya pacar, perhatian lo pasti beralih ke pacar lo. Dan gue? Lo pasti bakal lupain gue."
Adi mendesah pelan. Pasalnya kedua mata Sheila berkaca-kaca, namun gadis itu segera menyeka sudut matanya agar tidak mengeluarkan air.
"She, lo itu sahabat gue, dan gue sahabat lo. Nggak mungkin gue lupain lo gitu aja," kata Adi sebari memegang kedua bahu milik sahabatnya.
Sheila terkekeh miris dan melepas kedua tangan yang sedari tadi memegang bahunya. "Udah lah, kenapa jadi melankolis gini? Kita kan mau latihan," ucapnya.
"Adi, Sheila!."
Mereka menoleh bersamaan. Rupanya salah satu sahabat mereka datang, yaitu Fayez. Si dingin yang sudah lama menghilang.
"Oy, Fayez. Ke mana aja lo?," sapa Sheila sebari ber tos ria.
"Biasa, She. Gue sibuk, banyak urusan," jawab Fayez.
"So sibuk lo," timpal Adi.
"Kalian cuma berdua? Brama mana?."
Tiba-tiba saja raut wajah Sheila berubah ketika Fayez menyebut nama Brama.
"Apa?," tanya Fayez pada Adi yang menyiku tubuhnya.
"Lo jangan ngomongin Brama lagi." Adi berbisik tepat di samping telinga kiri Fayez.
Lelaki itu hanya menaikkan sebelah alisnya menanggapi perkataan Adi.
"Gue ke arena duluan, ya." Sheila pergi. Fayez memang tidak tahu apa yang tengah terjadi pada teman-temannya itu.
"Kenapa, sih?," tanya Fayez pada Adi.
Adi menarik nafas pelan. "Sheila sama Brama udah putus."
"What?! Kenapa?," tanya Fayez tidak percaya. Padahal ia sangat mendukung hubungan Sheila dengan Brama. Ia senang ketika melihat pasangan kekasih itu tengah berdua dan menyalurkan cinta melalui pancaran kedua mata.
"Brama brengsek itu udah ngelecehin Sheila." Adi berkata sebari mengepalkan kedua tangannya. Fayez yang mendengar itu pun menggeleng tidak percaya. Selama ini ia melihat Brama sebagai panutan dan laki-laki yang sangat menjaga Sheila.
"Gue nggak percaya," gumam Fayez pelan namun masih bisa di dengar oleh Adi.
"Ya, tapi itu kenyataannya."
"Terus Sheila gimana? Dia pasti hancur banget."
"Banget. Makanya dia langsung berubah waktu lo sebut nama Brama," ucap Adi ketus sebari melirik Fayez dengan tatapan sinis.
"Ya sori. Gue kan nggak tau apa-apa," balas Fayez sambil menggaruk tengkuknya.
"Mending kita samperin Sheila."
Fayez mengangguk. Mereka berjalan beriringan. Dari jauh terlihat Sheila yang tengah beraksi dengan skateboard nya.
"Sheila! Tanding lawan gue!." Fayez berteriak dari tempatnya berdiri, membuat si gadis menoleh dan tersenyum disertai anggukan pelan.
"Gue ke sana dulu," ujar Fayez menepuk bahu Adi. Ia berlari menghampiri Sheila.
Adi melihat Fayez dan Sheila sedang bertanding di arena. Bertanding dalam hal positif sekaligus mengasah kembali bakat mereka.
Di sana, ia bisa melihat Sheila tertawa lepas bersama Fayez. Adi pun tersenyum, kebahagiaan Sheila seolah ikut mengalir padanya.
"Ternyata si curut itu bisa juga bikin Sheila ketawa," gumam Adi sebari melipat kedua tangan di atas dada.
"Gue rekam aja. Terus gue unggah ke aplikasi," lanjutnya. Adi merogoh saku untuk mengambil ponsel berlogo jeruk miliknya, ia mulai membuka aplikasi sosial media dan merekam apa yang Sheila dan Fayez lakukan.
"Guys, jadi mereka itu temen-temen gue. Yang cewek namanya Sheila, dan yang cowok namanya Fayez. Keren kan aksi mereka." Adi berceloteh seorang diri, persis seperti para artis yang sedang mengiklankan suatu produk di akun miliknya.
"Udah cukup deh. Gue juga mau ikut gabung sama mereka."
***
HALLO GUYS! TERIMA KASIH YANG UDAH BACA KISAH SHEILA. HEHE.. MASIH PENASARAN SAMA KISAH SELANJUTNYA? KIRA-KIRA SHEILA BISA MOVE ON NGGAK YA SAMA BRAMA? HMM.. ATAU JUSTRU MALAH BRAMA YANG BAKAL GAGAL MOVE ON? JANGAN LUPA KOMEN, YA!
NOTED : ADA YANG MAU TAHU KISAH CINTA FAYEZ? KALIAN BISA BACA DI NOVELKU YANG BERJUDUL 'DANIA (Cinta Dalam Diam).'
THANK YOU DAN SAMPAI JUMPA DI KISAH SELANJUTNYA!