webnovel

SHEILA : Skate Love

Memberanikan diri dan merelakan hatinya jatuh kepada wanita yang acuh, dingin dan bermental baja? Ya. Itulah yang dilakukan seorang lelaki yang tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjomblo. Ilham Satyanara. Lelaki tampan yang dikagumi oleh banyak kaum hawa, namun tidak pernah membuatnya menjadi seorang playboy atau bahkan mempermainkan hati wanita. Baginya, satu wanita saja cukup. Dan hanya satu yang harus ia bahagiakan. Bagi Ilham, dengan mudah mendapat dan mengambil alih hati wanita. "Nggak ada satu pun cewek yang mampu menolak pesona seorang Ilham" Kata-kata mutiara yang selalu ia lontarkan untuk membanggakan dirinya sendiri. Namun, memang benar adanya. Sayangnya, kata-kata mutiara tidak berguna dan tidak terpakai sama sekali ketika ia bertemu dengan seorang wanita yang dua tahun lebih tua di atasnya. Sheila Aksadana Setyaningrum. Gadis tomboy yang memiliki kharisma terpendam, namun enggan untuk membalas cinta Ilham. Sheila adalah seorang gadis yang memiliki hobi bermain skateboard. Ia senang hidup di atas panasnya aspal dan berbaur dengan para lawan jenis yang satu hobi. "Terus, kalo lo ganteng, bakal bikin gue cinta gitu sama lo? MIMPI!" Tapi tidak ada kata menyerah dalam kamus Ilham. Ia terus saja berusaha mencari cara untuk bisa mengambil hati Sheila. Sampai ia rela berlatih skate, hanya untuk menyeimbangi hobi Sheila yang sebenarnya sulit ia lakukan. (Halo.. Ini adalah karya keduaku. Semoga kalian suka, yaa! Jangan lupa review dan tinggalkan komen kalian!.) Cover by : @JieunDesign

Fenichaan · 若者
レビュー数が足りません
321 Chs

Hancurnya Cinta dan Hati

"Kamu ke mana aja? Aku kangen sama kamu."

GREP

Hampir saja Sheila terjengkang karena Brama yang memelukanya secara tiba-tiba.

"Brama, kamu kenapa?," tanya Sheila, namun tidak ada jawaban dari Brama.

"Brama, kamu bisa denger aku, kan?," tanya Sheila lagi.

"Jangan lepas, plis," ucap Brama ketika Sheila berusaha melepas pelukannya.

Sheila mengangguk pasrah. Beberapa hari tak bertemu, tiba-tiba saja sikap Brama berubah seperti ini.

Pelukan mereka bertahan hingga beberapa menit. Tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka, selain semilir angin yang menerbangkan rambut-rambut keduanya.

"Brama, aku pegel," kata Sheila.

Brama takluk. Ia melepas pelukan Sheila. Namun beralih dengan menatap wajah gadisnya.

"K-kamu kenapa?," tanya Sheila gugup karena takut. Tatapan yang tak biasa membuat bulu kuduk Sheila merinding. Ia tak pernah melihat Brama memberinya tatapan aneh seperti ini.

Kedua mata Brama terlihat berkabut. Seperti ada hasrat tertahan dan minta di puaskan.

"Brama, are you okey?," tanya Sheila yang semakin terasa takut.

Wajah Brama semakin mendekat. Sampai Sheila bisa merasakan hangatnya nafas milik Brama yang menderu.

"Brama, jangan kayak gini." Suara Sheila mulai bergetar. Tatapan Brama tidak selembut dulu.

Brama menyambar bibir tipis Sheila dengan kecupan bertubi-tubi. Bukan hanya kecupan, bahkan lumatan dan gigitan yang membuat Sheila tak kuasa menahan sakit.

Gadis itu berusaha berontak. Namun sayang, tenaga Brama sangat kuat dan sulit untuk di singkirkan.

"Hmm.. Hm... Hm.." Tak ada cara lain lagi. Berteriak pun Sheila tak mampu. Air matanya mulai bercucuran, hatinya hancur sudah, begitu pun dengan rasa cintanya pada Brama.

Bibir Sheila mulai meneteskan darah, seiring dengan Brama yang mengigitnya semakin kuat. Sheila lemas, tenaganya habis karena berontak dan tangis tertahan yang ia lakukan namun tak kunjung mendapat belas kasihan dari Brama.

Gadis itu melihat mata Brama yang terpejam. Dari awal ia mengecup, Brama tidak juga membuka matanya. Namun kecupan dan lumatannya semakin kasar menghujami bibir Sheila.

"Brama, kenapa kamu lakuin ini?," batin Sheila menangis.

BUG!

Tubuh Brama terpental cukup jauh. Setelah Adi datang dan menendangnya dengan kekuatan penuh.

"BRENGSEK!," hardik Adi dan langsung mendekap tubuh Sheila yang sudah menangis tersedu-sedu.

Brama kembali dengan nafas naik turun.

"Ngapain lo, hah? Apa yang udah lo lakuin ke Sheila?!," teriak Adi pada Brama yang tengah tersenyum miring.

"Lo nggak usah ikut campur. Sheila itu pacar gue. Dan gue berhak buat lakuin apapun ke dia," jawab Brama dengan wajah tanpa dosanya.

"SIALAN!,"

Adi sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya. Ia menyerang Brama dengan pukulan yang bertubi-tubi. Hingga perkelahian terjadi di antara kedua orang yang saling menyimpan dendam itu.

Sheila menangis histeris. Ia tak kuasa untuk memisahkan Brama dan Adi yang kini sudah saling menggulung tubuh di atas tanah.

Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri. Ia merasa Brama telah mengkhianati cintanya dengan mengambil kesucian yang selama ini ia jaga.

"Brama, kenapa kamu tega lakuin ini?," batin Sheila.

"Adi! Udah!." Sheila berteriak. Namun Adi tidak mau menghentikan pukulannya di wajah Brama yang sudah babak belur.

"Adi!," Sheila berlari menghampiri keduanya. Melerai pertengkaran mereka dengan kondisi yang masih menangis.

"Sekali lagi lo lecehin Sheila, lo bakal mati di tangan gue!," ancam Adi tidak main-main. Wajahnya merah padam dan dada nya naik turun seolah tengah menyimpan amarah yang begitu kuat.

Brama tersenyum miring dan berusaha bangkit.

"Apa lo lupa? Sheila ini pernah tinggal di New York. Gue yakin, pasti dia udah ikut pergaulan bebas di sana. Gue cuma cium dia, sedangkan dia, mungkin udah tidur dengan banyak cowok di sana."

PLAK!

Dengan tenaga yang penuh, Sheila menampar Brama di depan Adi.

"Jaga mulut kamu, ya. Aku nggak sehina apa yang kamu pikir," ucap Sheila penuh penekanan.

"Oh ya? Apa bisa kamu buktiin? Sekarang kamu harus tidur sama aku."

BUGH!

Adi kembali memukul wajah Brama yang sudah tidak berbentuk.

"Jaga kata-kata lo ya, cowok bajingan!," ujar Adi dengan urat-urat tubuhnya yang sudah terlihat.

"Apa? Kenapa lo belain cewek ini mati-matian? Apa lo suka sama dia?," tanya Brama dengan tenang.

"Brama cukup!," teriak Sheila. "Kamu jangan pernah temuin aku. Hubungan kita berakhir," lanjutnya.

Sheila berlari, meninggalkan Brama dan Adi yang tengah berdiri.

"Udah puas lo?! PUAS?!." Adi berteriak tepat di depan wajah Brama, yang kemudian ia pergi meninggalkan laki-laki brengsek yang kini tengah tersenyum tanpa penyesalan.

"Maafin aku, She."

***

Sheila berlari sebari menangis. Kekasih yang ia rindukan dalam beberapa hari ini, tiba-tiba mematahkan hatinya dengan cara yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Kenapa kamu lakuin ini, Brama? Aku nggak sedikit pun berkhianat sama kamu, apalagi sampai melakukan hal kotor," batin Sheila yang saat ini sudah berada di tepi sungai.

Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri, dengan linangan air mata yang semakin menipis.

"She," panggil seseorang dari belakang tubuh Sheila.

Sheila bergeming tak menjawab. Rasanya ia sudah tak memiliki tenaga lagi untuk mengeluarkan suara.

Seseorang itu duduk di samping Sheila. Merengkuh tubuh Sheila yang nampak lemas dan tak bertenaga.

"Kenapa, Di? Kenapa Brama lakuin ini sama gue?," tanya Sheila pada Adi yang tengah merengkuhnya.

"Kenapa dia tega sama gue?."

Adi hanya diam. Membiarkan Sheila meluapkan semua emosinya.

"Gue nggak pernah lakuin hal yang nggak mungkin gue lakuin, Di." Suara Sheila begitu lirih. Membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa iba.

"Sstt.. Lo jangan ngomong gitu, She. Gue percaya sama lo. Gue tau lo," ucap Adi sebari mengelus kepala Sheila.

"Lo yang sabar, ya. Cowok kayak Brama nggak pantes lo tangisin. Lo berhak buat dapetin pengganti Brama yang lebih baik."

"Nggak, Di. Gue nangis bukan karena cinta gue sama Brama. Tapi karena tuduhan Brama yang bikin hati gue sakit. Gue bukan cewek murahan yang tidur sama banyak cowok. Gue menjaga semuanya dengan baik, termasuk ciuman. Brama udah ambil first kiss gue." Sheila semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Adi. Isakan tangisnya semakin terdengar, membuat Adi seolah tak sanggup mendengarnya.

Adi teramat sangat mengenal siapa Sheila. Ia bukan tipe perempuan yang mudah memberikan apa yang tidak pantas diberikan. Sheila adalah perempuan yang menjaga kehormatannya.

"Lo boleh nangis semau lo. Lo nangis aja, She. Biar gue yang temenin lo di sini," ucap Adi.

Sheila kembali menangis semakin kencang. Ia meluapkan semua sesak yang ada di dalam dada.

Hingga semakin lama, isakan itu tidak lagi terdengar. Adi yang menyadari itu pun mengangkat wajah Sheila perlahan. Ia tersenyum ketika melihat Sheila yang sudah tertidur dan terlihat jauh lebih tenang.

"Brama, lo bener-bener cowok brengsek. Gue pastiin lo bakal terima balasan dari gue," batin Adi.