webnovel

Serigala Putih

Pagi telah tiba, suara alarm ponsel telah membangunkan tidurnya. David pun sangat terkejut, melihat baju tidur yang dia kenakan sudah robak dan hanya menyisakan celana tidurnya. Itupun sudah robek dan hanya menyisakan pinggul hingga ujung lututnya saja. Kemudian dia beranjak dari tidurnya dan bercermin pada kaca lemari kamarnya. Kulitnya yang cerah, berotot dan sedikit bertambah tinggi membuatnya terkejut. Dirinya, tidak tau apa yang sebenarnya terjadi.

Terakhir kali dia mengingat, bahwa selesai makan dia langsung tertidur. Sempat dia merasakan, suhu tubuhnya terus bertambah. Lengan bawahnya terasa seperti digigit semut. Semua hal yang terjadi, membuatnya kebingungan sampai dia kembali teringat tiga sosok vampire sempat dia temui kemarin sore. Kemudian, dia berlari ke luar menuju sebuah kamar tempat Profesor tertidur. Namun, beliau pun tidak ada di dalam kamarnya. David memegang lehernya, raut wajahnya pucat dan kedua tangannya menggigil ketakutan.

"Vampire," gumamnya sambil memegang lehernya sendiri.

Kedua kakinya, melangkah menuju daun pintu lalu dia dengan ragu memegang gagang pintu. Perlahan dia menarik daun pintu, David berjalan keluar menyambut sinar matahari. Kulitnya tidak merasakan apapun, ketika sinar matahari mulai menyentuh kulitnya. Dia pun menghembuskan nafas lega, melihat dirinya bukan seorang vampire. Kemudian, dia menutup pintu dan berjalan ke dapur untuk membuat sarapan pagi. Dia mengambil tiga bungkus mie instan, satu persatu bungkus mie digunting lalu tiga mie tersebut direbus dalam panci sudah terisi air mendidih.

Ponsel miliknya mulai berdering, dia mengambil ponselnya tergeletak di atas meja makan. Rupanya, orang yang menghubunginya adalah Alfred. Ujung jari menyentuh layar dan dia menerima panggilannya.

"Hei men, apakah kau akan pergi ke kampus hari ini?"

"Entahlah bro, tumpukkan salju di luar membuatku malas untuk keluar," balas David.

"Ayolah bro, datang saja ke kampus. Nikmati waktumu, mumpung masih di Amerika. Aku yakin, setelah kembali ke kampung halaman kau pasti akan rindu suasana Amerika. Lagi pula, apa kau tidak lelah olahraga lima jari seharian?" canda Alfred.

"Ha.ha.ha, lucu sekali kawan. Baiklah, aku akan ke sana jam sembilan pagi. Sekarang aku ingin sarapan dulu," balas David.

Telpon pun berakhir, David meletakkan ponselnya kembali di atas meja makan. Selesai membuat sarapan mie goreng, dia pun duduk di ruang tengah seorang diri lalu menyalakan televisi. Sebuah berita terbaru, memberitakan lima orang korban pembunuhan di tempat yang berbeda. Kulit mereka biru pucat, tanpa adanya darah sedikit pun berada di dalam tubuh mereka. Polisi menemukan bekas gigitan, pada leher korban. Dugaan sementara, merupakan korban pembunuhan berantai.

David diam, memandang televisi sambil menikmati sarapan paginya dengan serius. Berita selanjutnya, tentang hilangnya dua puluh orang di tempat yang berbeda secara misterius. Menurut keterangan dari pihak kepolisian, enam diantaranya merupakan gelandangan pinggir jalan. Misteri yang berlangsung, membuat David penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, selama tidak mengusik kehidupan pribadinya dia pun tidak memperdulikannya.

Selesai sarapan, dia meletakkan mangkok dan sandok kotor di dalam wastafel lalu mencucinya hingga bersih. Setelah itu, dia berjalan ke gudang samping rumahnya untuk mengambil sebuah sekop. Dia pun berjalan keluar, hanya mengenakan baju pendek dibalik jaket merah serta, celana panjang hitam bahan bergaris putih. Salju demi salju, dia bersihkan dari halaman rumahnya seorang diri. Mobil yang akan dia kendarai, tertutup oleh salju.

David melepas jaketnya, namun tubuhnya masih terasa hangat. Kaos yang dia kenakan, juga dia lepas hingga menyisakan celana panjang dan sepatu yang dia kenakan. Dia terus membersihkan halaman rumah dan mobilnya dari salju. Kemudian, dua melihat sebuah tali tambang sepanjang satu meter, tergantung di atas batang pohon.

Sekop yang dia gunakan, diletakkan begitu saja di halaman rumahnya. Dia berlari menuju tali tersebut lalu David, melompat setinggi mungkin mengenai tali tersebut. Tidak di sangka, David dapat menggenggam tali tersebut dengan sangat mudah. Padahal tinggi pohon tersebut sekitar 12 m, mustahil manusia biasa bisa menggapainya. Kemudian dia melepas genggamannya dan dia pun terjatuh pada tumpukan salju. Lalu, David kembali membersihkan halaman rumahnya dari salju.

Selesai membersihkan halaman rumah, David masuk ke dalam. Pemuda itu bersiap untuk pergi ke kampus. Mantel musim dingin berwarna coklat, kaos hitam, celana jins hitam, sepatu abu dan sepasang sarung tangan rajutan berwarna hitam telah dia kenakan. Dia berjalan masuk ke dalam mobil. Perlahan mobil yang dia kendarai, melaju meninggalkan halaman rumah. Mobil K900 v8 berwarna hitam miliknya, melaju menelusuri jalan beraspal yang agak licin.

Mobil-mobil kecil, terlihat melintasi jalan dengan berbagai urusan. Hanya suara radio, menemani David selama di perjalanan. Sekian lama di perjalan, akhirnya dia pun sampai di Kampus. Dia pun turun dari mobil lalu berjalan menelusuri jalan setapak. Kemudian, sesuai perjanjian David menemui temannya di kantin. Di sana, dia melihat Alfred duduk di kursi roda menghadap meja kantin.

"Hei kawan, lama menunggu?" sapa David kepada temannya.

"Tidak bro, baru saja aku sampai di sini."

"Ya sudah aku pesan dulu," berjalan menuju kantin.

"Tolong kopinya satu!" pinta Alfred kepada temannya David.

David pun berjalan, menuju kasir untuk memesan. Keanehan pun terjadi, dia melihat tubuh Sang Penjaga kasir, mengeluarkan aura berwarna biru muda. Seluruh penghuni kantin, juga mengeluarkan aura yang sama kecuali Alfread. Dia mengeluarkan aura berwarna coklat gerang. Aura tersebut terhidup olehnya. Aoma tubuhnya, seperti domba yang sering berkeliaran di ladang. Padahal selama ini, dia tidak pernah menghirup aroma tersebut dari tubuhnya.

"Jadi memesan?" tanya Sang Kasir.

"Ah, iya tolong coffee mochachino dua dan roti bakarnya juga."

"Baik, silahkan tunggu pesanan anda."

Pemuda itu kembali ke mejanya lalu duduk berhadapan dengan Alfred. Aroma kambing sungguh tidak tertahankan. Dia mengambil sebuah parfum di balik saku mantelnya. Kemudian, dia menyemprotkan parfum tersebut pada tubuhnya. Melihat tingkah sahabatnya yang tak biasa, membuat Alfred bertanya-tanya pada dirinya, mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

"Bro, tumben sekali menyemprotkan parfum di tempat umum seperti ini?"

"Tidak, hanya terkadang aku sering menggunakanya di depan umum. Ya, sekalian hari ini aku ingin pamer parfum yang sering aku gunakan," jawabnya berbohong dan meyakinkan.

Tidak berselang lama, dia melihat seorang gadis berambut silver berjalan masuk ke dalam kantin. Dia memesan kopi dan duduk seorang diri di meja nomer tiga. Mantel putih, rok dan kaos kak hitam memancarkan parasnya yang cantik. Sorot matanya yang indah, membuat David terpikat olehnya.

"Mumpung dia lagi sendirian, ayo David dekati dia!" seru sahabatnya.

"Jangan konyol, aku takut dia risih melihatku."

"Dengar David, kesempatan tidak akan datang dua kali. Cepat dekati atau kau menyesal seumur hidup," tegas Alfred.

"Tapi Alfred, aku belum pernah berbincang dengan wanita," balas David dengan ragu.

"Sudahlah nanti juga mengalir. Yang terpenting, kamu berdiri dan dekati dia sekarang!"

"Iya-iya konsultan cinta!" balas David sambil berdiri dari tempatnya.

David beranjak dari tempat duduknya, dia berjalan mendekati gadis itu yang sedang menikmati secangkir kopi. Pemuda itu berdiri menatapnya dengan canggung. Kemudian gadis itu menoleh kepadanya sambil meneguk kopi.

"Hai," sapa David.

"Hai," balas gadis itu sambil tersenyum manis membuat David salah tingkah.

"Apa kamu sendirian?"

"Menurutmu?"

"Tidak, bolehkah aku duduk?"

"Silahkan," balasnya.

Mereka berdua terdiam saling berpandangan tanpa mengatakan apapun. Gadis itu, terus menatap David tanpa berkedip. Semakin lama dia menatap, membuat David semakin malu. Tidak berselang lama, Alfred pun datang membawa secangkir coffee mochachino mendekati mereka berdua dengan kursi rodanya. Kemudian dia meletakkan cangkir tersebut di atas meja.

"Maaf, bolehkah aku berkenalan denganm?"

"Tidak boleh. Ha.ha.ha, bercanda aku senang bisa berkenalan orang baru."

"Kalau begitu, perkenalkan namaku David."

"Clara, salam kenal," sambil berjabat tangan.

David melihat, aura merah darah keluar dari tubuhnya. Aura tersebut terhirup olehnya, aroma tersebut sulit untuk dijelaskan tetapi lubang hidungnya terasa dingin ketika menghirupnya terlalu lama. Clara menghabiskan kopinya, dia pun berdiri sambil memandang raut wajah tampan David.

"Malam ini ada bulan purnama, sebaiknya kamu hati-hati dan jangan sampai menggila di tempat umum," ujarnya lalu dia pergi begitu saja meninggalkan David seorang diri.

Alfred, mendekati David seorang diri mengenakan kursi rodanya. Lelaki itu duduk di samping temannya memandang Clara sudah berjalan jauh. David tampak sedih, tidak bisa berbincang lama apalagi meminta nomer ponselnya. Dia pun menghabiskan kopinya, sambil terus memandangi Clara dari kejauhan.

"Bagaimana perkembangannya?" tanya Alfred.

"Hah, buruk dan sangat buruk. Aku terlalu canggung, berbincang dengannya. Pada akhirnya, aku tidak memiliki nomer ponselnya," jawab David sambil tertunduk lesu.

"Sudahlah, masih ada kesempatan lain. Sekarang, ayo kita berkeliling kampus sambil menikmati suasana musim dingin," ajak Alfred.

David pun tersenyum, dia mendorong kursi roda temannya berkeliling Universitas sambil menikmati indahnya musim dingin. Mereka berdua terus berbincang, seputar kehidupan awal perkuliahan hingga lulus sidang. Canda dan tawa dua sahabat, terus mereka jalani hingga pukul tujuh malam. Kemudian David mengantar Alfred ke halte bus lalu membantunya naik ke dalam bus. Setelah berpamitan, David pulang ke rumah mengendarai mobil miliknya.

Sinar bulan bersinar terang, David merasakan sensasi aneh di dalam dirinya. Rasanya, dia ingin marah dan mengamuk sejadi-jadinya tanpa alasan yang jelas. Baju yang dia kenakan terasa sempit, urat-urat pada seluruh tubuhnya terlihat jelas dan panas tubuh mulai dia rasakan. Sesampainya di rumah, David langsung keluar dari mobil lalu menjauhi halaman rumahnya.Tubuhnya semakin membesar, bulu-bulu putih keluar dari mulutnya.

"Ahh!" menjerit kesakitan ketika bulu putih keluar dari seluruh tubuhnya.

Cakar merah panjang, rating-nya yang putih dan sorot mata merah menyala. Seluruh pakaian, yang dia kenakan robek dan menyisakan celah jins hitam robek. Kini David, berubah menjadi sosok manusia serigala putih yang mengerikan. David berjalan dengan sangat panik ke menuju kaca rumahnya.

"Ini aku? Tidak mungkin! Sebenarnya apa yang terjadi?!" tanya David pada pantulan dirinya dicermin.

Kepala David terasa sakit, dia berlari dan memanjat pohon, pandangannya memandang sinar bulan. David mulai melolong panjang, membuat seluruh makhluk malam ketakutan mendengarnya.