webnovel

Boneka Santet

"Aku bukan bonekamu

Bisa kausuruh-suruh

Dengan seenak maumu

Aku bukan bonekamu

Bisa kaurayu-rayu

Kalau kau bosan, pergi, dan menghilang

Aku bukan boneka boneka boneka

Aku bukan boneka boneka boneka …."

Terdengar lantunan lagu dinyanyikan oleh suara yang tak ada bagus-bagusnya. Dari kejauhan terlihat tubuh tinggi dan besar si penyanyi nampak berlenggak-lenggok tak jelas di teras belakang. Seorang pria lain dengan postur tubuh persis seperti penyanyi itu terlihat berkacah pinggang dengan kepala menggelang melihat dari balik jendela.

"Kagak ada waras-warasnya itu anak!" gumamnya heran dan tak berkedip dengan apa yang dia saksikan setiap akhir pekan serta merusak pandangannya.

Di belakang pria itu tengah berdiri seorang wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang tak muda lagi. Dia nampak tersenyum melihat di mana suara nyanyian belum ada tanda-tanda berhenti dan mendaratkan tangannya di bahu pria itu.

"Gitu-gitu adikmu, Nak!" ucapnya lembut tepat di samping telinga yang sejak tadi sakit mendengar nyanyian aneh adiknya.

"Itu masalahnya, Ma. Kok bisa Evan punya adik macam begitu. Badan berotot tapi nyanyi lagu begituan. Kagak ada keren-kerennya sama sekali. Malu sama perut kotak-kotak yang nempel!" jawabnya gemas menimpali perkataan wanita yang dipanggilnya Mama.

"Hahaha … kebetulan lagu itu sedang trending. Mama juga suka nyanyiin saat karaoke dengan Papa," sahut sang Mama yang mengulas senyum.

"Astagaaaaaaa … sepertinya yang waras Evan seorang di rumah ini!" ujarnya sambil tepuk jidat dan menatap kaget pada ibunya. Terdengar suara tawa cukup kuat dari ibunya melihat reaksi Evan yang semakin bingung dengan kelakuan keluarganya dan melangkah pergi.

"Eh, mau ke mana, Kak?" panggilnya yang ditinggalkan begitu saja oleh Evan saat sedang tertawa.

"Mau matiin konser koslet sebelum Evan muntah-muntah!" jawabnya kencang dan secepat kilat menuju sosok yang sedang berjoget tak jelas di teras belakang.

Sang ibu tercengang dan seketika tawanya terhenti. Dia melepas cangkir yang sedang dia pegang ke nakas dan ikut menyusul apa yang akan dilakukan oleh anaknya yang sebentar lagi akan muntah.

"Aku bukan boneka boneka boneka. Aku bukan boneka boneka boneka," suara pria yang tengah bergoyang mengulang nyanyiannya dan semakin kencang.

"IYA, KAMU BONEKA SANTET!" Teriakan kuat terdengar dan menghentikan nyanyian merdu pria itu yang langsung membalikkan tubuh menghadap arah datangnya suara.

Evan berdiri menjulang di hadapannya dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Pria yang sedang bernyanyi nampak terkekeh melihat siapa yang baru saja berteriak padanya dan kembali bergoyang dengan wajah tanpa dosa.

"Evan kayak boneka boneka boneka. Evan kayak boneka boneka boneka …," lanjut pria itu bernyanyi dan mengganti lirik lagu sambil berputar mengelilingi Evan yang melotot tak percaya.

"BERISIIIIIIIIIIIK!" teriaknya kencang dengan urat leher yang begitu terlihat di balik kulit leher putih dengan jakun kecil yang turun naik menahan kesal.

"HAHAHAHA …." Terdengar tawa terbahak dari pria yang baru saja bernyanyi dan tanpa segan bergelayut di pundak Evan seraya memeluknya erat.

"Marah-marah mulu, sih, Kak. Lagi datang bulan, ya? Awas tembus ke semvak satu jutamu!" gumam pria itu yang justru meledeknya.

Dia menghela nafas panjang. Dia sudah hafal dengan sifat pria yang menyebalkan dan tengah memeluknya dari belakang tanpa rasa bersalah telah merusak indra pendengaran orang lain dengan suara yang bagai kaleng rombeng dan karatan.

'Plakk'

Pukulan mendarat sempurna di kepala pria tersebut yang langsung melepas pelukannya dan memegang kepala karena mendapat pukulan dari pria yang dipanggilnya kakak.

"Ish, kepalaku bagian paling suci di tubuh manusia, Kak. Bayar fitrah tiap tahun!" cicitnya sambil mengelus kepalanya beberapa kali dengan wajah cemberut.

"Besok tak usah bayar fitrah kalau masih koslet begitu!" jawab Evan acuh dan menarik kursi yang ada tak jauh dari posisi mereka.

"Sadisnya dirimu pada diriku yang tampan ini, Kak," gumamnya pelan dan ikut duduk saling berhadapan.

"Percuma tampan kalau begok!" kata Evan lagi dan semakin menghinanya. Mendengar hinaan sang kakak, matanya membulat dan berujar.

"Aku gak begok, Kak, hanya tiap weekend saja begoknya," timpalnya memasang wajah menyebalkan. Dari dalam rumah, sang ibu datang menghampiri membawa minuman di nampan beserta camilan pisang goreng kesukaan mereka.

"Sudah, Evan. Adikmu memang begitu. Jangan kamu ladeni karena bisa darah tinggi. Kamu juga Ethan, suka sekali meledek Kakakmu. Kalian itu kembar dan saling melengkapi satu sama lain," terang wanita itu menasihati keduanya yang sering adu mulut dan berbeda perangai.

"Ish, Mama Pupe memang paling uhuy. Ethan cinta dan gak nyesel sudah terlahir jadi anak Mama yang lebih ganteng dari Kak Evan!" ocehnya memuji sang ibu dan membuat mata Evan kembali melotot.

"Gantengan aku keles!" kata Evan tak terima.

"Gantengan aku loh kata ciwi-ciwi. Sama adik tolong mengalah dong, Kak!" cicit Ethan tak mau kalah.

"Gantengan akulah. Fansnya banyak dan ngampar," balas Evan tak mau kalah dan membuat mata Ethan melotot balas.

"Orang kata gantengan aku," kata Ethan yakin.

"Gantengan aku!" balas Evan.

"Aku!"

"Aku!"

Pupe terdiam dengan raut bingung harus berbuat apa. Dia menarik nafas panjang dan memejamkan mata dengan erat. Perlahan matanya terbuka dan menatap kedua putra kembarnya masih adu mulut tanpa ada yang mau mengalah.

"MAMA BACOK KALIAN BERDUA KALAU MASIH BERTENGKAR!" teriak Pupe yang lelah dengan pertengkaran hal sama dan terus berulang.

E'E bersaudara bergeming. Mereka seketika bungkam tatkala sang ibu mulai mengeluarkan suara emasnya yang menggelegar di penjuru rumah. Di ruang kerja, sang kepala keluarga yang sedang sibuk membaca laporan perusahaan sontak kaget mendengar suara lonceng tanda bahaya yang baru saja terdengar. Secepat kilat dia bangun dari duduknya tanpa mematikan komputer dan bergegas menuju dari mana asal suara itu.

"Pasti dua bocah itu bikin gara-gara lagi," dumalnya dengan langkah sedikit tergesa.

Di teras belakang, suasana gaduh tadi telah berubah hening. Kedua pria yang mengaku paling ganteng nampak saling melirik dalam diam dan tak berani buka suara, hingga sang kepala keluarga tiba di sana.

"Ada apa, Ma? Kok suara emas Mama sampai membuat semvak Papa bergetar?" oceh pria itu asal yang tak lain adalah Michael Miller.

Ya, mereka adalah keluarga Miller. Keluarga yang terbentuk dari pasangan saling cinta antara Michael Miller dan Pupe Mayang Sari. Mereka dikarunia dua anak kembar pria identik dengan nama Evan Alexander Miller dan Ethan Alexander Miller. Mereka dijuluki dengan Duo EE oleh teman-temannya sejak SMP dan melekat hingga sekarang. Bahkan, mereka berdua mengabadikan julukan tersebut menjadi nama anak perusahaan dari Eduro Group yang mereka bentuk dan bernama EE Property Corp. Aneh bukan? Begitulah faktanya. Meskipun sering bertengkar, keduanya saling menyayangi satu sama lain dan bersyukur karena tak pernah mencintai wanita yang sama.