webnovel

Sekretaris Pipi

Semua wanita ingin mempunyai rumah tangga yang Sakinah Mawadah Warohmah. keluarga yang harmonis dan bahagia hingga akhir hayat. Namun ketika impian tidak sesuai dengan kenyataan, jika takdir tuhan berkata lain apa yang harus kita perbuat selain ikhlas dan sabar.  Namaku Vira, aku menikah dengan seorang pengusaha sukses ternama di Ibu Kota. Pernikahan kami diterjang badai saat suamiku mempunyai sekretaris baru di kantornya. tetapi aku tidak tau ternyata kini sahabatkulah yang menjadi sekretaris baru suamiku. "Pipi, kesini CEPAT !" kupanggil suamiku dengan rasa penuh amarah. "Ada apa sih mi, kenapa mimi marah-marah begitu ?" jawab suamiku berjalan menuju ke ranjang tempat tidur kami. "Tolong jelaskan foto apa ini maksudnya !" aku menyodorkan ponsel miliku dan memperlihatkan foto yang di jadikan history oleh sahabatku di media sosial. "Jelas itu foto jesica dengan cowoknya mungkin, kenapa malah tanya ke pipi ?" Jawab suamiku. "No, tidak pi ! ini jelas KAMU ! aku hafal betul perawakan suamiku dan ini jas kamu kan pi ! Tolong jelaskan ke mimi apa maksud semua ini !" bantahku menggebu-gebu, sambil menarik baju yang melekat pada tubuhnya. Aku melihat foto suamiku tampak belakang, memang seperti postur tubuh suamiku. Yang sedang berduaan dikamar hotel. Firasat seorang istri memanglah kuat, namun suamiku selalu mengelaknya. disini lah awal badai rumah tanggaku. Air mata ini tidak berhenti membasahi pipiku. Rasanya hati ini hancur, suami yang aku cintai dan sahabatku yang selama ini sudah aku anggap seperti adiku sendiri telah bermain dibelakangku.  "Apa yang harus aku lakukan ya tuhan, apakah aku harus mengakhiri pernikahan ini atau mempertahankan pernikahanku demi anakku Adel ? dia masih sangat kecil jika harus kehilangan sosok pipinya." menangis tersungkur di lantai. Bagaimana aksi-aksi teror sekretaris pipi itu merebut pipi dari mimi ? Apakah Vira akan mepertahankan pernikahannya yang sudah 7 tahun mereka bangun, atau malah menceraikannya ? Simak Next story ......

iga_emilia · 都市
レビュー数が足りません
357 Chs

Rumah Kita

Tin..tin..tin

suara klakson mobil terdengar dari luar pagar rumah Vira.

Aku berlari kecil menuju gerbang memastikan siapa yang datang. Dan ternyata mobil sopir yang menjemput jesica sudah datang. "Jes, jemputan sudah datang!" Kataku berteriak dari luar rumah. Jesica berpamitan pada ayahku dan pulang kerumahnya.

Pada saat itu,aku langsung menghubungi Frans jika aku siap diajak ke suatu tempat yang ia janjikan semalam. Karna ku selalu dibuat penasaran oleh lelaki penuh kejutan itu. 

"Halo, mas, kita berangkat sekarang ya. Jesica baru saja dia pulang." kataku berbisik

"Ok, kamu siap-siap ya. Sebentar lagi saya otw kerumah jemput kamu !" ujar Frand dari sebrang sana

Dengan perasaan penasaran dan hati bahagia, akhirnya bisa jalan dengan Frans. Aku yang sudah memendam rindu, bersiap-siap mengganti pakaianku dan berdandan alakadarnya setiap kali akan pergi. 

"Vira, kamu mau kemana nak ? Kok sudah rapi dan cantik ?" Tanya ayahku matanya menatap tampilanku dari ujung kerudung hingga ke bawah mata kaki.

"Emm, Vira pamit mau pergi dengan mas Frans ya yah." Kataku minta izin ke ayah.

"Kemana ?" Tanya ayah menatap mataku serius

"Em, ke itu yah, Vira minta tolong menemanu ke toko buku untuk skripsi." Untuk kesekian kalinya aku terpakasa bohong pada ayahku.

"Oh gitu, iya hati-hati nak !"

Tidak lama kemudian mobil Frans datang didepan rumah. Frans turun dari mobil untuk meminta izin kepada ayahku jika ia akan mengajakku pergi. Lelaki berpakaian casual, kaos oblong dan celana tiga perempat ini terlihat begitu santai tetapi masih keren. 

"Om, saya mau menjemput Vira, mengajaknya pergi. Bolehkah ?" Kata Frans mencium punggung tangan ayahku.

"Iya Frans, tapi ingat ya jangan pulang malam !" Tegas pak Hartawan

"Siap !"

***

Kami sudah berada dalam satu mobil. Kutatap lelaki yang duduk disebelahku kali ini. "Mas, sebenarnya kita mau kemana sih ?" 

Frans hanya tersenyum padaku. "sudah kamu nanti juga tau. Kamu tinggal duduk manis disamping saya." ujar Frans memasang selt belt ketubuhnya

"Okelah." Kataku lirih.

Lama kelamaan aku terpesona melihat lelaki yang sedang mengemudi disampingku sekarang. Meskipun ia hanya mengenakan kaos oblong warna putih yang selaras dengan warna kulitnya, dan celana pendek tiga perempat membuat bulu kaki tampak membuatnya semakin maco dimataku. Hidung mancung wajah menawan dalah satu menjadi alasan ku dibuat terpesona olehnya.

Tak sadar ku terus memandangi wajahnya. Tiba-tiba mataku tertangkap oleh matanya. "Hayo ngapain lihatin aku terus. Ganteng kan aku." Katanya dengan rasa penuh percaya diri

Aku langsung menundukan kepalaku dan memejamkan mata. "Ish..ish pede banget !"

Saat ku menatap kearah jalanan "Loh, ini bukannya jalan ke arah perumahan elite buat orang-orang kelas atas ya mas ? Perumahan puri indah, ya kan ?" Ku merasa tidak asing lagi dengan arah perjalanan mobil ini. 

Frans mengangguk. "Yaps bener !"

Berhentilah mobil Frans di depan rumah tipe 45 bercat abu-abu namun halaman rumah yang masih gersang.

"Ayo turun !" kata Frans kepadaku

Aku yang masih dibuat bingung okeh Frans tujuan apa kita kerumah ini. Aku bengong tak kunjung turun dari mobil.

"Vira, sayang kamu mau turun atau tetap disini ?" Frans meninggikan suaranya.

"E-emh iya mas." Satu dorongan saja pintu mobil terbuka berhasil membuatku turun dari mobil. Berjalan dengan flat shoes yang menimbulkan sedikit hentakan suara. Berjalan dibelakang Frans yang jaraknya tidak terlalu jauh.

Mataku mengamati setiap sudut bentuk desain rumah dari depan, tampak dihalaman yang masih gersang banyak bongkahan batu sisa pembangunan seperti rumah yang baru jadi.

Aku mengentikan langkahku tepat di depan pintu masuk rumah itu. Sedangkan Frans sudah masuk kedalam rumah. "Sayang, kenapa berhenti disitu, ayo sini masuk !" Ajak Frans menarik tanganku.

Pikiranku terus bertanya-tanya, aku dibuat linglung olehnya. mengapa Frans membawaku kerumah yang kosong tidak ada penghuni maupun barang perabotan rumah. 

"Mas, mengapa kita ditempat kosong ini ? Mau ngapain kita ?" Tanyaku dengan nada lirih sedikit ketakutan

"Udah kamu tenang aja, jangan berfikir yang tidak-tidak. Sekarang ikut aku ke lantai dua." 

"Eitsss Stop !" Tiba-tiba Frans menghentikan langkahku yang akan mengikuti langkah dibelakangnya. 

"Ada apa lagi sih mas ?" Sudah mulai dibuat bete dan kesal olehnya.

"Ditutup dulu matanya dengan ini." Frans mengeluarkan kain penutup mata dari kantong celananya. 

Diriku dibuat pasrah oleh rencana Frans kali ini. Kupejamkan mata dan Frans memasangkan kain kecil untuk menutup mataku. Benar-benar gelap aku tidak melihat sedikitpun cahaya masuk dari celah syal ini.

"Ayo sekarang jalan perlahan. Aku bantu."

Frans menuntun jalanku menaiki anak tangga. Setapak demi setapak ku menaiki anak tangga sambil tanganku meraba-raba besi untuk pegangan ketika naik anak tangga. Frans menuntunku dengan sabar. Pada akhirnya sampailah di lantai dua rumah ini.

Aku didudukan di sebuah kursi entah aku tidak tau bentuk kursi itu seperti apa. Aku menghempaskan pantatku diatas kursi tersebut. "Aku buka ya !" Kataku tidak sabar melihat apa sebenarnya yang ada didepan mataku.

"Jangan dulu. Sebentar ! Nanti aku bantu bukain. Sabar ya sayang."

Frans meinggalkanku sejenak. Entah apa yang dia lakukan. Aku merasa ketakutan jika ditinggal sendiri ditempat ini.

Aku memiliki ketakutan akan kegelapan. Perasaan tidak tenang sudah menyelimutiku

"Mas, Mas Frans ! Jangan tinggalin dong ! Aku takut nih !" Suaraku gemetar seakan ingin menangis dibuat takut olehnya.

Tidak ada jawaban apapun dari Frans dalam beberapa detik. Saking ketakutannya, air mataku tumpah karena aku adalah orang yang takut akan kegelapan. Aku takut sendiri !.

"Loh kok nangis ? Kenapa ?" Terdengar suara Frans didekatku. Sontak aku secara reflek memeluk tubuh atletis itu.

Frans malah tertawa lepas. Di dorongnya tubuhku dari pelukannya, ia menghapus air mata yang keluar melalui celah kain syal itu. 

"Aku takut gelap ! Aku takut sendiri." Menangis tersendu.

"Hey udah jangan nangis, aku disini. Aku selalu jagain kamu. Kamu gak sendiri ada aku." ujar Frans manis mengusap air mataku

Perlahan Frans melepaskan ikatan Syal yang dipasangnya tadi dikepalaku. 

"Ku hitung ya..satu..dua..tiga."

Taraaa !!!

"WOW."

Mataku melotot, kaget, terharu melebur menjadi satu. aku terdiam sejenak. Pikiranku terus memutar, apa maksud tulisan yang ada didepanku ini.

Tulisan berwarn warni, serta hiasan cantik, bertuliskan Welcome to we home.

Aku masih tidak mengerti apa maksud dari tulisan itu. Ku genggap tangan Frans, "mas, apa ini maksudnya ?" 

Frans tersenyum sembari menatap tajam mataku. Dihadapkannya wajahku tepat pada wajahnya. "Ya, welcome to we home. Selamat datang dirumah kita." kata Frans riang

"Rumah kita ?" Kataku bertanya kembali atas kalimat yang keluar dari mulut Frans.

Frans mengangguk. "Ya, KITA. Kelak setelah menikah kita akan tinggal dirumah ini membangun keluarga kecil yang bahagia "

"Tapi mas, ini gak berlebihan ? Kamu belum melamarku, tapi kamu udah menyiapkan ini semua buatku." 

"Ini masih belum seberapa sayang, masih ada lagi kelak setelah menikah yang ku berikan untukmu."

"Tapi mas aku…." 

Belum sempat aku menintaskan kalimat biacaraku, jari telunjuk frans diletakan tepat di depan bibirku.

"Sudah jangan membantah, atau menolak. Ini aku berikan karena aku sungguh mencintaimu Vira." Kata Frans begitu lembut ditelinga Vira. 

Sejenak ku terdiam menatap Frans. Aku tidak bisa mengucap kata-kata apapun. Aku hanya diam menatap penuh cinta ke mata Frans.

Mata kami saling bertatapan, sangat dekat sekali, semakin lama hidung Frans menempel pada hidungku. Nafas kami menggebu, terdengar ditelingaku. Sampai akhirnya bibir kami hampir menepel satu sama lain. Tangan frans terus merangk pinggangku yang mendorongku terus maju berdekatan dengan tubuhnya.

Namun Frans langsung mendorong tubuhku dan menjauh dari tubuhnya. mengusap bibirnya yang spat menempel papa bibirku. "Emm maaf, bukan maksudku…"

"Udah, gapapa, aku juga minta maaf. Makasih ya buat ini semua. Aku berharap kita segera menikah agar bisa menepati rumah ini segera." Ujarku pada Frans.

"Iya sama-sama. Yuk kita turun ke bawah lihat ruangan yang lain !"

Frans menggandeng tanganku menuruni anak tangga. Berjalan tepat dibelakangnya, ku mengikuti langkah Frans. Masuk pada setiap ruang yang ada dirumah ini.

Ku jalan dibelakang Frans menuruni anak tangga. Saat ini kami berada pada ruang tengah. Dibenakku sudah terbayang, kelak jika aku sudah menikah dengan lelaki didepanku saat ini, ruangan ini akan menjadi ruang berkumpul keluarga kecil kami.

Pada ruang tengah itu, terdapat kamar utama yang cukup besar, kamar yang kelak menjadi kamar tidurku bersama dengan Frans. Dikamar utama pula terdapat kamar mandi yang tidak terlalu besar. 

Dikamar mandi saat in terpasang cermin yang sangat lebar. Cermin menjadi salah satu benda yang penting untuk wanita. Dihadapan cermin saat ini, ku mengusap wajahku yang putih bersih, memastikan bahwa bedaku tidak geser atau luntur. Ku menoleh kanan kiri memastikan kerudung yang ku kenakan pas dan rapi. 

Saat asik memandangi diriku sendiri dihadapan cermin, aku dikagetkan oleh Frans yang tiba-tiba berada dibelakangku.

"Jangan keseringan bercermin, nanti kau akan berjumpa dengan wanita cantik !" Kata Frans membuatku bingung 

"Wanita cantik ?siapa ?" tanyaku sibuk dengan merapihkan kerudung

Tubuh Frans berdekatan dengan tubuh vira tepat dibelakangnya. Aroma parfum yang segar dan maco, milik frans yang membuat menjadi wangi khas dirinya. Frans menunjuk cermin yang ada didepan mereka. "Coba lihat dicermin itu. Perhatikan baik-baik ya. Nanti kamu akan melihat bidadari cantik."

"Bidadari cantik ? Ah ngaco deh. Mana ada disini bidadari ? Itu hanya ada di dongeng khayalan." 

"Bidadarinya itu tepat berdiri di depanku sekarang. Ini dia bidadari cantik itu." 

Tangan Frans membelai pipi halus Vira.

Vira pun tersenyum bahagia dipuji oleh lelaki yang saat ini ia cintai. Sudah sepantasnya ia mendapat pujian itu, memang sudah kodratnya wanita didunia itu semuanya cantik. Hanya saja bagaimana si wanita itu merawat kecantikan yang sudah dianugrahkan oleh tuhannya.

"Kamu itu cantik !" Bisik lirih ditelinga Vira.

"Mas ngomong apa tadi ?" Vira pura-pura tidak mendengar ucapan Frans, agar Frans mengulanginya lagi.

"CANTIK !" Frans meninggikan suaranya dan menekan kalimat itu

"Sepertinya kamu perlu dokter THT. Dari tadi aku ngomong suruh ngulain terus !" Omel Frans.

Vira tersenyum lepas, melihat frans mulai dibuat kesal olehnya. "Yuk kita keruang yang lain." Ajak Vira berpindah keruang yang lain sambil Menarik tangan Frans.

Di ruang lain terdapat dua kamar lagi, namun kedua kamar tersebut tidak terlalu besar dan tidak ada kamar mandi dalamnya. Setelah dua kamar mandi, dibelakangnya terdapat ruang makan sekaligus dapur.

Lalu dibelakang ada kamar mandi dan tempat mencuci sekaligus menjemur pakaian.untuk tempat menjemur, sengaja dipasang genting yang berbeda dari yang lainnya. Untuk genting,frans meminta seperti kaca agar cahaya matahari bisa menembus untuk mengeringkan pakaian setelah dicuci. 

Dan yang terakhir dibelakang sendiri, ada taman belakang, tempat bersantai sewaktu sore hari ataupun malam.

Bersambung…