webnovel

Klub malam

Akhirnya Raditya bisa menemui Rembulan dan berdiri disampingnya, setelah beberapa jam yang melelahkan harus berdiri dan menebar senyum. Belum lagi dari kejauhan Raditya melihat Ari duduk di dekat Rembulan. Entah apa yang mereka perbincangkan, Rembulan kelihatan tegang dan tidak nyaman. Raditya sudah mulai mengenal kebiasaan Rembulan dan bahasa tubuhnya. Raditya merasa terganggu melihat Ari mendekati Rembulan. Dari kejauhan dia mengawasi dan pikirannya menjadi terpecah, untunglah dia bisa menjawab setiap pertanyaan dengan baik dan tidak melantur saat bicara mengenai filmnya. Raditya juga sangat bersyukur Venita membantunya.

"Lan, setelah ini kita diundang Venita merayakan pesta ulang tahunnya di klub. Kamu mau ikut?"

Raditya bertanya dengan hati-hati. Raditya tahu Rembulan tidak suka keramaian apalagi tempat seperti klub malam. Rembulan tidak pernah menceritakan alasannya. Dia pernah bilang kalau dia tidak nyaman. Itu saja.

"Haruskah aku ikut?" Rembulan bertanya sambil matanya menatap lekat mata Raditya.

"Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau ikut, nanti aku antar kamu pulang. Lalu aku akan ke acara Venita."

***

Rembulan melihat kekecewaan di mata Raditya. Raditya ingin bersama Rembulan dan mengenalkannya dengan teman-temannya, membawa Rembulan ke dunianya. Dunia yang selama ini selalu dihindari Rembulan.

Rembulan tak ingin Raditya kecewa, dari tadi dia melihat binar-binar kebahagiaan di mata Raditya.

"Aku akan menjagamu dan selalu berada disisimu. Jangan takut!" Raditya seperti bisa membaca pikiran Rembulan.

Rembulan berpikir dan menimbang-nimbang. Dia menarik napas lalu menghembuskannya sebelum mengangguk menerima ajakan Raditya.

***

"Dit, kita nggak bawa kado untuk Venita." Rembulan bicara sambil memasang sabuk pengaman.

"Nggak apa-apa, Venita nggak mengharapkan kado. Dia sengaja mengundang mendadak, itu juga hanya orang-orang terdekatnya."

"Aku?" Rembulan menunjuk dirinya, dia tidak memiliki hubungan yang dekat dengan Venita.

"Dia memintamu untuk datang, tadi dia mengatakannya padaku." Raditya menggenggam tangan Rembulan, tersenyum padanya, sikapnya menunjukkan pada Rembulan untuk tidak perlu khawatir tentang hal itu.

"Aku nggak mau jadi tamu tak diundang." Rembulan memberengut, sikapnya sedikit manja.

"Kamu mengingatkanku dengan lagu dangdut," Raditya tertawa terbahak. Rembulan jadi ikut tertawa mendengar kata-kata Raditya.

"Tadi ngobrolin apa sih sama Bang Ari?" Raditya mengubah topik pembicaraan, dia didera rasa penasaran.

"Membicarakan soal filmmu." Rembulan menjawab dengan tenang, dia tidak ingin jujur pada Raditya.

"Aku melihatmu sangat tegang."

"Hei! Rupanya kamu benar-benar terobsesi denganku ya...sampai tak ada satupun yang luput dari perhatianmu. Cintamu benar-benar luber-luber untukku." Rembulan tertawa kecil.

"Bagaimana mungkin kamu mengawasiku sambil menjawab pertanyaan ditengah keriuhan seperti itu masih tetap fokus." Rembulan berdecak heran.

"Kenapa?Kamu semakin mengagumi kehebatanku."

"Mm, begitulah!" Rembulan mengangguk-angguk sambil tersenyum simpul.

"Begitulah?Nona Rembulan, anda sangat pelit sekali memuji pacar anda!" Raditya bicara seolah-olah orang lain yang sedang memarahi Rembulan.

"Oh, apakah dia sangat membutuhkan pujian dariku?Tidak cukupkah dia mendapatkannya dari semua penggemarnya." Rembulan pura-pura terkejut, dia mencoba berakting.

"Ya, dia sangat membutuhkannya, karena anda adalah orang yang sangat dicintainya."Raditya menjawab dengan serius.

"Baiklah! Aku mengagumi kehebatannya dan aktingnya yang sangat bagus. Aku akan menjadi salah satu penggemar fanatiknya, dan dia akan menjadi bintang idola untukku. Aku harap dia tidak menuntut ku untuk mengatakannya lagi. Cukup sekali ini, karena aku pacar yang payah dalam berkata-kata."

"Terima kasih buat pujianmu. Aku berjanji tidak akan memintamu mengatakannya lagi. Tapi aku akan sangat bahagia kalau sesekali kamu menilai aktingku. Kalau bagus kamu bisa menuliskannya pada kartu ucapan."

Rembulan mengangguk, matanya bersinar-sinar.

"Lan, tapi benar nggak ada yang diobrolin sama Bang Ari selain film?"Raditya bertanya untuk memastikan. Dia yakin ada yang ditutupi oleh Rembulan.

"Iya...kamu kenapa sih?Cemburu?"

"Sedikit."

Rembulan tertawa terbahak, "Aku tetap memilihmu Raditya."

"Aku tak pernah bisa tenang kalau kamu berdekatan dengan pengagum mu."

***

Dari luar klub sudah terdengar suara musik yang keras memekakkan telinga. Begitu akan memasuki klub, Rembulan menggenggam tangan Raditya erat, bahkan terlalu kuat nyaris mengeluarkan seluruh tenaga. Raditya merasakan tubuh Rembulan menegang.

"Dit, tunggu ya?" suaranya memohon pengertian dari Raditya untuk tidak langsung masuk dan menunggu Rembulan siap. Rembulan berusaha keras menenangkan dirinya. Menarik napas beberapa kali lalu menghembuskannya.

Raditya terus memandangi Rembulan dan tingkahnya yang terlihat aneh.

Sekitar lima menit, Rembulan tersenyum manis pada Raditya lalu mengangguk. Mereka berdua memasuki klub. Rembulan mendadak diserang rasa panik, tangannya berkeringat dingin, tubuhnya jadi tegang dan kaku, bibirnya bergerak seolah melafalkan doa.

"Lan, kamu nggak apa-apa?" Raditya berbisik di telinga Rembulan dengan suara keras. Musik yang keras mengalahkan suaranya, untunglah Rembulan mendengar. Namun Rembulan tak langsung menjawab, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Matanya dibiasakan dengan keremangan cahaya dan lampu yang berpendar berganti-ganti warna. Rembulan mengerjapkan matanya.

"Lan, kalau kamu nggak nyaman jangan memaksakan diri!" Raditya nyaris berteriak bicara dengan Rembulan.

"Aku baik-baik saja! Ayolah!"

Raditya melangkahkan kakinya mantap menuju tempat dia biasa berkumpul dengan teman-temannya. Raditya tahu Venita dan yang lainnya sedang menunggu mereka disitu. Dulu, sebelum mengenal Rembulan, Raditya menganggap klub malam ini adalah rumah keduanya. Selesai syuting, dia sering menyempatkan waktunya ke klub berkumpul dengan teman-temannya melampiaskan rasa sepi. Namun setelah mengenal Rembulan, dia lebih suka mengobrol bersama Rembulan menikmati malam sambil minum secangkir kopi.

Benar saja, teman-temannya sudah berkumpul disitu. Sebagian besar teman Venita adalah temannya juga karena mereka berada pada lingkungan yang sama. Hanya beberapa saja yang tidak dikenal oleh Raditya. Mereka menyambut kedatangan Raditya dan Rembulan dengan hangat.

"Selamat datang pasangan baru!" Teman-temannya berseloroh. Ada yang menepuk-nepuk pundak Raditya, ada yang menggerakkan tangannya mempersilakan Raditya dan Rembulan untuk duduk. Rembulan tersenyum sekedarnya, dia masih belum bisa menghilangkan ketegangannya.

Raditya tersenyum lebar, sesekali terdengar tawanya. Raditya sangat bahagia. Dia tetap berada disisi Rembulan sesuai dengan janjinya. Bahkan Raditya menolak ajakan Venita untuk turun berdansa. Venita menarik tangan Raditya seolah tak perduli dengan keberadaan Rembulan. Venita sudah sedikit mabuk dan Rembulan memaklumi tingkah Venita, walaupun ada terselip rasa cemburu.

Rembulan berusaha menikmati musik yang berdentum dengan kekuatan sekian desibel yang memekakkan telinga. Rembulan menyesap jus jeruk ditangannya sambil melihat Venita dan beberapa teman perempuan Venita berdansa diatas meja. Tubuh mereka meliuk-liuk sesuai irama, terkesan erotis, keringat mulai menetes. Mereka tertawa-tawa sambil berdansa. Rembulan suka melihatnya bahkan mengagumi perempuan-perempuan yang berani dan penuh rasa percaya diri.

"Dit!" Rembulan setengah berteriak memanggil Raditya yang sedang asyik mengobrol dengan temannya. Raditya menoleh, "Aku mau ke toilet dulu!"

Raditya mengangguk, "Perlu aku temani?"Raditya bertanya dengan suara keras. Rembulan hanya menggeleng. Dia mengumpulkan keberaniannya untuk beranjak dari tempat duduknya.

***

Tak ada halangan saat Rembulan bisa mencapai toilet. Rembulan melihat riasannya terlebih dahulu, merapikan rambutnya sebelum keluar dari toilet.

Begitu Rembulan keluar, seseorang menabraknya, tadi Rembulan melihat langkah laki-laki itu sedikit limbung. Rembulan terdorong ke sudut. Disitu sedikit sepi. Laki-laki itu mendekatkan tubuhnya pada Rembulan, merapatkan tubuh Rembulan hingga ke tembok. Rembulan hanya bisa membelalakkan matanya, tak kuasa berteriak. Lagipula siapa yang akan mendengar? Orang-orang itu sibuk dengan diri mereka dan kesenangannya. Siapa yang akan perduli?Laki-laki itu menyeringai, tangannya menyentuh wajah Rembulan.

Tiba-tiba kenangan beberapa tahun yang lalu disebuah klub malam muncul kembali. Saat dia dibekap dan ditarik paksa.