webnovel

015

Yasmin tertidur dengan sangat pulas, dia sama sekali tidak merasakan sentuhan yang Zab berikan di kening dan pipinya. Getaran di saku celananya membuat Zab melepaskan belaian tangannya di pipi istrinya. Nama Papa Mertua tertera di layar ponselnya. Raka! Kamu benar-benar ingin menantang gue! batin Zab. Dia menatap sejenak wajah wanita yang sedang tertidur di atas brankar tersebut lalu berjalan menjauh di sebelah pojok ruangan. Zab menghela nafas kemudian menghembuskannya dengan pelan. Digesernya keatas gambar ikon telpon yang berwarna hijau di layar ponselnya. Dengan suara yang dibuat sesantai mungkin, Zab menyapa ayah mertuanya.

" Assalamu'alaikum, Aba!" sapa Zab tenang.

" Wa'alaikumsalam! Apa ada yang ingin kamu katakan, Zab?" cerca Kabir tidak sabar.

" Apa maksud, Aba? Saya tidak mengerti!" tanya Zab pura-pura.

" Jangan mencoba kesabaranku, Zab! Kamu tahu apa yang bisa aku lakukan!" ancam Kabir geram.

" Maaf, Ba! Saya benar-benar tidak tahu apa yang Aba maksudkan!" jawab Zab masih dengan mode tenang.

" Ok, karena kamu tidak mau mengatakan, jangan salahkan kalo saya melakukan sesuatu!" kata Kabir penuh tekanan dan mematikan panggilannya.

Zab menghela nafasnya dengan wajah menggelap, dia menekan sebuah nama di ponselnya.

" Assalamu'alaikum Ya Ro'is!" terdengar suara seorang pria.

" Wa'alaikumsalam, Jamal! Saya ada tugas untukmu!" kata Zab.

" Siap, Ya Ro'is!" jawab Jamal.

" Saya..."

" Kakak..."

Zab menghentikan ucapannya karena mendengar ada yang memanggil. Dia melihat ke arah brankar dan dengan cepat dimatikannya ponselnya untuk bergegas mendekati Yasmin yang telah sadar.

" Alhamdulillah, Ya Allah! Apa ada yang sakit? Katakan pada Kakak! Atau ada yang kamu rasakan?" tanya Zab bertubi, membuat hati Yasmin menghangat.

Apakah aku sedang bermimpi? Ya, Allah, jika memang ini adalah mimpi, hamba mohon jangan bangunkan hamba! batin Yasmin memejamkan kembali kedua matanya.

" Zha! Tolong buka matamu! Janagn membuatku khawatir lagi!" kata Zab lembut.

Sebuah tangan membelai pipi Yasmin dengan penuh kasih, airmata Yasmin meleleh di sudut matanya.

" Ya, Allah! Apakah kamu kesakitan sehingga mengeluarkan airmata? Aku akan memanggil dokter!" kata Zab panik sambil memegang lengan dan kaki istrinya.

" Kak!" panggil Yasmin yang telah menyadari jika semua itu bukanlah mimpi.

" Iya?" sahut Zab.

" Aku nggak apa-apa!" jawab Yasmin tersenyum.

" Tapi dokter bilang kalo kamu sudah bangun, kakak harus bilang sama dia!" kata Zab yang menekan bel.

" Kenapa kamu melakukan itu? Apa kamu sadar kalo itu merupakan dosa besar?" tanya Zab tidak sabar sambil memeluk tubuh istrinya.

Dia merasa kesal pada istrinya yang nekat melakukan bunuh diri.

" Apa kamu mau melihat keluarga kamu merasakan kesedihan akibat kehilangan kamu?" cerca Zab terus-menerus.

Yasmin terkejut sekaligus bahagia, karena orang yang selama ini selalu menunjukkan amarah dan kebencian padanya, saat ini begitu memperhatikan dirinya. Walaupun dia tidak tahu kenapa suaminya mengatakan semua itu. Airmatanya perlahan menetes kembali di ujung matanya.

" Permisi!" sapa seorang pria.

" Dokter Ali! Istri saya sudah siuman!" kata Zab melepas pelukannya.

" Biar saya periksa!" kata Ali yang datang bersama seorang perawat.

" Tunggu!" kata Zab.

" Ya?" tanya Ali.

" Apa tidak bisa dokter wanita saja?" tanya Zab.

Ali mengerutkan keningnya, menatap Zab yang menatapnya tajam.

" Apa..."

" Saya maunya istri saya diperiksa dokter wanita!" kata Zab tegas.

" Tapi tadi..."

" Itu darurat dan saya nggak mau lagi dia diperiksa dokter pria!" kata Zab lagi.

Ali menghembuskan nafasnya dengan sabar. Dia tahu jika Zabran adalah seorang pengusaha yang sangat taat pada agamanya.

" Din! Tolong kamu panggilkan Dokter Nisa!" kata Ali.

" Baik, Dok! Permisi!" pamit Dini.

Dini meninggalkan ketiga orang itu untuk mencari Nisa. Sementara Yasmin menatap suaminya tidak percaya dengan semua tingkahnya saat ini. Dokter Ali tersenyum melihat ke arah Yasmin. Dan Zab tidak menyukai senyuman Ali pada istrinya.

" Ehmmm!" dehem Zab, membuat Ali mengalihkan matanya ke arah Zab.

" Menurut agama islam, menatap istri orang lain itu hukumnya haram!" kata Zab tegas dengan rahang yang sudah mengeras.

" Maaf! Saya tidak bermaksud seperti itu, saya hanya mencoba bersikap ramah!" jawab Ali membela diri.

" Tidak perlu!" sahut Zab semakin geram karena merasa Ali melawan dirinya.

Sementara Yasmin hanya bisa menahan tawanya dan juga menahan dirinya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak baik. Apakah kamu seposesif ini pada istrimu, Kak? batin Yasmin senang. Apakah aku sudah boleh merasa jika kamu sudah kembali menjadi Kak Zab yang dulu? batin Yasmin ragu.

" Assalamu'alaikum! Permisi!" sapa seorang wanita.

" Wa'alaiukumsalam!" sahut yang ada di ruangan itu.

" Dr. Nisa, maaf mengganggu jadwal dokter!" kata Ali.

" Tidak apa, Dokter Ali! Saya masih memiliki waktu 30 menit sebelum visite!" sahut Risa.

" Kenalkan, ini..."

" Zabran?" sapa Nisa saat melihat Zab disana.

Zab yang tadinya hanya melihat ponselnya karena ada pesan masuk, menoleh ke arah Nisa.

" Nisa?" ucap Zab.

Yasmin melihat raut wajah suaminya yang tersenyum saat melihat Nisa.

" Kamu disini?" tanya Nisa.

" Kalian saling kenal?" tanya Ali.

" Iya! Dia ini sangat terkenal di kalangan pengusaha di Aussie!" kata Nisa dengan suara yang terdengar membanggakan Zab.

" Masya Allah! Kamu terlalu memuji!" balas Zab merendah.

" Darimana Dr. Nisa tahu?" tanya Ali yang terlihat sedikit cemburu pada Zab yang dipuji-puji Nisa.

" Papa saya pengusaha juga, Dokter! Makanya Papa sangat mengenal Zabran.

" Apa kabar Om Ansel?" tanya Zab.

" Alhamdulillah baik!" sahut Nisa.

" Kamu kenapa disini?" tanya Nisa.

" Istrinya sakit dan dia minta dokter wanita yang memeriksa!" sahut Ali senang.

Wajah Nisa berubah menjadi kecewa saat mendengar jika Zab sudah beristri.

" Istri?" tanya Nisa ambigu.

" Iya, Nisa! Ini Yasmin istriku! Tolong kamu periksa!" kata Zab dengan sopan.

Dalam hati Yasmin terdapat sedikit rasa nyeri melihat sikap Zab yang lembut pada Nisa. Segitu lembutnya kamu pada wanita itu, Kak! Sedangkan sejak menikah denganku, kamu tidak pernah berkata seperti itu padaku! batin Yasmin.

Nisa berjalan mendekati brankar dan menatap wajah Zab lalu berganti pada Yasmin. Cantik! Dia selalu di kelilingi wanita-wanita cantik. Sungguh beruntung dia karena menjadi pendamping hidup Zab! Tapi jika Zab tidak puas denganmu, aku akan menjadi yang kedua bahkan keberapapun dengan sukarela! batin Nisa dengan penuh keyakinan.

" Apa kamu hanya akan melihat istriku?" tanya Zab yang melihat Nisa yang hanya diam sambil menatap Yasmin.

Aku tahu jika kamu menyukai suamiku! Dan kamu pasti bersedia menjadi yang ke berapapun bagi suamiku. Tapi itu tidak akan terjadi hingga dia dengan sendirinya memintaku untuk menikahi wanita lain! batin Yasmin dengan dada sesak.

" Iya! Istrimu sangat cantik walau tanpa make up!" puji Nisa.

" Trima kasih!" jawab Zab mengalihkan pandangannya pada Yasmin.

Pandangan mereka bertemu, manik mata keduanya menyiratkan rasa cinta dan kasih sayang yang begitu tulus juga dalam. Nisa memakai stetoskopnya untuk memeriksa Yasmin.

" Apa Dokter tidak memiliki kepentingan lain?" tanya Zab yang tidak suka jika Ali melihat Nisa memeriksa Yasmin yang berarti akan membuka pakaian Yasmin.

" Hmm?" sahut Ali yang masih belum mengerti.

" Biar saya yang menangani pasien ini, Dok!" kata Nisa yang mengerti maksud perkataan Zab.

" Oh, iya! Baiklah! Permisi! Assalamu'alaikum!" kata Ali pamit.

" Wa'alaikumsalam!" jawab semuanya.

Ali pergi meninggalkan ruangan Yasmin dengan kesal karena sikap posessif Zab terhadap Yasmin.