webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · 若者
レビュー数が足りません
268 Chs

Belantika Kesenian

Abidin turun dari kamarnya, membawa satu tas besar berisi alat-alat fotografi lengkap, mulai dari body sampai audio recorder. Ketua Ekstrakurikuler Fotografi itu memang tidak pernah lepas dari kamera di setiap minggu sekolahnya, termasuk di minggu pertama ini.

"Weh, Din? Project?" tanya Manty yang kebetulan melintas di tangga lantai satu, sama-sama bersiap sarapan sebelum berangkat.

Abidin menggeleng, "Bukan Man, ada seminar dulu buat anak-anak yang baru gabung semester ini, rencananya sih sekalian ada workshopnya gitu," jawabnya, berjalan bersama Manty ke meja makan. Tampak yang lain sudah berkumpul.

"Very good morning, para Sutradara," sapa Dhaiva tanpa menoleh dari jurnalnya. Gadis itu memang rutin menulis agenda harian sebelum berangkat di meja makan.

"Morning, Folks!"

"Berat amat, Din? Kamera semua itu teh?" tanya Iqbaal yang sudah mulai menyantap makanannya. Tampak paling buru-buru dibanding yang lain.

ロックされた章

webnovel.com で好きな作者や翻訳者を応援してください