webnovel

Say, I Love You

Kisah cinta dua orang yang sama-sama baru mengenal cinta namun harus terpisah oleh takdir berat yang sudah digariskan oleh Tuhan. Bertahun-tahun lalu, saat usianya masih remaja, Linda si gadis cantik yang biasa hidup mewah di Jakarta, tiba-tiba di minta pindah sekolah ke Kota Wisata Batu. Dan di Kota Wisata Batu itulah kisah asmaranya dimulai. Takdir indah dan menyakitkan mempertemukanya dengan sosok pemuda tampan, cerdas tapi pendiam namanya Herman. Linda mencintai Herman tanpa tersisa untuk siapapun begitupun dengan Herman karena ini adalah cinta pertama dan terakhir mereka. Namun bagaimana jadinya jika keadaan memaksa mereka harus berpisah di dunia ini?. Sakit, kehilangan dan hancur begitulah yang di rasakan saat pasangan kita tidak lagi bisa kita lihat saat membuka mata. Dunia akan terasa asing dan sepi. Setelah hati mulai tenang dan siap menerima cinta yang lain, tiba-tiba saja sosok yang begitu mirip muncul di beberapa hari menjelang pernikahan keduanya bersama seseorang yang sudah membantunya mengihklaskan kepergian cinta pertamanya. Akankah dia membatalkan pernikahan itu?atau tetap menjalani pernikahan sesuai rencana? sedangkan sosok yang mirip itu tampaknya jatuh cinta padanya dan berniat untuk mengikatnya tanpa ampun di sisinya, berhasilkah dia merebutnya dari calonya itu? . Yukkk ... Temukan jawabanya disini! dengan mengikuti kisahnya di novel "Say I Love You"

1996Tama · 都市
レビュー数が足りません
8 Chs

#Makan Bareng

#Pov

...

Badannya masih terkulai lemas. Berbaring selama dua hari di ruangan yang penuh dengan rasa kekhawatiran.

Berjaga bergantian tiap malam pun mereka lakukan. Siapa lagi kalau bukan Mr. Hartono dan Mrs. Susanti.

Hanya untuk anak tercinta, apapun mereka rela lakukan.

Dokter menyarankan besok pagi, baru Herman bisa pulang dan beraktivitas kembali. Karena melihat kondisinya pada waktu kambuh. Dokter pun tidak mau mengambil resiko yang membahayakan nyawa Herman, dengan mengizinkan pulang dengan cepat.

Ya, meskipun dia memang ngotot banget untuk pulang cepat.

"Mah, kapan pulang!?"

Tanya Herman menggerutu kepada mamanya yang duduk di sofa sebelah kanannya.

"Iya, dek besok pagi udah boleh pulang"

"Tapi langsung pulang ya, gak sekolah dulu"

Tambah mama Herman.

"Loh, kok gak sekolah sih mah!?"

Tanya Herman jengkel.

"Sayang lihat kondisimu lah dek, masak harus di paksain terus"

"Kalau nanti kambuh lagi gimana!?"

Sela mama Herman dengan serius kali ini.

Terlihat Herman kalah berdebat dengan mamanya. Mukanya yang semula biasa saja berubah menjadi murung dan kecut. Di tekuk dan perlu di setrika.

"Kenapa sih memangnya, buru-buru mau masuk sekolah segala!?"

Tanya Mrs. Susanti dengan lembut.

Menoleh pun tidak, malah wajah kesal dan pasrah yang Herman berikan untuk menjawab pertanyaan mamanya barusan.

Tapi saat ini Mrs. Susanti lah yang kalah di saat Herman bertingkah seperti itu.

"Ya udah besok adek sekolah gak papa, pokoknya harus janji dulu sama mama!"

Senyuman pun menghiasi wajah Herman.

"Apa, janjinya?"

Dengan wajah sumringah dan nada yang senang Herman menggandeng tangan mamanya.

"Janji harus minum obat teratur dan gak boleh kambuh lagi. Bisa!?"

Lembut tapi tegas Mrs. Susanti sampaikan kepada Herman.

Terlihat Herman memutar kedua bola matanya sambil tersenyum dan mengangguk. Mengiyakan apa yang baru saja di minta mamanya.

"Makasih mah!"

Sambil memeluk mamanya.

***

#Herman Pov

...

Ingin rasanya lompat sambil teriak di ranjang. Tapi itu tidak mungkin aku lakukan saat ini. Ya meskipun mama sebenarnya berat mengiyakan permintaan ku. Tapi aku sangat berterima kasih padanya, karena dia menaruhkan segalanya demi aku.

Tak lama setelah aku berpelukan lama dengan-nya. Ku putuskan untuk istirahat, agar besok lebih banyak tenaga yang bisa menopang badanku.

***

"Dek ayo bangun, ini mama bawakan baju sekolahmu!"

Ku buka mata perlahan sambil mengucek nya.

"hmmmm, makasih mah!"

Aku bangkit dari tempat dimana aku terbaring dua hari penuh disini. Mama membantuku untuk melepas infus yang masih menempel di tangan kiri ku.

Tak lama setelah itu aku bersiap-siap untuk sekolah.

Mama sendirian menemani aku, karena ya kalau papa tahu pasti aku gak bakalan ke sekolah hari ini. Karena papa gak bakalan izinkan aku buat berangkat ke sekolah.

Kami berdua keluar dari ruangan, dengan cara mengendap-endap. Salah satu pasien yang sedang dia perempuan berada di kursi roda yang di dorong oleh anak yang lebih muda darinya, dia perempuan berambut pendek. Ya mereka berdua melihat aku dan mamaku dengan pandangan yang aneh.

Aku tidak menghiraukan mereka berdua, aku langsung bergegas pergi bersama mama menuju mobil.

"Ingat janji mama ya dek!"

Sambil menutup pintu mobil.

Aku membalasnya dengan tersenyum dan mengacungkan jempol kepada-nya.

Isyarat bahwa aku mengerti apa yang mama maksud.

Ku lihat pantulan bayangan Rumah sakit itu dari spion mobil ini, makin menjauh dari pandanganku.

Ya menandakan bahwa kamu berdua sudah berhasil lolos keluar dari Rumah sakit ini.

Tertawa bahagia, dalam hati gue.

Berhubung jarak yang di tempuh pun tidak lama, maka sangat cepat pula aku sudah berada di halaman sekolahku.

Mama keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku.

Pas juga pagi ini halaman dan parkir pun masih sepi, jadi ceritanya nih aku sampai paling pagi di sini. Rajin banget yak.

"Mama tinggal dulu ya dek!"

Mengeluarkan kepala dari jendela sambil memberikan layangan ciuman dari jauh.

"Iya mah, makasih I love you!"

"Bye, dah!"

Setelah mobil keluar dari halaman sekolah, aku beranjak menuju ke kantin untuk mendapatkan beberapa pengganjal perut.

Kelas masih terlihat sepi, lorong pun sama.

Eh, ada anak ternyata di depan Mading. Belum jelas ku lihat dari sini, aku berjalan mendekatinya.

"Herman!"

Belum sempat aku menyapanya dia, membalikan badannya menyadari kehadiranku.

"Hi, Linda! Sedang apa kamu disini? Sendirian?"

Aku bertanya sambil menyadarkan diri ke tembok di sebelah Mading. Dia menusukku dengan pandangannya, dan seperti ingin mengetahui introgasi ku. Ku menundukkan kepalaku sejenak.

"Ah, cuma lihat ini Mading, harusnya sudah di perbarui awal bulan ini kan. Tapi masih sama seperti kemarin"

"Aku cuma penasaran saja, siapa yang bertanggung jawab atas Mading ini!"

Sambil meneliti inci demi inci yang berada di Mading tersebut.

"Dari mana saja kamu!"

Aku menoleh dengan cepat ke arahnya saat dia menanyakan pertanyaan itu padaku.

"Ah, a..aku. a.. aku sedang ada acara keluarga. Ya acara keluarga Jadi gak masuk sekolah"

Sambil ku membetulkan posisiku berdiri.

"Owh"

Dia cuma memberikan jawaban itu saja.

Apakah dia marah padaku karena aku gak kasih kabar karena gak masuk sekolah. Atau apa? Atau aku melewatkan sesuatu.

"Ayo sarapan!"

"Hah, aku, kita!?"

Aku menimpali dengan gugup.

"Iya, ayo kita sarapan bareng di kantin!"

Bicara sambil meninggalkan aku di depan Mading.

Aku masih terdiam, apakah dia mengajakku?.

"Ayo, buruan Herman!"

Berteriak sambil menoleh ke arahku.

"Eh.. iya iya"

Dengan cepat aku berlari menyusulnya.

***

#Pov

...

Rasa yang amat senang tidak bisa Herman sembunyikan dari wajahnya. Begitupun dengan Linda, berpura-pura sok jutek tapi tetap saja gak berhasil di hadapan Herman.

Mereka berdua berjalan bersama menuju kantin. Obrolan ringan telah berlangsung saat itu.

Pagi itu rasanya sekolah hanya milik mereka berdua.

"Buk saya mau pesan jus semangka ya satu!"

Seru Linda, memesan sambil menempati tempat duduk di sebelah kasir.

"Mie goreng ya, satu!"

Tambah Herman, seraya duduk di depan Linda.

"Minumnya apa Man?"

"Coklat panas ya Bu!"

"Ok siap!"

"Gimana kabarmu?"

Herman bertanya sambil memandang wajah gadis yang berada didepannya.

"Syukur deh, aku masih baik-baik saja"

Sambil tertawa kecil.

"Kalau kamu gimana?"

Herman terdiam sesaat saat pertanyaan itu terlontar dari Linda.

"Yah,.. aku baik juga!"

Sulit rasanya Herman berbohong ke gadis yang mungkin sudah berhasil membuat hati Herman meleleh.

Bukan mungkin lagi, melainkan memang iya.

Terjadi keheningan sesaat di antara mereka berdua, ingin rasanya satu sama lain berbincang-bincang. Tetapi rasa malu dan sungkan merasuki ke dalam pikiran mereka berdua.

Bagaimana tidak mereka sama-sama pertama kali dekat dengan seseorang. Ini pertama bagi Linda dan ini juga kali pertama bagi Herman. Untuk berbicara, menggendong, bahkan makan bersama seperti saat ini. Meskipun sifat mereka sangatlah berbeda dan berbanding terbalik satu sama lain. Tetapi saat mereka bersama serasa mereka berdua saling melengkapi.

"Ini makanan dan minumannya ya!"

"Makasih buk!"

Serentak Herman & Linda mengucapkan hal yang sama pada saat itu.

Mata mereka terkunci seketika, semuanya menjadi hening hanya wajah satu sama lain yang menghiasi masing-masing sepasang mata mereka.

Kejadian itu berlangsung cukup lama.

"Hayo!!!"

Sontak Linda & Herman kaget pada saat ada salah satu anak mengagetkan mereka berdua.

Siapa lagi kalau bukan Iben.

"Apaan sih Lo Ben!"

Gertak Herman.

"Wih, santai dong Man. Gue cuma mau pesan makan kok, gak sengaja lihat kalian berdua ngelamun ya aku kagetin!, Sorry-sorry udah ganggu!"

Sambil mengelus-elus pundak Herman. Mencoba untuk menenangkan hati sahabat baiknya.

"Untung Lo sahabat baik gue Ben, kalau gak udah gue bunuh Lo barusan! Bikin Jantungan aja!"

Sambil meminum Cokelat panas yang dia pesan tadi.

"Udah lah Man, gak papa!"

Tambah Linda, sambil meminum jus semangka milik nya.

Terlihat Iben hanya tersenyum dan kemudian melirik Linda dengan agak lama. Entah apa yang sedang Iben pikirkan saat dia memandang Linda dengan lama.

"Ben, mendingan Lo buruan pesan sana!"

Gertak Herman lagi membuyarkan lamunan si Iben saat melirik memandang Linda.

"Ya ya siap bos!"

Iben pun pergi meninggalkan mereka berdua.

"Jadi, Iben sahabat baik kamu?"

Tanya Linda, setelah Iben meninggalkan mereka.

"Eh iya, dia temen aku dari masih SD sampai sekarang ini!"

Menjawab dengan pasti.

"Kenapa!?"

Herman sahut bertanya.

"Gak papa heheh!"

***

#Herman Pov

...

Dekat dengannya membuat keadaanku merasa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Atau mungkin karena aku merasa senang? Atau ada hal lain yang membuat aku hingga merasa lebih nyaman berada di dekatnya.

Andai saja aku bisa lebih lama bersamanya, mengisi seluruh waktu dengannya. Bercerita dan melakukan hal-hal yang seperti orang normal lain lakukan.

Andai aku bisa melakukan hal itu.

Andai aku bisa memberitahu dia yang sebenarnya, apakah dia akan menerima aku apa adanya. Aku gak mau membuat dia selalu berpikir sering karena aku.

Tapi aku sadar, aku tak perlu berkhayal terlalu tinggi akan angan-angan itu.

Yang penting yang sekarang aku jalani aku bisa rasakan. Itu sudah lebih dari cukup buatku.

Setidaknya aku sudah bisa mencuri waktu untuk merasakan seperti apa itu rasanya bahagia.

.

.

.