webnovel

RUMAH SATU

~Claude pov~

setelah Satu bercerita tentang keadaannya saat ini. aku mulai mencari berbagai informasi mengenai hal yang di ceritakan Satu dan juga heterochromia yang di idap nya.

tak ada satupun artikel yang menjelaskan mengenai bahwa seseorang yang mengidap heterochromia dapat melihat warna aneh, seperti yang di alami Satu. aku khawatir, terlintas di pikiranku. apa itu ada hubungannya dengan sihir?. aku spontan menggeleng. apa yang aku pikirkan?.

aku mengeluarkan HP ku dan mengirim pesan ke Satu. aku akan menemuinya. sepertinya dia lebih sering menghabiskan waktu di rumah saat ini.

Claude~"Satu!!! apa kabar?"

Satu~"baik, lu gimana? baik nggak?"

Claude~"tentu baik dong. btw, nanti ketemu yuk;)."

Satu~"lu aja yang ke rumah gw gmana? lu tau kan gw masih belom beradaptasi sama yang gw lihat :-/"

Claude~"okey, gw ke rumah lu ya."

Satu~"tau kan alamat gw?"

Claude~"habis olahraga kan gw antar lo pulang kemarin itu. otw~~♡"

Satu~"di tunggu bos :v"

obrolan ini terhenti. aku segera bersiap siap, menggunakan baju kaos dan celana jeans selutut. lalu langsung bergegas mengambil kunci mobil baru yang di kirim ayah dari Jerman(ini nggak pamer lagi ya). merek mobilnya boleh di tebak, aku hanya memberi tahu warnanya. hmmm, warnanya hitam. ayahku bekerja dan melangsungkan hidup baru di Jerman. namanya Gabriel Ramatha. ibuku sudah lama meninggal, sejak aku masih kecil. yap, aku hidup bersama kakakku di sini. aku meminta ayah mengirim mobil ini, karena mobilku sebelumnya sudah lama ku jual. biasanya aku mengendarai motor kak Rena, kakakku. dan lebih sering menggunakan sepeda.

setelah beberapa menit, aku tiba di depan rumah Satu. dan memarkirkan mobilku di halamannya. rumahnya memiliki desain artistik klasik. mungkin karena keluarga Satu adalah orang pecinta seni. suasana seni di rumah Satu sangat terasa. Satu mempersilahkanku untuk masuk. banyak lukisan terpajang, miniatur unik, alat musik dan beberapa minifigur dari tokoh film terkenal serta beberapa perabot kayu.

"wah rumah lu keren tu, ada minifigurnya Chris Hemswort." aku kagum itu adalah salah satu figur langka yang di jual oleh salah satu perusahaan terkenal.

"iya, itu gw sama bapak gw war belinya. pas masa masa baru rilis film Thor." Satu mengambil figur itu, dan memperlihatkannya padaku.

"wah, lu beruntung banget." aku mengambil minifigur itu dari Satu dan melihatnya teliti.

"ya, bokap juga suka film. jadi gini deh." ujar Satu.

"btw, gimana kondisi lu? masih lihat warna gaib itu?" aku meletakkan minifigur itu kembali ke tempatnya semula.

"ya masih, bahkan makin jelas. kemarin gw lihat kucing berantem dari balkon kamar. juga lihat warna gaib itu di sekitar kucing itu." Satu berjalan ke arah tangga yang menghubungkan lantai 1 dan lantai 2.

"warna gw apa dong sekarang?" tanyaku. sambil mengikuti Satu menyusuri tangga.

"hijau, kayaknya lu lagi ngerasa damai dan tenang." jelas Satu.

"lu tau dari mana perasaan gw?" kenapa Satu bisa menebaknya?

"beberapa hari ini, gw googling psikologi tentang warna. ya, katanya gitu." Satu melanjutkan langkah kakinya ke lantai 2.

"mama papa lu kemana? kok sepi banget?" tanyaku.

"mereka punya jadwal ke LA, katanya sih ada meeting. gw nggak ngerti meeting apaan. paling minggu depan balik." Satu membuka pintu salah satu kamar.

"jadi lu sering sendiri dong di rumah?" aku berhenti sejenak.

"ya, gitu. enakan ngobrol di kamar gw. bik Dewi lagi beresin barang yang gw berantakin tadi di bawah." Satu menarik lenganku ke dalam kamarnya. kasihan Satu, apa dia tidak kesepian?. kalian jangan berfikir liar, aku ke kamar Satu hanya untuk mengobrol.

"lu nggak kesepian tu?" tanyaku khawatir.

"ya kadang gw ngerasa gitu. tapi udah terbiasa kok." katanya.

kamar satu lumayan luas, hanya banyak barang di dalamnya. ada beberapa lemari, ada lemari jejeran komik koleksinya, lemari jejeran novel miliknya, dan juga lemari putih ini, apa isinya ini?.

"Satu ini apaan dah?" gw membuka salah satu pintu lemari putih kaca itu.

"ohh, itu kumpulan koleksi album kpop gw. sama merch bias gw. udah jangan mampir kesana. lu ga bakalan ngerti. lu ngertinya nih, lemari komik sama lemari novel" Satu menarikku ke sisi lemari komik dan lemari novel. berbagai macam judul ada disini. aku akan meminjamnya nanti.

aku duduk di atas sofa yang ada di kamar Satu itu. Satu membuka pintu kaca balkon. udara sore hari masuk dari pintu yang terbuka itu.

"jadi gimana mata lu?" aku memulai percakapan.

"ya, gini. makin jelas. gw bersyukur juga. karena punya kemampuan baru." Satu membuka hoodienya. dia menggunakan baju kaos dengan kerah membentuk huruf V. aku melihat leher jenjangnya dan liontin permata yang cantik.

"lu pake kalung ya?" tanyaku.

"iya, lu nggak tau kah?" jawabnya.

"ya, lu sering pake hoodie. gw kurang merhatiin sih. jadi nggak nyadar lu pake kalung." ujarku. Satu sangat cantik. walau hanya mengkenakan baju kaos dan celana legging selutut.

"gw emang selalu cantik. lu nggak tau ya?" Satu menggunakan ligat centilnya.

"gw tau kok lu cantik." ujarku tersenyum.

"hehe, hmmm, gw males bahas mata gw. gw mau bahas yang lain deh" ucapnya.

"apa yang maj di bahas?" aku tidak punya topik untuk di bahas.

"nih lihat, Jea punya pacar. pacarnya dokter hewan. keren banget." Satu menyodorkan HP nya yang sedang menunjukkan gambar seseorang.

"terus kenapa? lu cemburu?" tanyaku.

"nggak lah, gw iri aja dikit." Satu memalingkan wajah ke arah balkon.

"cie, kenapa iri?" aku menyentil dagu Satu.

"duh, nggak kenapa napa kok." Satu mengusap dagunya.

"gw kan ada, kenapa harus iri?" aku merayu Satu.

"duh, lu itu. kenapa centil sama gw. lu nggak punya pacar apa?" Satu menuduh.

"nggak, gw nggak punya pacar tuh." aku membela diri.

"serius?" tanyanya.

"kenapa harus boong?" jawabku.

"iya juga ya." Satu berdiri dan menghamburkan badannya ke kasur. aku mengambil salah satu komik milik Satu. dan mulai membacanya.

sudah pukul 20.00 WIB. Satu sudah terlelap tertidur. aku berjalan mendekatinya. memandang wajahnya dalam. aku tersenyum seketika. Satu sangat manis. aku menyelimutinya dan mengusap rambutnya. aku menutup pintu balkon kamar Satu. aku mengambil lanjutan komik yang ku baca tadi.

"Satu, gw pamit pulang, gw pinjem komik lu ya. sweet dreams." aku berbisik di ujung daun telinga Satu.

aku berjalan gontai keluar dari kamar Satu. aku berpamitan dengan bik Dewi. aku juga sudah lelah. aku akan tidur saat sampai di rumah nanti.