[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Karya orisinil @ookamisanti_ jikapun ada kesamaan mohon maaf dan mungkin tidak sengaja.
><><><
Setelah rapat selesai, aku pun kembali ke kantor. Baru saja aku menutup pintu, tubuhku lalu terjatuh begitu saja. Ada apa denganku? Pandanganku mulai memburam. Aku mencoba menyadarkan diri, tapi lama kelamaan pandanganku pun gelap.
Saat aku tersadar, aku sudah berada di atas sofa. Aku melihat sekelilingku. Ternyata ada Hotaka yang sedang duduk di sofa sembari memainkan laptop. Aku mengubah posisiku menjadi duduk sembari menahan rasa sakit di bagian kepalaku. Hotaka yang terkejut pun bangkit lalu memberikanku air putih. Dengan segera aku meminumnya hingga habis.
"Sepertinya kau kelelahan, Rei," kata Hotaka.
"Apakah tadi aku pingsan?" tanyaku.
"Ya. Tadi aku sudah memanggil dokter dan katanya aku kelelahan. Kau harus banyak minum vitamin agar tubuhmu tidak mudah lelah serta perbanyak istirahat," jawabnya. Aku mendesis ketika dia menyuruhku untuk banyak beristirahat. Bagaimana aku bisa melakukan hal itu? Pekerjaanku cukup banyak dan aku rasa tidak ada waktu untukku bersantai. Saat tubuhku merasa lebih baik, aku pun menyuruhnya untuk keluar. Aku kembali duduk di kursi kerjaku bersamaan dengan keluarnya Hotaka dari ruangan ini. Lagi-lagi aku berkutat dengan pekerjaanku. Tak ada waktu untukku beristirahat, bahkan mungkin makan pun tidak karena saking banyaknya berkas yang harus ku tandatangani, menerima laporan, memeriksa data dan masih banyak lagi. Hal yang paling merepotkan adalah memecahkan masalah perusahaan dan menghadiri rapat yang begitu memusingkan kepalaku ini. Belum lagi pertemuan dengan klien yang arogan dan tidak mau kalah. Jika saja klien yang ku terima memiliki sikap yang lebih baik, mungkin saja kesulitanku tak akan bertambah. Namun bagaimanapun juga ini adalah dunia pekerjaan. Aku tak bisa mundur begitu saja karena ancaman, tak bisa berhenti karena keadaan dan tak bisa berbuat apapun selain terus melakukannya.
"Tuan Rizer!" Aku menoleh dan terkejut saat ku lihat Fujio dan Haku yang datang berkunjung. Mereka membawa satu bungkus plastik lalu menaruhnya di atas meja. Di ambang pintu ada Hotaka yang meminta maaf karena tak bisa menahan mereka. Ku suruh dia pergi dan membiarkan dua orang ini tetap berada di dalam selama mereka tidak mengganggu kesibukanku. Hotaka pun meninggalkan ruangan.
"Kalian mau apa?" tanyaku. Haku sudah duduk di sofa sembari mengeluarkan beberapa makanan dan minuman kaleng di atas meja, sementara Fujio menghampiriku.
Dia berkata, "Kau harus refreshing sebentar, Tuan Rizer. Otakmu sudah penuh dengan angka-angka, tulisan dan grafik. Setidaknya istirahatkan otakmu itu walau hanya lima menit."
"Aku sedang bekerja, kalian saja yang bersenang-senang," balasku. Fujio merangkul bahuku.
"Apakah kau tahu? Ada seorang pekerja yang mati akibat bekerja 24 jam tanpa istirahat, makan dan minum. Bahkan dia hanya mengonsumsi obat-obatan hingga akhirnya tak sadarkan diri. Aku akan menghajarmu kalau kau menjadi korban selanjutnya. Ayolah! Hanya beberapa menit." Ku tarik napasku lalu menghembuskannya pelan. Aku pun menganggukkan kepala lalu bangkit dari duduk. Fujio nampak kesenangan. Dia pun menuntunku untuk duduk di sofa. Ku ambil satu kaleng minuman lalu meneguknya. Ah sial! Segar sekali rasanya.
"Kemarin kau ke Tokyo?" tanya Haku sembari memakan pudding. Ku anggukkan kepalaku.
"Ya, aku harus latihan sekaligus orang-orang di sana ingin tahu bagaimana potensiku, apakah aku cocok menjadi bagian dari agensi atau tidak? Mungkin beberapa minggu mendatang jadwalku akan sangat padat, aku akan sering absen kuliah, bisa juga aku pindah ke Tokyo," jawabku. Mereka nampak terkejut.
"Pindah? Lalu bagaimana pekerjaanmu di sini?" Kini giliran Fujio yang bertanya.
"Ada asistenku yang bisa menggantikanku untuk sementara waktu. Aku juga tidak bisa melepaskan tanggung jawab dan harus bekerja di dua tempat sekaligus. Mana mungkin aku menelantarkan satu pekerjaan hanya karena pekerjaan lain. Kalian tahu betul apa yang akan terjadi kepadaku kalau aku tidak melaksanakan dua pekerjaan ini, bukan?" Ku teguk sampai habis minuman kaleng itu. Entah mengapa aku menjadi sedikit emosional ketika membicarakan hal seperti ini.
"Seharusnya kau melaporkan kekerasan yang mereka lakukan kepadamu, Rei. Dari dulu kau terus diintimidasi oleh orang tuamu sendiri. Mereka memaksamu melakukan apa yang mereka inginkan. Namun kau memilih diam dan bertahan meski aku tahu betul hatimu membenci mereka. Tak ada salahnya melaporkan kekejaman mereka terhadapmu, Reizero," ujar Fujio membuatku mendesis. Tidak semudah itu aku bisa melakukannya, yang ada akan menjadi bumerang untukku.
"Jika aku bisa melakukannya, akan aku lakukan hingga mereka di penjara seumur hidup. Namun sayangnya aku tidak seberani itu. Aku memang menginginkannya, tapi aku juga memikirkan risiko apa yang akan ku terima nanti. Misalnya saja aku benar-benar melaporkan apa yang Papa lakukan dulu kepadaku dan aku memiliki bukti kuat, polisi menangkap Papa dan dia dipenjara. Apakah dengan melaporkannya maka dia akan merasa kapok? Apakah dia tidak akan melakukan sesuatu untuk membalaskan dendam kepadaku? Dia tidak akan tinggal diam, Fujio."
"Ditambah banyak orang yang bekerja dengannya, tidak menutup kemungkinan aku berada di bawah pengawasan dia meski aku tahu dia ada di suatu tempat yang jauh, tapi dia memiliki mata untuk terus memantauku. Siapa mata itu? Ya, orang-orang yang sekarang berada di sekelilingku. Hotaka, Shiori, para bodyguard dan mungkin ada lagi orang yang tak ku kenali yang mengawasi gerak-gerikku. Tidak menutup kemungkinan hidupku akan lebih sulit daripada saat ini ketika aku benar-benar membuatnya mengamuk. Makanya aku memilih untuk menuruti daripada hidupku lebih kacau lagi. Siapa yang tahu apa yang orang tuaku pikirkan? Jadi menurutku percuma saja melakukan pelaporan karena apa yang ku lakukan berimbas balik kepada diriku sendiri," jelasku panjang lebar membuat Fujio dan Haku terdiam. Aku rasa mereka menyetujui ucapanku ini. Ya, jelas saja mereka setuju karena mereka pun tahu bagaimana sikap orang tuaku. Mama dan Papa tidak akan tinggal diam kalau aku berbuat masalah untuk mereka. Apalagi kalau sampai membuat nama mereka buruk di telinga orang lain. Entah apa yang akan terjadi kepadaku.
"Jadi kau tak memiliki pilihan lain?" tanya Haku. Ku anggukkan kepalaku.
"Maafkan aku karena lancang berkata seperti itu tanpa memikirkan bagaimana perasaanmu," ujar Fujio. Ku gelengkan kepalaku dan berkata kalau dia tak bersalah. Wajar dia berkata seperti itu. Pun jika aku berada di posisinya, aku tidak akan tahu apa yang akan terjadi dan berbicara sama seperti yang dikatakan oleh Fujio.
Bersambung ...
><><><
ATTENTION : [ Please, jangan lupa komentar dan collection! ]
Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!