Anna merasa ditantang dengan petugas bersih-bersih ( OB ) yang tubuhnya lebih besar darinya. Anna mendekat kearah OB tersebut dan menatap lekat, ada rasa salut dalam diri Anna kepada pria besar ini karna dia telah berani menantang Anna.
Tapi ketahuilah posisimu pria babon bodoh. |- Anna
"Wah.. apa yang tadi anda katakan pada saya? Keuntungan? Saya hanya memberi kalian pertanyaan kecil karna hari ini ada yang melanggar aturan masuk ke ruangan saya tanpa izin."
Sekalipun dia pria yang lebih besar Anna tak pernah kenal takut.
Anna takkan pernah mau menundukkan kepalanya ataupun bersikap sopan pada seseorang yang sudah mengusiknya. 'Lo salah berurusan sama gue babon bodoh.' Anna terus mengumpat dalam hatinya.
"Jika yang anda bilang tentang keuntungan? Lalu bagaimana dengan saya yang dirugikan? Rekaman cctv menunjukan semuanya kalau salah satu dari kalian masuk keruangan saya tanpa izin." Anna kembali menegaskan.
"Bu sekretaris hanyalah sekretaris, ngga ada wewenangnya untuk menekan kami seperti ini." Dengan lagaknya pria OB itu tetap membalas sambil menatap Anna.
Anna sebetulnya agak emosi tapi ia tetap harus bersikap tenang. "Saya tau bahkan sebenarnya wewenang saya ga harus lebih dari ini. Kalian berpikir seharusnya manager yang lebih mengatur kalian bukan saya kan? Atau wakil direktur?"
Anna mengatur napasnya sejenak. "Apakah kalian rindu manager dan wakil direktur kalian yang baru dikeluarkan karna melakukan korupsi? Ketahuilah direktur mempercayakan ini semua kepada saya, saya punya hak untuk itu." Tambah Anna. "Dan jika ada manager dan wakil baru nantinya pun semua akan kembali seperti semula."
Karyawan pria itu malah menyeringai. "Bu sekretaris selalu membawa nama pak direktur ya, sampai segitunya padahal kerjanya cuma ngegodain direktur."
"Oh." Anna menyilangkan kedua tangannya didepan dada. "Atas dasar apa anda berkata seperti itu mengenai saya? Menurut anda saya begitu?"
"Hahaha." Pria OB itu tertawa, makin mendekat kearah Anna dan menyentuh beberapa helai surai panjang Anna. "Dasar j*lang murahan penggoda direktur, haduh dibayar berapa sih jadi pengen nyicip juga-"
PLAK!! Anna menamparnya keras, yang lain hanya bisa diam dan menyaksikkan. Mereka tau jika takkan menang melawan Anna.
"Hei, pembicaraan ini jadi kemana-mana dan anda baru saja melecehkan saya." Anna merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah alat perekam. Kenyataannya daritadi Anna merekam percakapan ini.
Pria OB itu refleks mundur dan menatap Anna dengan miris. "M- maaf saya-"
"Kenapa? Kok sekarang takut? Mungkin anda pikir bisa begitu karna saya tak punya wewenang untuk memecat anda ya?" Anna mendekatkan bibirnya ke telinga pria OB itu dan berbisik. "Tapi dengan ini saya bisa membuat anda dengan mudah berhenti bekerja."
OB itu kaget serta panik sedangkan Anna tak bisa berhenti tersenyum. OB itu sudah tau kalau dia kalah telak, dia mendadak bersimpuh dibawah kaki Anna. "Maaf, maafkan saya karna bersikap lancang, saya tarik ucapan saya, maaf tolong jangan laporkan saya-"
Anna menatap diam OB yang ada dibawah kakinya. "Bilang pada saya, siapa yang masuk keruangan saya hari ini?"
"Itu.. Joko." Pria OB itu membalas.
"Joko?" Tentu Anna tak begitu tau dan hafal tapi jika diingat daftar petugas kebersihan ada 10 orang dan sekarang diruangan ini hanya ada 9.
"Joko.. dia yang selalu bertugas membersihkan gudang, dia selalu ambil pekerjaan yang lain juga-"
"Dimana joko itu?" Anna memotong.
"Dia udah keluar pagi ini, dia udah naruh surat pengunduran diri di meja bu sekretaris."
"Jangan bilang.."
"Ya bu sekretaris, karna dia ingin menaruh surat itu jadi dia masuk keruagan ibu."
Semuanya sudah jelas, Anna tak pernah terpikirkan ini sebelumnya. Minuman dan makanan yang diberikan secara anonim di meja beberapa karyawan untuk Anna.
Seharusnya Anna tau, jika OB bisa kemana saja dengan alibinya untuk bersih-bersih dan menaruh minuman itu tanpa ketahuan di sembarang tempat.
"Sial." Anna mengumpat mencari tau siapa Joko, Joko itu. Joko aryadi putra. Wajahnya, asalnya, Anna mencari semuanya di internet maupun menghubungi nomor tertera tapi semuanya-
"Ga ada apapun, nomornya ga aktif tempat tinggalnya ga ada di maps bahkan foto ini justru pria yang dikabarkan hilang 4 tahun lalu." Anna cukup frustasi tak ada petunjuk apapun, seakan semuanya sudah direncanakan dari awal.
Yang tersisa surat pengunduran diri itu, Anna membukanya.
Ini seperti permainan petak umpet aku cukup menikmatinya, jaga diri Anna aku merasa sedih karna harus berpisah denganmu lagi. Tapi jika takdir mengizinkan aku ingin menemuimu kembali, aku selalu merindukanmu.
Anna meremat surat itu, "Permainan petak umpet ndasmu!" Anna melempar rematan surat itu ke sembarang tempat.
"Gue bersumpah akan temuin lo, gue yang akan injek muka buriq lo liat aja, tunggu gue." |-Anna
***
Beberapa hari kemudian karna takut terjadi hal yang tak mengenakan Anna sementara tinggal dirumah Laura.
"Sorry waktu itu gue asal pergi kasian banget Pak Rudi." Laura baru mendengarkan semuanya.
Anna menyeruput kopi hangat agar membuatnya tenang, diresapinya cairan kafein tersebut perlahan.
"Jadi semua itu karna Joko si OB ya, bahkan pak Rudi juga." Laura mengatakannya dengan sedih, ada rasa bersalah sebelumnya karna menuduh Pak Rudi.
"Bukan Joko, Joko ga ada, gue gatau dia siapa, dia pake identitas palsu." Anna lebih banyak diam, Laura yang melihat sahabatnya seperti ini jadi sedih. Pasti sangat berat menjalani hidup sebagai Anna.
"Anna." Laura memeluk sahabatnya, "Gue tau semua ini pasti berat banget untuk lo meski gue gapaham banget gimana rasanya tapi gue masih disini, gue selalu di pihak lo, gue akan selalu ada buat lo, jangan sungkan Anna."
Bukan hanya tentang stalker tapi semua kehidupannya di kantor meski sekeras apapun Anna berusaha ia tak bisa dengan cepat merubah pandangan buruk padanya. Tak jarang ia mendapati banyak haters juga di media sosial.
Anna hanya menjalani hidupnya dengan cukup baik tapi selalu saja ada hal yang menghantamnya. Kenyataan di dunia ini terkadang menelannya sangat dalam dan perlahan, merenggut kebahagiannya sedikit demi sedikit.
"Yang mau gue bilang na, jangan nangis sendirian. Gue punya 2 pundak dan gue ga keberatan kasih satu buat lo Anna, apapun itu jangan ngerasa sendirian, jangan bebanin semuanya ke lo sendirian. Lo punya gue Anna, gue akan selalu bantu lo." Laura menenangkan sahabatnya, mengelus punggungnya.
Tak sadar Anna meneteskan air matanya, itu hal yang manusiawi meski Anna tegas dan seorang yang kuat Anna juga bisa menangis. "Makasih ya Lau, gue bersyukur masih punya lo."
***
Nampaknya hari-hari kedepan berjalan tenang, komputer Anna langsung dijual dan ganti baru. Tak ada kiriman mencurigakan lagi dan gangguan aneh tetapi karna ada rasa trauma Anna memutuskan ingin pindah ke apartemen saja.
Kesehatan Anna telah di cek dan sepenuhnya tak ada gangguan apapun berarti minuman pemberian stalker itu memang aman tetapi Anna masih tak terima, itu pengecut namanya, Anna masih geram jika mengingatnya kembali.
Manager baru dan wakil direktur yang baru pun sudah ada, hal itu meringankan pekerjaan Anna. Jika semua berjalan seperti ini terus akan menjadi monoton namun itu lebih baik daripada harus dihantui stalker itu.
Dalam kerjanya yang biasa, Anna mendapat telpon mendadak. "Halo?" Anna mengawali.
"Halo apakah ini benar nomor Annabella di insta @Annabcl*n?"
"Ya benar ada apa ya?" Tanya Anna.
"Sebelumnya maaf jika lancang, saya dapat nomor Anna dari Laura, waktu itu kebetulan saya melihat Anna di tokonya dan kalian sangat akrab."
Laura.. Anna sebenarnya agak kesal, padahal Anna sudah memperingati sahabatnya agar tak sembarangan memberi nomornya, "Ya saya sahabatnya, jadi anda siapa dan ada apa? Saya ga punya waktu banyak mohon katakan secepatnya."
Orang yang diseberang telepon tertawa. "Jangan buru-buru ingin menutup begitu, saya dari Magenta magazine, Anna pasti tau, majalah populer di era ini, saya mau menawarkan Anna sebagai model kami."
"Model?"
Di sisi lain seorang pria berperawakan tinggi dengan rambut coklat wavy, sorot matanya yang ceria memikat perhatian sekitar. Pria itu duduk di kusi dan sedang dirias beberapa wanita.
"Johan kamu pake skincare apa? Kulitmu bagus banget." Salah satu penata rias berbicara.
"Yaa ngga banyak kak tapi Johan selalu jaga pola makan, tidur, sama istirahat." Pria itu, Johan, salah satu model terkenal yang akan melakukan pemotretan dan sedang dirias.
"Aduh jaga pola makan apanya di mejamu banyak donat manis, kue manis bukannya malah ga bagus ya, nanti sakit gigi Johan." Penata rias lainnya mengatakan itu sambil mencubit pipi Johan.
"Akhh-! Kakak sakit jangan gitu, Johan sikat gigi kok, lagipula kakak-kakak kan tau kalau Johan suka makan maniss." Johan mengerucutkan bibirnya dia selalu sukses membuat orang disekitar gemas dengan perlakuannya.
"Kenapa sih Johan suka banget makan manis?"
Johan terdiam sejenak seakan ada pikiran yang membawanya sebentar. "Soalnya itu ngingetin Johan sama seseorang.."
"Oh siapa itu?"
"Sama kakak dong, soalnya kakak kan manis." Johan tersenyum di akhir menggoda penata rias itu.
"Ihh gombal terus kamu ah."
Johan tersenyum. 'Ck bodoh ga ngaca apa gasadar diri sih, agak nyesel ngomong begitu.' Batinnya.
"Johan buat pemotretan sama produk pakaian selanjutnya pasangan yang kamu minta, dia setuju." Salah satu pria tiba-tiba datang dan mengatakan sesuatu yang membuat Johan tersenyum lebar penuh senang sumringah.
"Kak Anna mau?? Yess." Akhirnya takdir bisa nyatuin kita lagi, aku yakin kak Anna pasti masih suka aku, pasti dia bakal ngejer-ngejer aku setelah liat aku lagi. Johan membatin sambil tersenyum di cermin sangat pede dengan tampangnya sekarang.
Kak Anna, aku mau kakak jadi milik Johan lagi. |- Johan