webnovel

CH.3 Alasanmu

Sekali lagi, kuumumkan bahwa terkadang aku sendiri takut dengan ketenanganku yang terlalu berlebihan ini.

Bahkan jikalau memungkinkan, bisa saja aku tersenyum di saat aku kehilangan segalanya, termasuk saat ini di mana aku mendapati berita soal kematian orang tuaku.

Fakta-fakta yang kudapati dalam hidupku sering kali benar-benar tidak masuk akal, tetapi itulah latar belakang kenapa aku jadi kebal hal semacam itu.

Lebih lagi, prediksiku tentang hal tidak masuk akal pun terkadang atau mungkin sering tepat sasaran.

Untung saja tidak ada yang benar-benar menyadari soal sikapku seperti ini, toh ini hidup, hidupku sendiri, bukan milik orang lain.

"Tuan Blake, Anda memanggilku?"

"Tentu, duduklah di sampingku Christina. Juga sudah kubilang, hentikan dengan panggilan tuan itu, kita sudah kenal hampir 10 tahun."

"Maafkan aku, tetapi aku tidak bisa bersikap tidak sopan dengan penyelamatku."

Hubungan macam apa yang dimiliki oleh Blake dan kakak perempuanku, Christina? Yahh apa pun itu aku tidak bisa mengomentarinya sejak itu tak punya hubungannya denganku.

Yang bisa kupikirkan tentang masalah ini tetap hanyalah bagaimana alur kejadian waktu itu sampai menciptakan masalah yang cukup besar ini.

Sebut saja cukup besar, karena aku tak pernah ingin melebih-lebihkan sebuah masalah. Itu hanya menambah beban jujur kalau dipikirkan terlalu dalam.

"Haish, seperti biasanya kau itu, begitu mengesalkan. Dibanding itu, aku ingin membahas tentang masa lalu, dengan orang di hadapanmu yang kurasa kau sudah ketahui."

"Begitu ya… masa lalu. Aku tidak tahu yang mana di antara kalian berdua, tetapi sebelumnya aku minta maaf sebesar-besarnya atas keegoisanku sendiri."

"Egois ya? Kurasa manusia mana pun tak akan pernah bisa lepas dari belenggu bernama ego. Jadi, jangan begitu dipikirkan, toh aku tak akan menyesali apa yang sudah lewat."

Masa lalu ya masa lalu. Seberapa besar penyesalan masa lalumu, tak akan ada yang bisa kau rubah kecuali yang berdampak sampai masa kini atau masa depan.

Pada akhirnya yang bisa kukatakan hanyalah terus melihat ke depan tanpa menengok ke belakang hanya untuk mengingat rasa sakit yang dahulu dirasakan.

Benci aku mengakui ini, tetapi kata-kata orang bahwa emosi apalagi yang negatif saat dipendam terlalu banyak, pasti akan meledak sedikit menakutiku.

Tak pernah ada saat di mana emosiku benar-benar meledak terlalu luar biasa sampai tak ada yang tidak kena caci maki.

Selama ini masih dalam saat yang terkontrol, jadi kurasa masih amanlah untuk sementara waktu, tidak perlu takut.

"Mana bisa hal sebesar itu dilupakan. Dan pastilah saudara kembarmu juga tidak bisa menerima fakta soal ini."

"Tidak, fakta seperti ini sudah kuduga sejak lama, dan prediksiku selalu diketahui oleh saudaraku. Jadi kami berdua sama-sama tenang menghadapi fakta yang sudah kuprediksi ini, jangan khawatir."

Tidak ada yang lepas dari prediksiku termasuk hal yang paling simpel sekaligus. Apalagi sekarang masalahnya itu masalah besar, tidak mungkin aku melupakan untuk tidak memikirkannya.

Walau begitu, aku tidak berniat untuk mengingat sesuatu yang buruk terus-menerus. Masa lalu tetaplah masa lalu, jangan biarkan itu mempengaruhi masa depan ataupun sekarang ini.

Aaa… lagi-lagi aku membunuh emosiku sendiri, terlalu menyakitkan, tetapi daripada aku mengingatnya, lebih menyakitkan lagi malahan.

"Sebenarnya aku tidak dalam posisi untuk mengomentari apa pun, tetapi sebenarnya kalau diberi pilihan dari apa yang sudah Anda tebak, prediksi mana yang Anda inginkan?"

"Yang aku inginkan ya? Kurasa aku hanya butuh keberadaan mamaku saja. Mendengar bahwa papaku bertindak seperti itu, kurasa aku merasa kasihan kepada mama."

Dalam kasus ini dan dengan penjelasan dari Christina yang sebenarnya bisa kubilang masih rancu, untuk sementara aku bisa mengatakan bahwa mama tidak bersalah.

Lagi pula semua ini dimulai dari percikan rasa egois papa yang tidak tahu perhatian itu. Bahkan ketika mama sudah melahirkan dengan susah payah, masih saja diperlakukan seperti begitu.

Jujur saja, aku ingin, setidaknya sekali saja, berada dalam dekapan hangat dari mamaku, sebuah kasih sayang yang tidak akan tergantikan.

Buat apa kalau aku memiliki satu dunia, tetapi tidak pernah kurasakan apa yang namanya kasih, cinta, perhatian, rasa sayang, dan semua yang terkait kepada hal itu?

Dunia tak senilai dengan perhatian dari seorang mama, yang kupastikan, sebenarnya semua mama pasti menyayangi anaknya.

Papa mungkin masih punya rasa gengsi, tetapi tidak dengan mama. Walau aku belum pernah merasakan, aku bisa jamin itu.

Kenapa aku katakan begitu? Karena kurasa yang dinamakan seorang ibu, pastilah membesarkan dengan susah payah dan melahirkan dengan nyawa taruhannya itu sebuah hal yang tidak bisa dilupakan dengan mengedipkan mata saja.

Semisal saja seorang mama kehilangan kasih sayang kepada anaknya sendiri, pastilah ada alasan di balik tindakannya. Tidak apa, seorang anak juga harus tangguh dan kuat walau sakit.

"Kurasa aku menyinggung masalah yang seharusnya tidak kusentuh ya? Maaf sampai membuat Anda menangis."

"Sudah kuduga, kau pasti tidak bisa menerima fakta ini."

"Apa… kenapa aku menangis?"

Hee… kenapa ya? Apa akhirnya seluruh emosi yang sudah kupendam meluap dalam bentuk tangisan? Aaah, ini memalukan, tetapi rasanya aku ingin lebih menghayati ini.

Hatiku sebenarnya sudah terlalu banyak tersayat oleh fakta masalah dalam kehidupanku ini. Dan jujur, semakin lama aku menahannya, semakin rasa sakit itu melebar juga memburuk.

Apa sebegitunya kah aku merasa rindu kepada mama sampai hidupku dipenuhi oleh emosi yang sudah kutahan selama ini?

Kurasa… kurasa memang begitu. Hahaha… ini aneh sekali, ini pertama kalinya aku menangis selama masa hidupku. Kurasa hatiku masih belum mati dan membeku secara total.

"Maaf…."

"Lupakan soal masalah ini… aku mohon. Juga aku ingin pulang, biarkan aku memikirkan ini lebih lama lagi."

"Sin… sebelum itu biarkan aku memberi tahumu satu hal lagi. Sebenarnya…."

"Tidak sekarang… perasaanku tidak bisa menerima lebih banyak tekanan, maaf."

Tidak ingin aku mendengar lebih banyak fakta yang menyakitkan walau aku sebelum-sebelumnya sanggat tangguh dan itu tidak perlu diragukan.

Rasanya memang hidupku sudah mulai runtuh dan tidak lama lagi akan runtuh. Aa… aku kehilangan alasan untuk hidup, menyedihkan sekali.

Apa yang akan kulakukan sekarang setelah mengetahui fakta ini? Sebenarnya selain masalah berhubungan dengan orang tuaku dan Jurai, masih ada pemikiran soal perusahaan kami juga.

Tentu, itu masih bisa terus dilanjutkan, tetapi kurasa memang hatiku pada dasarnya belum siap menerima fakta ini. Sayang sekali aku menemukan diriku masih lemah.

"Haiya… lelahnya aku hari ini. Semoga Jurai bisa mengurusi perusahaan sendiri tanpa aku. Kurasa aku harus minta asistenku untuk mengantarkan mobil bagiku."

Tanpa ada jeda, setelah diantarkan keluar dari gedung milik Dark Society ini, aku langsung mengontak asisten pribadiku yang mengurusi kebutuhanku juga sebagian pekerjaanku.

Walau bisa dibilang pekerjaan ini yang super berat, apalagi untuk seorang perempuan, dia melakukannya dengan baik.

Oh ya, tolong camkan dengan baik bahwa dia adalah salah satu orang yang kupercayai karena kesetiaannya selama puluhan tahun ini.

Juga dia adalah perempuan di usia pertengahan 30, jadi tidak dalam minatku. Walau begitu, penampilannya tidak tampak tua dan punya sifat keibuan.

"Tuan, maaf saya terlambat. Tempat ini agak terpencil jadi agak sulit diraih."

"Tidak masalah. Jadi, mobil ini yang Lady Norome pilih? Memang tidak mencolok sih."

"Hanya ini yang tuan miliki dari semua koleksi mobil milik tuan. Kalau masih terlalu mencolok, saya akan—"

"Ah santai saja, aku tidak mempermasalahkannya kok. Toh Lady Norome bisa mengantarkanku dekat dengan panti asuhan saja, setelah itu pulangkan ke garasi lagi."

Asisten yang satu ini berdiri dengan nama Norome, Yorukoute Norome. Sebenarnya dia datang dari keluarga terkenal, jadi karena untuk menjaga kesopanannya, kupanggil dia Lady.

Dan juga, kurasa kau tahu alasan kenapa aku meminta mobil yang tidak mencolok. Tentu, aku tidak ingin anak-anak panti, kecuali Jurai pastinya, mengetahui aku punya mobil.

Masalah yang barusan kuungkapkan di gedung yang barusan kutinggalkan saja sudah begitu membebaniku, jadi tak kuinginkan masalah lain apalagi dengan semua anak panti asuhan.

Untung saja jarak antara gedung Dark Society dan panti asuhan tidak terlalu jauh, kurang dari tiga kilometer. Hanya saja Lady Norome yang kasihan harus ke perusahaan lagi malam-malam.

"Terima kasih sudah mengantarkanku Lady Norome. Maaf juga sudah membuatmu mengantarkanku malam-malam begini."

"Sudah sepantasnya aku melakukan ini ketika menjadi asistenmu tuan. Selamat malam dan beristirahatlah dengan baik karena raut muka Anda terlihat lelah tuan."

"Terlihat ya? Terima kasih atas perhatianmu, kau bisa kembali."

Untung saja tidak hujan lagi, walau tidak kujamin aku masih bisa mengatakan hal yang sama semenit yang akan datang, jadi tidak perlu kehujanan.

Juga berdasarkan ucapan Lady Norome, aku harus memperbaiki sikapku atau yang lainnya akan curiga kepadaku setelah melihat perubahan sikapku yang drastis.

Sebenarnya aku ingin mengatakannya kepada Jurai tentang masalah hari ini langsung malam ini, tetapi aku sudah terlalu lelah bahkan untuk mandi, jadi besok. Toh hari esok masih ada.

"Kakak Sin, kau akhirnya pulang juga. Kok sampai jam 10 malam sih kak?"

"Maaf ya, kakak tadi ada urusan dengan teman kakak jadinya pulang terlambat. Kalian semua sudah makan?"

"Iya! Tadi Sister Himue memasak menggantikan kakak."

"Oh, aku harus meminta maaf kepada Sister karena sudah membuatnya repot. Besok kakak akan memasakan untuk kalian, jangan khawatir."

Seharusnya bagian memasak itu adalah milikku, tetapi karena aku pulang terlambat, pastilah Sister Himue yang mengurusi itu.

Aku lupa menjelaskan, tetapi Sister Himue adalah orang yang menemukanku dan Jurai sewaktu ditelantarkan di dekat panti asuhan.

Untuk suatu alasan, Shin menopang ekonomi panti asuhan ini, jadi Sister Himue tidak kerepotan mengurusi satu panti asuhan sendirian.

Satu hal lain lagi, ketika aku mengatakan Sister, itu hanya sebutan kehormatan saja dan karena dia masih maiden dan dulunya pelayan di salah satu gereja.

Namun soal kepercayaanku, jangan bicarakan soal itu. Sejak dulu aku tidak percaya apa yang namanya keajaiban, jadi jangan harap percaya kepada suatu tuhan.

"Yeay, masakan kakak Sin yang terbaik."

"Ya sudah, kita sekarang tidur ayo. Kakak sudah lelah juga."

"Baiklah kak! Selamat malam kak, selamat malam semuanya!!"