webnovel

CH.1 Kamu

ARC 1 The Twisted Verse

Pernahkah kau merasakan betapa kejamnya kehidupan kepadamu sampai-sampai engkau sudah muak dengan semuanya ini dan ingin mengubur dirimu sendiri?

Aku? Ohh… kukira kau ingin melihat yang lain, ternyata aku ya? Soal diriku… mungkin tidak usah dipertanyakan.

Semuanya sudah terlambat bagiku, dan kalau masih ada yang tersisa, mungkin hanyalah sepercik harapan dan sebuah kehampaan.

Kehampaan atas kekosongan juga kekalahan. Tidak ada lagi yang di sisiku, kehangatan badannya sudah meninggalkan dirinya dan diriku juga.

Bukan hanya orang itu, bukan hanya yang tercinta, tetapi semuanya. Bahkan pengorbanan anak-anakku pun diperlukan, tak luput juga semua teman berhargaku.

Semuanya untuk harga apa? Harga semahal ini pun masih belum cukup untuk mendapatkan kemenangan juga kemerdekaan atas penguasaan seseorang.

Kebencianku sudah teramat mendalam kepadanya, tak terucapkan lagi oleh kata, tak tergambarkan lagi oleh tindakan, dan sudah tak berasa manis lagi.

Semuanya sudah terlampaui kecut, semua keringat dan air mata selama ini rasanya sia-sia. Sekarang itu semuanya hanya mampu membuatku tersungkur tak kuasa di hadapannya.

Hanya karena satu orang saja, for the goddamn one people, tak bersisa apa pun bagiku. Apa sekarang? Seribu orang yang sudah tak punya kuasa untuk bangkit dan niat untuk melawan.

Seluruh alam semesta sudah hancur, teramat hancur karena satu nama. Dan itu nama orang yang seharusnya menjadi orang terdekatku, tetapi menjadi yang paling kubenci, Kuroshin.

Nama yang berarti dewa kegelapan itu sudah meratakan semua alam semesta yang lebih rendah, hancur lenyap tak bersisa. Satu nama yang penuh kuasa dan itu menakutkan hebatnya.

"Kuroshin… apalagi yang ingin kau renggut dariku? Tak ada tersisa bagiku apa pun. Bahkan sekarang seluruh makhluk hidup di mana pun hanya tersisa seribu orang juga diriku. Apalagi… kurang apalagi!?"

"Lemah… kalian semua makhluk lemah. Itu kenapa aku benci sewaktu dulu masih manusia, lemah. Namun kau dewa pun lemah, terlalu mudah untuk merasa kehilangan."

"Yang membuang segalanya tak berhak mengatakan soal itu!! Kau tak mengerti soal kasih dan sayang jangan sok belagu!! Goddammit, I'm suck…."

Bagaimana lagi, hatiku kosong, tak berisi apa pun lagi. Istri tercintaku pun yang menjadi cahaya harapan sudah hilang, apa yang tersisa padaku selain penyesalan dan kekalahan?

Kuroshin dilain pihak memiliki semua yang dia inginkan, tak sepeser pun dilewatinya. Sekarang memerasku sampai habis dan aku rasanya perlahan menghilang.

Apakah aku mampu mengalahkannya? Jawabannya tidak, sampai kapan pun dia tidak mungkin dilawan. Sebuah monster kekekalan.

Bukan hanya unggul dibidang kekuatan, tetapi kami sejak awal sudah kalah jumlah karena tidak menyatukan diri dari dulu.

Sedangkan aku beranggapan bahwa dengan kekuatanku, keluargaku, dan teman-temanku itu sudah cukup. Sungguh, naif sekali aku ini….

Namun menyesalinya pun percuma, semuanya sudah lewat. Sekarang hanya aku bisa terdiam tak bertindak menunggu Kuroshin sampai lelah mempermainkan nyawaku dan mengakhiri hidupku.

Ahhh… padahal hari-hari dulu itu adalah hari yang menyenangkan, tawa dan canda masih terngiang di kepalaku, tetapi semua sekarang sudah digantikan dengan kesuraman.

Yang tersisa dari semua orang kusayangi hanyalah mayat mereka dan darah yang tercurahkan di seluruh medan perang ini.

Aaa… kalau saja waktu itu di mana semuanya masih belum terjadi apa-apa berjalan seperti normal, pastilah aku sudah mati tenang walau dalam kesendirian.

Hanya di Terra, ratusan ribu tahun yang lalu, jutaan mungkin, aku sudah lupa. Di mana aku masih belum mengetahui kebenaran apa pun juga yatim piatu dan tinggal di panti asuhan.

Ohh… tenang saja, hidupku tak melarat, justru waktu itu aku adalah orang yang penting di dunia Terra, akulah Guirusia Sin, penemu perusahaan Guirusia.co bersama saudaraku Guirusia Jurai.

Mari kita kembali ke awal mula untuk mengetahui apa saja yang telah terjadi selama jutaan tahun dan sampai ke titik ini oke?

"Waaa, sial, sial. Kenapa tidak ada yang membangunkanku lebih awal sih!? Padahal mereka tahu aku pulang larut malam untuk bekerja dan tentu tidak bisa bangun cepat."

Jangan salah sangka seorang CEO perusahaan besar itu masih sekolah di kelas 3 SMA dan naik sepeda untuk mencapai lokasi tempat menamba ilmu itu.

Lebih buruknya lagi, tempat aku berada itu adalah wilayah yang hampir 80 persen lebih dipenuhi oleh hujan walaupun musim panas.

Negara sakura yang harusnya aku bisa melihat bunga cantik berguguran malah sekarang hanya dipenuhi oleh awan kegelapan pekat yang seolah tak akan minggat dari situ.

Tentu, ujung-ujungnya aku kehujanan walau bisa mencapai sekolah. Terlalu sial hidupku ini memang, udah tidak ada akhlaknya lagi yang memberiku hidup.

"Sin!! Kututup lho ini gerbang. Lima…!! Empat…!! Tiga…!! Dua…!! Sat—"

"Bentar pakkk, sabarr!!!"

Sampai karena terburu-burunya dikejar oleh waktu gerbang sekolah mau ditutup oleh pak satpam, aku seketika mengayuh begitu kencangnya.

Ujung-ujungnya karena itu aku nge-drift untuk mengurangi akselerasi dengan cepat begitu aku dan sepedaku masuk ke dalam wilayah sekolah.

Hampir saja jatuh, tetapi untung tidak. Tak lama setelah itu langsung saja kuparkirkan sepeda di wilayah parkir sepeda kecil yang tidak jauh dari parkir motor.

Kalau saja aku pakai mobil yang kusimpan di rumah yang hampir tak pernah kupakai walau jumlahnya ada banyak, kurasa kejadian seperti ini tidak akan terjadi.

Langsung saja setelah aku selesai mengeringkan dan melipat jas hujan yang sedari tadi kupakai, aku menuju ke kelasku. Ada jarak antara gerbang sekolah ditutup dan sekolah dimulai, walau hanya sekitar lima menit.

"Wahahaha, ada yang mandi gratis nih selama perjalanan sekolah. Nih handuk, lagian juga udah kutawari dijemput juga nolak kamu."

"Mending handuk daripada dijemput. Nggak enak aku sama anak-anak yang lain, pada ngiri semua nanti aku yang repot. Tahu sendiri kan anak panti kayak gimana."

"Iya, iya, ganti seragam dulu sana, ke sekolah masa ya masih pakai baju begituan."

"Trims, tolong bilangin ke guru kelas ya nanti aku izin ke toilet bentar."

Salah satu teman dekatku, Chris Jim. Tingkat kekayaan menengah agak ke atas, tetapi entah kenapa mau berteman denganku yang yatim piatu.

Dia selalu membantuku seperti membawakan handuk, seragam yang rapi, bahkan terkadang kalau aku basah kuyup alat mandi.

Tawaran yang bagus sebenarnya dari Chris soal dijemput, tetapi sama saja, terlalu mencolok bagi anak-anak panti yang lain.

Aku dan Jurai sudah sepakat bahwa kami akan menyembunyikan kekayaan dan semua yang kami miliki dari orang lain.

Ada seorang lain yang mengetahui soal kami di sekolah ini, namanya Kihinnoaru Shin, partner kerja, tetapi juga teman dekatku dan Jurai.

Tidak banyak kok temanku di sekolah, bisa dihitung pakai jari. Yang paling dekat ya Jurai dan Shin, toh banyak rahasia kita bertiga yang hanya kita yang tahu.

"Nah begitu lebih enak dan rapi, ya tidak Jeanne?"

"Hmm… dasimu agak kurang rapi tuh, sini kubetulin sebentar."

"Woa, woa, aku bisa sendiri. Rumor Jeanne, rumor."

"Aishh, rumor seperti itu mah kecil di sekolah ini. Kalau mau rumor tuh rumor, soal Shin yang katanya belakangan ini sering izin keluar sekolah."

Hmm, Shin sering izin keluar sekolah? Yahh, aku jarang mengontaknya kalau di sekolah sih. Lagi pula aku, Jurai, dan Shin memang terpisah menjadi kelas yang saling berbeda.

Jadi kontak kami bertiga kalau di sekolah sangat minim, kecuali ada kepentingan lain belaka. Dibanding itu, di sekolah aku lebih dekat dengan dua orang ini, Chris dan Jeanne.

Jeanne punya kekayaan yang tidak jauh berbeda dari yang Chris miliki. Toh mereka berdua adalah murid transfer dari negara lain, tetapi anehnya bahasa Jepang mereka sangat lugas.

"Baiklah anak-anak cukup bicaranya. Pelajaran akan segera dimulai."

"Nanti beri tahu kepadaku soal rumor itu."

"Santai, circle informasi sekolah aku masuki kok."

Seharusnya aku mengikuti sekolah dengan normal hari ini, tetapi entah kenapa kepalaku agak berat dan mulai pusing juga panas.

Mungkin ini efek samping dari terus-menerus kerja sampai larut malam juga kehujanan tadi pagi. Yahh salahku juga sih.

Namun kalau mau kutahan juga pelajaran tidak akan ada yang masuk. Lupa kuberi tahu, tetapi alasan aku jadi CEO perusahaan karena aku, Jurai, dan Shin sama-sama jenius.

Jadi tidak mengikuti pelajaran selama beberapa jam juga tidak masalah, bisa kutangani dengan membaca buku saja nanti.

"Bu, aku izin ke UKS ya, kepalaku pusing dan badanku panas."

"Ya ampun, ya sudah. Jeanne Arc, temani Sin ke UKS."

"Biar kubantu sini Sin, pingsan repot nanti."

"Makasih Jeanne, harusnya aku sendiri juga bisa, masih aman."

"Udah jangan maksain diri."

Ujung-ujungnya dengan bantuan Jeanne aku menuju ke UKS walau dia hanya berdiri di sampingku. Anehnya itu mampu mengaktifkan api cemburu dari satu kelas.

Saking tak berdayanya, aku menghiraukan itu dan terus berjalan. Namun apa dayanya kalau kepalaku benar-benar berputar 180 derajat di dalam dan tersandung lalu pingsan.

Bangun-bangun sudah kudapati diriku adalah di UKS terbaring tak kuasa untuk melakukan apa pun selain mengedipkan mata perlahan.

"Oh sudah bangun. Istirahat lagi saja."

"Apa yang terjadi tadi setelah aku pingsan? Tidak mungkin kan kalau kau yang membawaku kemari?"

"Hanya kau terjatuh saja, tetapi menarik banyak perhatian dari kelas lain, toh kan ada jendela yang mengarah ke lobi sekolah di setiap kelas. Lalu ada guru yang lewat dan membantuku membawamu ke sini."

"Haish, aku benar-benar merepotkan. Terima kasih."

Benar saja kata Jeanne tadi, kalau-kalau aku pingsan. Yahh beneran pingsan akhirnya karena memang tidak kuat badan ini menahan rasa sakitnya.

Tidak terjadi apa-apa kan seharusnya setelah aku pingsan? Mataku sudah berputar-putar dan buram tadi waktu aku jatuh sebelum kehilangan kesadaran.

"Wah, wah, man in news, selalu ada saja kabar burung yang bercuat-cuit di sekolah dengan cepat. Well, bagaimana dirimu Sin?"

"Huh, datang-datang bawa kabar menjengkelkan dan menanyakan pertanyaan yang seharusnya bisa diketahui hanya dengan sekilas melirikku."

"Hahaha, maaf. Lagian sih berduaan, bagaimana tidak menarik perhatian murid lain coba?"

"Ya sudahlah, biarin aja. Rumor kecil kayak begituan nanti juga ketumpuk sama yang lain."

Sekolah yang kutempati sekarang ini adalah sekolah yang lumayan besar dan berkembang walau di wilayah yang suram karena hujan yang tak pernah berhenti ini.

Salah satu alasannya adalah Shin yang juga seorang CEO perusahaan besar mendanai hampir seluruh kebutuhan sekolah ini.

Ya memang sih, kami bertiga, aku, Jurai, juga Shin tak pernah kekurangan uang sepeser pun, toh kekayaan kami sudah tingkat dunia.

Jadi memberi donasi kepada sekolah seperti ini bukanlah masalah besar bagi Shin. Hanya saja tindakannya ini diketahui terang-terangan oleh seluruh siswa.

Sedangkan aku dan Jurai tetap stay low profile berharap tak akan ada yang pernah mengetahui soal diri kami.

Bahkan perusahaan Guirusia.co itu hanya dikenal oleh sebagian distributor besar di negara-negara lain tersebar di seluruh dunia. Malahan perusahaan kami tidak terkenal di dalam negeri.

"Baiklah kalian berdua, biarkan Sin beristirahat. Lagi pula kelas sudah mau mulai lagi bukan? Jadi cepatlah kembali ke kelas."

"Nanti sepulang sekolah kukunjungi lagi, cepat balik kalau sudah enakan badanmu Sin."

"Ya, kalian kembali saja."

Dengan menghilangnya semua orang di UKS ini, suara yang terdengar hanyalah suara listrik yang bergetar melalui lampu yang berwujud panjang di atas kepalaku ini.

Bau khas UKS lama-lama merasuki hidungku dan membuatku mulai terlelap dalam tidurku sekali lagi walau rasanya ini terlalu dalam.

"Sudah, letakan sini aja. Tunggu bos balik baru kita urusi."

"Tapi nggak masalah kah? Seingatku bos mengatakan untuk hanya membawanya kemari, bukan menculiknya."

"Biarkan saja, nanti juga aman-aman saja pasti."

Suara itu terdengar cukup keras ketika kesadaranku mulai mencuat lagi. Namun entah kenapa badanku rasanya tak memiliki energi walau sakit yang tadi kualami sudah memudar.

Aku bisa merasakan dengan jelas bahwa kepalaku sedang dikerudungi semacam karung dan tanganku terikat ke belakang oleh tali.

Dalam kasus normal, orang lain sudah mulai panik dan berteriak mungkin, tetapi aku cukup tenang dan mengamati keadaan sekitar.

Karena pandanganku terhalang oleh karung ini, aku hanya bisa mengandalkan indera selain penglihatan untuk mengobservasi apa yang terjadi dan di mana aku.

"Oh ya buka saja karung penutup kepalanya. Coba cek dia sudah bangun atau belum. Seharusnya efek sihirnya masih bekerja walau sudah mulai memudar."

"Ughh… aku saja terus, jadi pesuruh mulu."

Ups, lebih baik aku pura-pura masih pingsan saja. Namun apa yang mereka maksud dengan sihir? Dalam kasus normal seharusnya itu tidak ada.

Jangan salah, aku percaya dengan sihir. Lagi pula Shin itu perusahaannya berurusan semua dengan sihir, jadi teknologi buatan perusahaanku dipakai untuk riset sihirnya.

Dan berulang kali tentu, aku sudah melihat sihir seperti apa. Hanya saja ya memang, jumlahnya terbatas karena kata Shin mana di Terra sangat buruk dan terbatas.

Mungkin yang dimaksud Shin itu mana bisa disamakan dengan udara. Karena di Terra banyak polusi, makanya tercemar, mungkin begitu.

"Apakah kalian sudah melakukan apa yang kusuruh?"

"Tentu bos, ini orang yang bos minta."

"Kenapa dia terikat ke kursi!? Lepaskan dia! Siapa yang suruh memperlakukannya seperti ini!? Dasar kerjaan gak pernah beres."

"Maaf bos, maaf. Hush, buruan lepasin talinya juga."

Seketika saja seseorang yang mereka panggil bos masuk melalui salah satu pintu yang bisa kuprediksi lokasinya hanya dengan mendengar suara dan getarannya saja.

Kalau beginian mah aku juga sudah lumayan terlatih, bahkan seharusnya ikatan tali tadi juga bisa kulepaskan dengan sendirinya.

Semuanya ada di buku, walau terpencar di sana-sini, tetapi semua pengetahuan ada tercantum di buku. Hanya dengan mempelajarinya, itu sudah sangat membantu dalam banyak hal.

"Kau, aku tahu kau sudah terbangun walau masih berpura-pura pingsan. Bangunlah."

"Wah, wah, ketahuan ya aku? Pegawaimu memperlakukanku sangat kasar. Jadi, bisa katakan apa maksudmu?"

"Ada satu dua hal yang perlu kuucapkan padamu. Di sini bukan tempat yang bagus untuk mengobrol, jadi ikuti aku dulu."

"Baiklah kalau itu yang kau inginkan."

Untuk sekarang aku ikuti dulu jalan ceritanya sebelum mengambil tindakan. Toh situasi ini tidak begitu mencurigakan walau tempat ini sedikit gelap dan menunjukkan aura suram.

Biar kuikuti dulu maunya, dengarkan apa informasinya. Bisa jadi itu sebuah informasi penting yang kubutuhkan tanpa kusadari.