webnovel

RE: Creator God

Bermula dari kehidupan biasa yang tidak sengaja masuk ke dalam takdir yang tidak biasa yakni masuk ke organisasi tersembunyi, dilanjutkan takdir yang lebih tidak masuk akal lagi dalam waktu singkat yaitu dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal dari dunia lain, tetapi mengaku istrinya. Sampai akhir hayatnya pun dirinya tidak dibiarkan tenang karena tugas utamanya belum selesai. Tujuan hidupnya hanya satu, menemukan kebenaran tentang kehidupannya. Seseorang yang bernama Sin juga punya identitas rahasia yaitu Alpha dan identitas lainnya dari dunia lain yaitu Lucifer dan ketika mati dia menjadi....

GuirusiaShin · ファンタジー
レビュー数が足りません
377 Chs

CH.28 Kebenaran

Aku terbangun dengan kepala yang begitu berat karena memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak aku pikirkan semalam. Sebagai informasi saja, aku tetap masih merahasiakan keberadaanku dari siapa pun. Yang tau hanyalah asistenku, dan dari dirinya lah aku mendapatkan semua informasi yang aku butuhkan yang tidak ada di Pentarundum.

"Hah~ hari yang baru, keributan yang baru, tetapi masalah yang sama." aku mengeluh sekesal-kesalnya diriku.

Semalam adalah malam yang tidak ingin kulewati. Alasan dari malam itu terjadi adalah kejadian 4 tahun yang lalu. Semalam aku mendapat informasi dari asistenku tentang sebuah berita. Berita yang seharusnya tidak akan muncul kalau saja aku tidak ceroboh dalam bertindak.

Berita itu pun langsung menyebar luas dalam hitungan menit setelah muncul di dunia internet. Isi dari berita itu membuatku kaget, kenapa, ada namaku di situ. Sebuah berita dengan judul, 'Mishishi Kiera, seorang konglomerat yang tidak pernah menikah mempunyai seorang anak kembar perempuan'. Dilanjut dengan suatu kalimat, 'Dari interview yang sudah dilakukan, diketahui kedua anak itu adalah hasil dengan berhubungan badan dengan seorang bernama Guirusia Sin'.

"Apa-apaan sebenarnya niat perempuan itu? Ingin memojokkanku? Sungguh aku tak bisa mengetahui keinginan dari seorang perempuan, siapa pun itu."

Untung saja informasi tentang diriku tidak disebar, karena memang orang banyak tidak tau tentang diriku. Dari desas-desus yang dikumpulkan oleh asistenku, ada seorang wartawan yang menanyakan mau jadi apa anak-anak itu nanti kepada Kiera. Jawabannya pun mengejutkanku, dia berkata sesuatu yang ada di nalar otakku.

Dia menjawab satu kata, 'penerus'. Di satu sisi aku mengerti memang konglomerat seperti dirinya butuh penerus, tapi di lain sisi aku tidak mengerti kenapa cara mendapatkannya harus dengan cara seperti itu.

"Jadi tuan, apa yang anda lakukan? Jujur saja aku tak pernah kepikiran akan semua hal ini terjadi. Mungkin ini tidak akan mempengaruhi tuan secara langsung, tapi kepercayaan pembeli akan menurun mengetahui ini." asistenku ada benarnya juga.

Memang kalau rumor ini tidak dipastikan terlebih dahulu tidak akan ada yang tau tentang detail lebih lanjutnya. Namun untuk beberapa kasus di mana pelanggan yang sudah mengenal diriku mungkin akan menjadi ragu-ragu untuk bekerja sama dengan diriku.

"Aku akan coba selesaikan masalah ini. Maaf, aku akan bergantung pada dirimu lagi." aku menitipkan pekerjaanku kepada asistenku selagi aku bersiap-siap kembali ke Indonesia.

Kalau bisa sebenarnya aku mau terbang saja ke Indonesia dengan kedua sayapku ini, tetapi ingat kualitas mana di dunia ini sangat, sangatlah buruk.

"Tuan kita sudah sampai." aku diperingatkan oleh supirku ketika sedang berpikir dalam lamunan.

Rumah ini lagi, sudah dua kali aku masuk ke mari. Satu, karena kebetulan yang tidak menyenangkan, zemblanity. Dua, karena invitation dari mereka sendiri. Dan sekarang yang ketiga adalah aku datang ke mari karena keinginan diriku sendiri. Dengan telingaku sendiri aku harus memastikan hal ini.

"Pulanglah ke Jepang langsung, jangan tunggu aku." sebelum meninggalkan mobilku, aku memberi pesan kepada supirku itu.

"Baik tuan."

Berjalan ku keluar dari mobil, masuk ke rumah orang ini lagi. Orang-orang yang ada di sini pun belum banyak berubah, masih orang yang sama. Namun ada satu yang beda, yang sangat crucial. Dan itulah yang membuatku terkejut setengah mati.

"Kiera…." aku menemukan dirinya ada di ambang pintu masuk rumahnya bersama… kedua anak yang di rumorkan itu.

Aku menatap kepada mereka selagi dalam kejauhan. Tapi ada sesuatu yang salah, tatapan matanya menunjukkan rasa kelegaan mendapati diriku datang ke mari.

"Masuklah Sin. Akan kujelaskan semua. Setelah itu kau boleh menentukan pilihanmu."

Kali ini aku, tanpa ragu atau cemas akan terjadi sesuatu lagi, masuk ke dalam rumah ini lagi. Satu pertanyaan penting, 'di mana Marvin?'. Hal itu mau kutanyakan karena menganjal, tetapi biarkanlah Kiera yang menjelaskan soal hal ini.

"Duduklah. Teh?"

"Boleh."

Aku duduk berhadap-hadapan dengan Kiera dan dua anak perempuan yang tidak kuketahui namanya. Anak-anak perempuan itu sungguh tenang, tetapi aku tau will di dalam mereka besar.

"Pelayan, tolong ambilkan teh untuk kami, dan susu untuk Migusa dan Furisu." sekarang aku tau dua nama anak perempuan itu, walau entah yang mana.

"Jadi apa penjelasanmu? Sebelum itu ada satu hal yang ingin kupastikan." nada bicaraku menjadi sangat serius.

"Katakanlah."

"Kejadian 4 tahun yang lalu, apakah itu kesengajaan dirimu?"

Jujur saja aku merasa terganggu dengan kejadian itu. Kalau aku berkata alkohol itu tidak membuatmu merasa panas dan nafsumu itu naik, kalian akan mengerti, karena itu kerja dari aphrodisiac. Hal itu kutemukan setelah lama berpikir juga.

"Benar, itu adalah permulaan dari rentetan kejadian ini." sekarang semuanya menjadi jelas, benar-benar semuanya.

Tidak ada penjelasan lain sebenarnya yang aku butuhkan, karena satu kejadian ini adalah last piece puzzle ini. Walau ada satu hal yang masih belum jelas, kenapa dia melakukannya.

"Semuanya itu dimulai sejak kau masih kehilangan kesadaran, dan sebuah berita yang membuatku shock. Namun sebelum itu kau pasti kebingungan kenapa kakek tidak ada bukan?" kurasa perempuan ini cerdik juga dalam berpikir.

"Tentu, di manakah Marvin? Waktu itu Marvin lah yang menyambutku bahkan sampai ke gerbang rumah ini."

Dia menarik nafas panjang sebelum mengatakan satu kalimat yang membuatku merasa waktu sedang berhenti.

"Kakek… sudah meninggal…." suaranya menjadi sangat kecil dan dirinya terisak saat itu.

Jujur, melihat seorang perempuan yang menangis itu menyakitkan. Apalagi itu disebabkan oleh sesuatu yang berkaitan dengan diriku, walau tidak secara langsung terlibat sebenarnya.

"Malam itu, sebelum kau bangun dari pingsanmu, dokter menyatakan bahwa umur hidup kakek tinggal satu tahun saja. Dan karena itulah, sekarang kau tidak menemukannya di rumah ini."

Kembali lagi aku terhening, berpikir, dan berpikir. Jadi memang benar bahwa mereka itu melakukannya dengan sengaja, dan itu karena…

"Dan malam itu, satu kalimat keluar dari kata kakek, 'aku ingin mati melihat cucu buyutku'."

Dan benar memang karena itu kesengajaan, karena kuyakin mereka tidak punya keberanian untuk meminta orang menikahi Kiera atau bahkan bersetubuh saja.

"Setelah mereka berdua lahir, kakek tersenyum bahagia, sangat, sangat bahagia. Walau dia tau sebenarnya apa yang dia lakukan adalah salah dan illegal, tetapi keinginannya sudah terpenuhi. Seminggu setelah itu, kakek langsung meninggal."

"Aku turut berbela sungkawa." kurasa aku tak perlu menanggapi semua ini dengan emosi atau egois.

Walau aku tak punya orang tua, aku bisa tau rasanya kehilangan seseorang yang sangat penting untuknya. Setidaknya walau dia sudah bersedih, aku tak ingin menambah beban untuknya.

Oh ya, kenapa aku berpikir untuk tidak ingin membebaninya? Bukankah itu hal yang dikatakan oleh Kiera dulunya?

"Soal anak-anakku ini. Aku tahu memang sebagai anak-anak, mereka butuh kasih sayang dari kedua orang tua. Tetapi mana bisa aku memaksakan kehendakku untuk hal yang seperti ini. Aku tidak ingin dirimu." sekarang aku mengerti.

Tak butuh kata lain untuk menjelaskan hal lainnya. Entah kenapa, diriku bangkit dengan sendirinya dan memeluk Kiera dari belakang.

"Maafkan soal keegoisanku Sin… kalau saja ini tidak terjadi, kalau bukan karena kejadian ini, aku… aku."

"Sudahlah, jangan bersedih lagi. Mana bisa aku membiarkan seorang menangis seperti ini. Lagi pula kau sudah menjadi seorang mama, berikanlah contoh yang terbaik untuk anak kita." aku mengatakannya.

Entah kenapa kata terakhir yang keluar dari mulutku membuat Kiera terkejut, bahkan diriku sendiri pun terkejut. Apa yang sebenarnya terjadi padaku, kenapa aku bertindak di luar kehendakku sendiri?

"Mama, jangan menangis mama." salah satu dari kedua anak itu menenangkan Kiera dengan wajah imut dan perhatiannya itu.

"Umm, mama, apakah orang yang memeluk mama, adalah papa kita?" kalimat dari anak yang lain membuat kami berdua menjadi sangat terkejut.

Kami termenung sejenak sampai Kiera mulai menjelaskan kembali.

"Migusa, jangan bertanya seperti itu. Tidak sopan tau." aku tau Kiera tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan anak yang bernama Migusa itu.

Aku sekarang tau nama kedua anak itu masing-masing. Setidaknya aku tak perlu ragu lagi untuk memanggil nama yang salah.

"Tidak, pertanyaan Migusa tidaklah salah, dan pendengaranmu juga tidak salah. Migusa, kemari sini sayang, peluk papa." ucapanku semakin kacau.

Seorang anak kecil, perempuan, tidak kenal takut yang bernama Migusa itu datang memelukku. Secara spontanitas juga Furisu datang memelukku. Aku bisa merasakan kehangatan tubuh kedua anak ini. Tidak, seharusnya kukatakan kehangatan anakku.

"Apa maksudmu Sin?" Kiera masih terlihat bingung dengan kejadian ini.

Aku hanya bisa tersenyum dan berkata…

"Aku akan menjadi papa untuk kedua anak ini. Yang berarti, aku akan menjadikan kau istriku." disaat ini lah keegoisanku lenyap, berganti dengan rasa mengasihi.

Kurasa kalimat dariku itu membuat Kiera termenung sebentar sebelum melanjutkan percakapan ini.

"Jadi… kau mau menikahiku? Bukankah aku berkata itu tidak perlu?"

"Tidak, ini bukanlah suatu paksaan, atau beban. Tetapi walau ini bukan kesalahanku, aku rasanya tetap harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Setidaknya, aku tak ingin Migusa dan Furisu tumbuh menjadi anak yang mendapat kasih sayang kedua orang tuanya."

Kiera terdiam tidak mengerti harus mengatakan apa lagi. Kurasa mengetahui hal seperti ini memang mengejutkan, tetapi tak pernah kupikirkan akan menjadi sehisteris ini Kiera menangis dan memelukku.

Aku hanya bisa tersenyum dan membuang nafas kecil. Alasan diriku tidak ingin membiarkan kedua anak ini hidup tanpa kasih sayang kedua orang tuanya, adalah aku tak ingin mengulangi kecerobohan siapa pun orang tuaku itu.

"Terima kasih… terima kasih…." Kiera menangis sepanjang malam itu.

Kuputuskan hal ini karena aku tau bahwa melewati semuanya ini memang menyakitkan, maka tidak akan kubiarkan orang lain harus melewati hal yang sama. Setidaknya jangan sampai ada kejadian seperti ini di hadapanku.

Malam itu aku memutuskan untuk tinggal di kamar Kiera bersama Kiera sendiri dan kedua anak kami itu. Malam itu adalah malam di mana aku belajar untuk menerima segala macam kondisi, dan pasang surut hidup ini. Dan keesokan harinya aku mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan pernikahan kami berdua ini.