webnovel

RANUNCULUS

Brenda : Punya kakak cowok itu indah nggak sih? Harusnya indah kan, ya. Bisa minta dibeliin ini itu. Sopir banyak kalau udah akrab sama temen-temennya. Bisa curhat dari sudut pandang yang berbeda waktu punya gebetan. Merasa dilindungi. Intinya, kalian bisa jadi princess tanpa kehadiran sosok pacar. Nyatanya realita nggak seindah ekspektasi. Sejak SMP sampai sekarang, kami merahasiakan hubungan persaudaraan kami. Kenapa? Kalian akan tahu jawabannya dalam novel ini. Bahkan, Kak Brandon pernah mengakuiku sebagai pacarnya didepan cewek yang menyukainya. Mulai saat itu, aku merasa sering dirugikan daripada diuntungkan sebagai adiknya. Pedih, kan? Brandon: ALERT!!! YANG NGGAK PUNYA ADIK MINGGIR DULU. Xixixi, nggak kok. Siapa aja boleh baca novel ini. Oiya yang belum punya adik minta mama papa buatin dulu aja. Semangat Om… Tante… Kiwkiw. Punya adik tuh rasanya kayak ada manis-manisnya gitu. Hmmmm… Wait a minutes jadi keinget sesuatu, apatuh. Forget it. Lanjut… Aku seorang anak pertama sekaligus seorang kakak. Ehem… Ehem… Keren nggak sih? Woiya jelas, jelas banyak tanggungan. Hadeh… Sebenernya waktu pembagian urutan kelahiran, aku absen jadi kebagian lahir duluan deh. Eitsss tenang karena posisi kakak sudah diserahkan buatku. Bakal kujalanin kok. Walupun mungkin masih jadi kakak yang buruk bagi adikku. Aku paham tentang konsep perkakak adikkan. Namun sulit untuk mengekspresikannya. Maybe, my sister, thinks “gini amat punya kakak”. Aku sayang pakek banget nggak pakek loch sama dia. Aku selalu berimajinasi jika nanti kami sudah memiliki kehidupan masing-masing. Apakah aku sudah bisa jadi kakak yang baik buat dia?

Gap_Dikara · 若者
レビュー数が足りません
3 Chs

AWAL DRAMA DIMULAI

Brenda's Point Of View

Aku berjalan di trotoar menuju persimpangan jalan. Walaupun sekolah sudah sepi, aku tetap merasa kurang nyaman jika harus berjalan berdampingan dengan Kak Brandon. Aku teringat kejadian lima tahun yang lalu, saat masih SD. Aku selalu berangkat bersama Kak Brandon diantar Mama. Awalnya mungkin biasa-biasa aja. Akan tetapi keadaan berubah ketika aku terlibat kasus pertengkaran dengan teman sekelasku. Dari kejadian itu, aku selalu dibandingkan dengan Kak Brandon. Bahkan para guru sudah melihatku sebagai anak yang nakal. Kejadian itu selalu membuat aku sesak.

Lamunanku terpecahkan ketika ada telepon masuk. Ternyata dari Kak Brandon. Aku melihat sekitar, dan nggak nyangka kalau sudah sampai tepat di persimpangan jalan.

"Halo Kak,"

"Dimana?"

"Depan abang cilor," jawabku dengan sengaja agar dia bingung.

"Oke."

Aku heran ketika dia langsung mematikan teleponnya. Semenit kemudian, Kak Brandon berhenti di depanku dengan motornya. Dia langsung menyodorkan helm tanpa mengatakan atau bertanya apapun. Aku sedikit terperangah melihat dia memiliki helm dua. Mungkin dia meminjam dari pos satpam karena biasanya aku dijemput Papa atau nebeng temenku.

"Lo nggak penasaran kita kemana?" tanya Kak Brandon sambil berteriak karena bisingnya kendaraan.

"Nggak," jawabku singkat.

"Nggak biasanya. Kan lo orangnya kepo segala hal," herannya.

"Karna gue laper. Udah cepetan."

Setelah aku menjawab seperti itu, Kak Brandon menambah kecepatan motornya. Sepuluh menit setelahnya, kami tiba di sebuah café. Walaupun heran karena aku merasa Kak Brandon jarang mengajakku makan berdua apalagi di café, aku tetap mengikuti langkahnya masuk kedalam. Anehnya, dia nggak memilih meja yang kosong melainkan menuju meja yang sudah berisi dua cewek berseragam sama dengan kami. Mereka terlihat nggak suka akan kehadiranku.

"Maaf ya telat," ucap Kak Brandon memutuskan pandangan cewek tersebut terhadapku.

"Siapa?" tanya salah satu cewek ke Kak Brandon sambil melirikku.

Kak Brandon hanya tersenyum, nggak langsung menjawab. Dia menyuruhku duduk terlebih dahulu. Setelah itu, dia menyeret kursi terdekat untuk diduduki karena di setiap meja hanya berisi tiga kursi dalam satu meja. Bahkan ketika aku sudah duduk, aku masih belum bisa memahami keadaan sekarang.

"Kenalin, yang ini Shaha teman sekelas aku. Dan ini Hanna temannya Shaha sekaligus teman sekelasku juga," jelas Kak Brandon dengan lembut ke arahku. Kulihat dua cewek di depanku saling lirik satu sama lain.

"Hah?" jawabku sambil menunjukkan muka cengo.

"Kita makan dulu aja gimana? Terus nanti tinggal diskusi aja tugas kelompok kita gimana."

Sepertinya Kak Brandon nggak memberikan kesempatan mereka untuk menyanggah ucapannya. Dia menyodorkan buku menu kepadaku dan juga ke Kak Hanna. Meskipun suasana sekarang sangat aneh bagiku, aku tetap memesan banyak makanan mengingat aku akan ditraktir Kak Brandon.

Setelah selesai makan, Kak Brandon dan temannya membahas bahan kerja kelompok mereka. Sedangkan aku menambah makanan lagi agar nggak terlihat gabut. Aku nggak memperdulikan tatapan aneh Kak Shaha dan Kak Hanna sewaktu aku makan. Anggap aja mereka iri karena badan aku tetap bagus walaupun makan banyak. Aku makan sambil melihat-lihat Instagram. Sesekali aku tertawa dan membuat ketiga orang yang bersamaku menolehkan kepalanya.

"Eh sorry," ucapku sedikit merasa bersalah.

Setelah kerja kelompok mereka selesai, Kak Brandon mengucapkan sesuatu yang mungkin disengaja diberitahukan disaat akan pulang. Ucapan Kak Brandon berhasil membuat kaget kedua cewek itu. Nggak hanya mereka, aku juga sangat kaget dengan apa yang dia ucapkan. Akan tetapi, rasa kagetku hanya sementara dan berubah menjadi marah yang akan aku luapkan nanti ketika ada di rumah.

"Gue lupa ngenalin dia ke kalian. Dia Brenda, cewek gue. Karena udah saling kenal, gue sama dia duluan ya," ucap Kak Brandon sambil menyeretku keluar café.

***

Brandon's Point Of View

Menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku (*bacanya jangan sambil nyanyi). Sepertinya si Badut lupa dengan syarat yang ku berikan tadi. Anak-anak kelas 2 yang lain juga udah pada keluar. Udah sekitar 15 menit aku dijemur di parkiran sama si Badut. Kuputuskan untuk menelponnya menanyai dia sekarang dimana.

"Halo Kak," jawabnya tanpa rasa bersalah.

"Dimana?"

"Depan abang cilor."

Abang cilor yang mana. Gumamku. sambil berpikir dan terlihat dari kejauhan anak perempuan menggunakan hoodie pink. Fyi, Brenda suka banget pakek warna yang norak dan aku hafal betul dengan hoodie pink itu.

"Oke."

Telpon pun ku akhiri. Bergegas aku menyalakan motorku dan menghampiri Brenda. Sebelum itu aku teringat Brenda nggak membawa helm. Kuputuskan untuk meminjam helm di pos satpam sekolah. Beruntungnya satpam sekolah orangnya baik banget. Beliau Namanya pak Khusna.

"Pak saya pinjam helm yaa, besok pagi saya kembalikan."

Tanpa banyak basa-basi, "Ambil saja nak, di bawah meja."

"Terimakasih ya pak."

Kusodorkan helm berwarna kuning. Brenda sama sekali nggak berkomentar tentang warna helm tersebut. Kuning adalah warna yang paling nggak Brenda sukai. Mungkin sudah lelah debat dengan kakaknya karena sering seperti ini.

Ku spoiler dikit, sebenarnya Brenda nggak tau akan kemana. Aku mengajak Brenda ke cafe yang sebelumnya aku sudah ada janji dengan dua orang cewek yang nggak bisa kutolak. Sedikit pun Brenda nggak penasaran akan pergi kemana. Dia terlihat tenang dengan penampilan badutnya itu.

"Lo nggak penasaran kita kemana?"

"Nggak," jawabnya padat, singkat, nggak jelas.

"Nggak biasanya. Kan lo orangnya kepo segala hal," tanyaku sekali lagi, nggak biasanya kayak gini.

"Karna gue laper. Udah cepetan."

Perlahan ku naikkan kecepatan motorku. Brenda terlihat tersenyum dari spion. Kurang lebih 10 menit kami tiba di sebuah cafe. Memasuki cafe, terlihat Shasa dan Hanna yang sudah tiba terlebih dahulu.

"Maaf ya telat."

"Siapa?" Tanya Shasa sambil melirik ke arah Brenda.

Kubalas dengan senyuman sambil menarik kursi buat Brenda. Kuperkenalkan Shasa dan Hanna ke Brenda sesuai dengan skenario yang telah kususun sebelumnya. Tampak raut wajah bingung Brenda. Mungkin karena melihat sisi lemah lembut kakaknya (tanda kutip salah satu keajaiban dunia).

"Hah?" Lirih terdengar dari Brenda.

"Kita makan dulu aja gimana? Terus nanti tinggal diskusi aja tugas kelompok kita gimana."

Sudah seperti yang kurencanakan lirikan tajam mata Shasa dan Hanna ke Brenda menandakan rencanaku berhasil. Kusodorkan buku menu ke Brenda dan Hanna. Untuk sedikit mengurangi ketegangan drama ini.

Adik kecilku juga pandai memanfaatkan kesempatan. Dia memesan makanan kesukaannya dengan porsi besar. Tapi demi keberhasilan drama ini sepadan lah.

Adik siapa sih ini, pinter banget. Batinku.

Setelah selesai makan aku melanjutkan membahas tentang kerja kelompok bersama Shasa dan Hanna. Terlihat Brenda sedang asik dengan makanannya dan scrolling instagramnya. Sesekali keseriusan kami pecah akibat tertawanya Brenda.

Ni anak, nggak di breafing udah bisa aja ya. Sesuai rencana (*nyengir jahat).

Kerja kelompok pun selesai. Sebelum pulang ada satu dialog lagi yang mesti terdengar oleh Shasa dan Hanna. Sedikit beresiko sih, tapi ini point dari drama.

"Gue lupa ngenalin dia ke kalian. Dia Brenda, cewek gue. Karena udah saling kenal, gue sama dia duluan ya," sambil menyeret Brenda keluar cafe.

Terlihat ekspresi kaget dari Shasa dan Hanna. Brenda yang nggak tau apa-apa juga ikut kaget. Feelingku berkata akan ada perang dunia ketiga nih di rumah nanti. Namun setidaknya, semua berjalan lancar sesuai rencanaku.

***