webnovel

Sepakat dengan Randi

"Bagaimana jika kita memulai latihan biola dan gitar? Apakah dirumahmu ada gitar atau biola?" tanya Randi pelan. Matanya yang teduh menatap mata indah gadis yang ada di depannya itu.

"Kalo gitar ada, tapi biola Aku tidak punya," jawab Nina sembari meminum air yang diantar ibu warung.

"Kebetulan di rumah ku ada biola, kamu tidak usah risau. Kamu sendiri apa sudah bisa memainkan gitar?"

"Sedikit," jawab Nina kembali dengan singkat

"Baiklah, kita matangkan gitar dulu, Aku akan datang setiap sabtu malam. Eh, Kamu sudah ada yang apel belum? Jangan-jangan nanti ada yang cemburu?"

"Ah, belum, kok, enggak usah kuatir deh."

"Kalo Andre?"

"Kenapa dengan Andre?" Nina bertanya.

"Tampaknya ada sesuatu antara kamu dan Andre. Entah ini hanya perasaanku saja atau bagaimana, mengingat kita sudah lama bersahabat, namun sebetulnya Aku cukup tau gelisahmu."

Nina tertegun. Ia menunduk. Hanya Dia saja yang mengagumi dan menyukai lelaki itu. Baginya Nina hanya gadis dungu seperti kerbau. Mana mungkin Andre memiliki perasaan sama seperti dirinya. Nina hanya bisa terdiam dan meratapi nasibnya.

"Sejauh ini belum. Mungkin Aku memang menyukainya. Tapi aku tidak yakin itu sebuah cinta. Namun sikapnya yang selalu kasar itu telah memberi pelajaran berharga kepadaku, untuk hati-hati pada setia lelaki. Jadi kalau kau tanya ada tidak yang bakal mencemburui kedatanganmu ke rumahku, kurasa jawabanya tidak. Kita akan latihan, Aku mau kursus musik semampuku, aku akan belajar."

"Oke, jadi sepakat sabtu malam, ya?" Randi menegaskan.

"Kamu sendiri bagaimana?" Nina bertanya balik kepada Randi.

"Kamu mengenalku dengan baik. Sangat baik kurasa dan kau tahu, Aku tak pernah punya siapapun yang kuanggap istimewa. Hati ini tertarik pada seseorang, tapi jika orang itu tak tahu, bahkan tak tertarik padaku, untuk apa diungkapkan. Biarlah waktuku untukmu."

"Aku harus bayar berapa untuk kursus ku nanti?" Nina mengalihkan pembicaraan.

"Untukmu gratis." Randi tersenyum.

"Aku jadi merasa tidak enak." Merasa merepotkan Randi.

"Sudah ku katakan, belajar musik tidak perlu mencari bahaya. Setiap latihan band kamu selalu pulang tengah malam. Apa itu namanya bukan mencari kesulitan, kan?

"Iya, Kamu benar. Oh iya, bagaimana aku bisa latihan piano Aku tidak punya piano di rumah. Adapun gitar, itu milik kakakku. Jika kau punya bawa saja, ya gitar milikmu."

"Untuk piano, kamu bisa belajar di rumahku. Setiap sore minggu. Bagaimana? Tidak usah setiap hari. Dengan demikian ada dua hari kegiatan dalam satu minggu, Aku rasa itu cukup. Dan harinya atur saja, biar lebih fleksibel. Nanti setelah belajar gitar beberapa kali, lalu katakan saja kapan kamu ada waktu, nanti kita sesuaikan dengan jadwalku." Randi tersenyum.

"Terimakasih, Kamu selalu baik padaku." Malam ini, meski hati Nina kecewa, namun ada semangat baru. Setidaknya lelaki baik seperti Randi telah menyediakan waktunya untuk melatih Nina. Sangat mengharukan.

***

Senja yang indah membuat seseorang ingin menikmati udara yang cerah itu. Nina bersama sang Mama berjalan menuju Mall. Karena tidak ada acara, Ia bisa menemani sang Mama. Tidak ada yang ingin ia beli, hanya saja sesekali seru bisa berjalan bersama sang Mama disaat senggang.

"Kamu tidak mau beli apapun?" tanya Mama.

"Enggak, Mah." Nina menjawab singkat.

"Ya sudah. Gimana kalo kita makan dulu?" Ajak Mamanya. Nina setuju saja, Lagipula ia memang sudah lapar.

"Mama sudah selesai belanjanya?" Nina balik bertanya.

"Sudah," ucap sang Mama sembari melangkah dan matanya berkeliling mencari tempat makan yang enak.

"Sudah lama kita tidak makan disini ya, Nin." Sembari mengajak Nina memasuki restoran yang ada di dalam Mall.

"Iya, Ma. Sekitar satu tahun kita tidak makan disini." Nina Mengingat-ingat. Sembari mengambil tempat duduk agak sudut dekat pot bunga begonia dengan daun yang cukup bagus itu. Dari sana Nina mengedarkan pandangan. Tempat makan ini selalu ramai pengunjung, namun tidak terlalu penuh jadi masih bisa leluasa memandang.

Beberapa saat makanan yang dipesan datang. Nina dan Mamanya kini menyantap hidangan yang mereka pesan dengan santai.

"Jadi tidak ada kegiatan band lagi?" Mamanya tiba-tiba bertanya.

"Udah enggak, Ma. Terlalu malam malas pulangnya juga larut." Sambil terus menyantap makanannya Nina menjawab dengan santai.

"Lalu bagaimana dengan kecintaanmu pada musik?" Mama kembali bertanya.

"Tenang saja, Ma. temanku dengan suka rela akan mengajariku musik dirumah namun sesekali Aku yang datang ke rumahnya untuk belajar piano karena dirumah tidak ada piano." Nina menjelaskan.

"Baik sekali temanmu itu. Cewek apa cowok?" Seperti menginterogasi.

"Randi, teman satu angkatan beda jurusan, Ma. Yang pernah Aku ceritakan." Jelas Nina.

"Oh, Randi temenmu dulu awal semester yang sering main itu? Yang kamu kenal saat MOS itu? Mamahnya sangat antusias mendengar anak gadisnya dekat dengan teman lelaki.

"Iya, Ma, betul." Terus menyantap makanan dengan santai dan sesekali terhenti karena menjawab pertanyaan sang Mama.

"Lalu mulai latihannya kapan?" Mamanya kembali melempar pertanyaan.

"Sabtu depan, Ma, kami sama-sama tidak memiliki acara dan kesibukan. Aku mau belajar gitar dulu, dan setelah mahir baru biola dan Piano."

"Biola dan piano? Kamu kan tidak punya keduanya." Mamahnya mengingatkan.

"Masalah biola dan piano nanti temanku yang urus, paling nanti aku yang ke rumahnya untuk berlatih biola dan piano."

"Temanmu itu sepertinya ada rasa suka sama kamu." Goda mamanya.

"Ahh, mama, kita hanya berteman tidak lebih." Wajah Nina memerah. Saat Nina dan Mamanya asik menyantap makanan yang mereka pesan sesekali Nina mengedarkan pandangannya dan benar sjaa betapa ia kaget melihat sepasang muda-mudi memasuki restoran tempat Nina dan Mamanya makan. Ada perasaan marah sekaligus iri saat Nina melihat Andre bergandengan dengan Santi. Rasanya begitu tidak adil baginya, mengapa dengan wanita lain Andre bisa sangat manis tapi terhadapnya sangat kasar.

Nina tidak sadar jika Mamanya sedari tadi memperhatikan gelagatnya. Feeling seorang ibu tidak pernah salah dalam membaca fikiran sang anak. Sepertinya Nina cemburu terhadap anak muda tadi. Mamanya terus memperhatikan tanpa menegur Nina. Hingga saat Nina mengalihkan pandangannya pada anak muda tadi baru sang Mama berani mencoba bertanya.

"Hey, Ada apa?" Mamanya sembari mengekus tangan Nina.

"Ah! Mama, tidak ada apa-apa, kok, Ma," elak Nina.

"Lalu, Kenapa Kamu sepertinya kesal melihat dua anak

muda tadi?" Mamanya coba mencari tau

"Tidak, kok, Ma. Mereka teman satu jurusan, cuma tidak terlalu dekat." Dengan lagak malas Nina menjawab.

"Lalu apa yang membuatmu menjadi tidak semangat? Perasaan tadi Kamu makan sangat lahap." Masih penasaran

"Yang cowok itu, Ketua Osis di sekolahku, Ma," jelas Nina

"Kamu ada masalah dengan cowok itu? Atau Kamu cemburu?" Ledek Mamanya sambil mencubit kecil.

"Ah! Mama ada-ada saja. Gimana bisa aku cemburu, Dia saja tidak pernah halus dan lembut terhadapku." Sambil menyerupuk minuman yang tinggal setengah.

"Yuk, ah, pulang Ma, Aku sudah kenyang." Ajak Nina

"Loh, kok, buru-buru. Bukannya tadi kamu kaya singa kelaperan? Kenapa sekarang buru-buru pulang?" Mamanya curiga.