webnovel

Raja Kerajaan Air

Taishi diangkat menjadi raja Kerajaan Air sejak umurnya 9 tahun setelah ayahnya meninggal dan saat umurnya 16 ia akan menjadi raja penuh setelah dia menikah. Sementara menunggu ia dewasa, kekuasaan dipegang Paman Wan, sang perdana mentri yang ambisius dan melakukan banyak kejahatan mengatasnamakan sang raja muda. Kehidupan sepi di dalam istana tanpa orangtua dan teman membuat Taishi bertekad untuk pergi. Ia tak sabar menunggu tibanya perayaan pergantian abad saat pengawasan melemah dan ia bisa meninggalkan kehidupan di istana yang seperti penjara. Ia bertualang seorang diri dengan menyamar sebagai rakyat biasa, mencari ibunya yang pergi meninggalkan istana 15 tahun lalu. Ia tak mengira reputasinya sebagai raja di luar istana sangat buruk dan hatinya tersentuh melihat betapa rakyat hidup sangat menderita di bawah tekanan para pejabat dan perdana mentri yang korup. Taishi kemudian harus memilih antara hidup tenang sebagai rakyat biasa bersama gadis yang ia cintai, atau kembali ke istana dan menikah dengan putri pilihan perdana mentri agar bisa mengambil kekuasaan demi cintanya kepada rakyat. NB: Cerita ini saya saya hentikan sementara karena saya ingin fokus menyelesaikan novel "The Alchemists". Mohon bersabar ya ... ---------- Follow FB Page "Missrealitybites" untuk ngobrol dengan saya tentang novel-novel saya: 1. The Alchemists 2. Ludwina & Andrea 3. Katerina 4. Glass Heart : Kojiro - Nana 5. 1912-1932 6. Altair & Vega 7. Kisah dari Kerajaan Air

Missrealitybites · 歴史
レビュー数が足りません
10 Chs

Mengamen Di Festival

Kakek Han dan Teratai sama sekali tidak terlihat canggung karena harus berbagi kamar dan tempat tidur dengan Taishi. Hanya remaja itu yang wajahnya memerah dan dadanya terasa berdebar-debar. Pemilik penginapan juga tidak merasa ada yang aneh, karena ia mengira kedua orang itu adalah kakak beradik.

"Jadi, kalian mau ambil kamar ini?" tanyanya sambil memicingkan mata, meminta kepastian.

Sebelum Taishi dapat menolak, Teratai telah mengangguk dan mengeluarkan kantung uang dari dalam bajunya. Gadis itu memang ditugasi menjadi pemegang uang di antara mereka bertiga.

"Jadi," kata Teratai sambil tersenyum. "Satu malam saja."

Uang mereka memang tidak cukup untuk menginap lebih dari satu malam. Besok mereka harus kembali bekerja mengamen mencari uang. Setelah pemilik penginapan menerima pembayaran dari Teratai, ia memerintahkan seorang pegawainya untuk membawakan air bagi mereka agar ketiganya dapat mencuci muka.

"Ahh... tempatnya bagus," kata Teratai sambil mengedarkan pandangannya ke kamar kecil itu. Ia mengucapkan terima kasih kepada pelayan penginapan yang membawakan air untuk mereka lalu menutup pintu. "Ayo kita cuci muka, makan nasi kepal dan tidur."

Ia memberi contoh dengan mencelupkan sehelai kain ke dalam baskom air dan membasuh wajah dan tangannya dengan lap basah itu. Wajahnya yang kotor dan lelah kini terlihat bersih dan cerah. Ia lalu mencelupkan kainnya sekali lagi ke baskom dan kemudian membasuh wajah kakeknya.

Setelah selesai ia menyerahkan kainnya kepada Taishi yang mengucapkan terima kasih dan ikut membasuh wajah dan tangannya. Setelah menyingkirkan baskom itu ke kolong tempat tidur, ia lalu membantu Kakek Han melepas sepatunya dan naik ke tempat tidur itu.

Mereka duduk bersama di atas balai-balai beralaskan kasur tipis itu menghadapi tiga buah nasi kepal. Sambil berbincang-bincang, ketiganya lalu memakan nasi kepal. Ahh.. rasanya enak sekali.

Tidak terlalu mengenyangkan, tetapi hanya itu makanan yang mereka miliki saat ini. Besok ketiganya bertekad akan mengamen untuk mendapatkan uang agar dapat membeli makanan lagi.

"Sebaiknya kita tidur sekarang. Sudah lama kita tidak bertemu kasur, sebaiknya kita manfaatkan sebaik-baiknya," kata Taishi. "Teratai bisa tidur di bagian dalam, lalu Kakek Han, dan aku yang menjaga di pinggir."

"Terima kasih," kata Teratai sambil tersenyum. Ia lalu membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan merapat sedekat mungkin ke tembok agar memberi ruang lebih besar bagi kakeknya dan Taishi.

Malam itu mereka tidur sangat nyenyak.

***

Keesokan harinya mereka bangun saat matahari sudah tinggi. Mereka sengaja ingin memanfaatkan kamar penginapan ini semaksimal mungkin untuk beristirahat sebelum kembali keluar menghadapi dunia yang keras di luar sana. Uang terakhir mereka habis untuk membayar kamar ini, maka tentu mereka harus manfaatkan setiap menitnya.

Saat perut mereka mulai berbunyi, barulah ketiganya memutuskan untuk keluar dan mulai mencari nafkah. Teratai, Kakek Han, dan Taishi berjalan menuju ke arah pusat kota tempat diadakannya festival.

Dari berbagai kota yang pernah mereka lalui, Kota Angin adalah salah satu kota yang paling besar dan meriah. Festival yang diadakan di sini sangat ramai dan mengundang banyak pengunjung. Ada berbagai pedagang makanan, pakaian, souvenir, layangan, dan berbagai seniman yang mengadakan pertunjukan.

Untuk sesaat ketiganya merasa bingung. Ada banyak saingan yang harus mereka hadapi dalam mendapatkan uang di sini. Ada sekelompok penari yang diiringi kelompok musik lengkap, ada juga beberapa orang yang memamerkan gerakan-gerakan bela diri, lalu ada pertunjukan sirkus di mana penampilnya akan menusuk dirinya dengan pedang tetapi ia tidak terluka. Ada juga tukang sulap, pendongeng, dan lain-lain.

Setelah berkeliling di seluruh bagian festival dan memastikan bahwa tidak ada seniman yang bermain musik dan menyanyi seperti mereka, ketiganya barulah merasa sedikit lega. Mereka mencari ruang yang kosong di pinggiran festival dan segera bersiap untuk tampil.

Kakek Han akan bermain kecapi, Taishi meniup serulingnya, dan Teratai akan menyanyi. Mereka sudah menyiapkan beberapa lagu untuk hari ini. Melihat betapa seniman-seniman tadi menerima banyak sumbangan dari penonton yang bersimpati, mereka juga berharap para penonton yang menyaksikan pertunjukan mereka akan bermurah hati juga.

Maaf, babnya agak pendek yaa.. semoga mengobati kerinduan sedikit terhadap novel ini :)

Missrealitybitescreators' thoughts