webnovel

Pria bertopi biru 3

Keesokan harinya Raissa mendapat jadwal kerja malam, sehingga pagi ini Raissa bangun agak siangan, setelah itu ia membersihkan rumah, mencuci pakaian yang sudah lumayan menumpuk di keranjang cuciannya dan setelah itu menggunting semua kuku tangan dan kakinya yang mulai panjang. Sebagai perawat agak susah mempunyai kuku panjang, apalagi kalau harus memakai sarung tangan latex setiap hari, sarungnya akan cepat robek karena kukunya yang panjang. Setelah itu Raissa mengecek ponselnya. Tampak ada pesan masuk dari Peni dan Asya. Keduanya mengatakan pagi ini si pria topi biru nya Liza tidak terlihat, ada beberapa pria dengan topi biru, tetapi tidak ada yang hanya berdiri di bawah tangga seperti kurang kerjaan, dan tidak ada yang mempunyai kumis seperti lele dumbo. Raissa benar-benar berharap kalau si topi biru sudah kapok berdiri di jembatan dan pindah saja dari sana. Karena perasaan Raissa benar-benar tidak enak. Raissa menghembuskan nafas. Ia pergi ke dapur dengan maksud akan membuat makan siang. Makanan yang disisakan Asya tadi pagi sudah dihabiskannya. Raissa membuka kulkas, sebenarnya dari bahan yang ada bisa saja ia membuat makanan, tetapi ia merasa sedang tidak ingin. Karena itu Raissa mengambil dompetnya di kamar dan turun ke bawah untuk mencari makan siang. Karena memang sudah jam makan siang, rumah makan di lantai satu kebanyakan sudah penuh, akhirnya Raissa memilih untuk membungkus makanannya dan memakannya diatas saja. setelah makan Raissa memutuskan untuk bertukar kabar dengan mamah di Bandung untuk mengisi waktunya. Sebagai anak tunggal Raissa sangat dekat dengan Mamah. "Hai Neneng, tumben teleponnya siang, lagi libur?" tanya Mamah. "Tidak Mah, hari ini jaga malam. Makanya bisa telepon siang hari." Kata Raissa. "Ooh, terus nanti malam Pak Aditya yang ganteng itu akan mampir lagi tidak?" tanya Mamah penasaran, Raissa memang sudah menceritakan pada mamahnya kalau Aditya adalah CEO yang tampan dan terakhir jaga malam, Raissa merawat dan menemani Aditya hingga enakan. "Ya tidak tahulah mah, masa Bosnya Raissa didoakan sakit sih Mah? doakan sehat-sehat dong, supaya bisa memimpin perusahaan dengan baik, jadi Raissa juga ikut kecipratan bonusnya mah." kata Raisa sambil tersenyum. " Bonus? kamu akan dapat bonus Sa? wah asik dong!"kata Mamah senang. "Katanya Pak Aditya waktu mampir ke UGD kemarin siang sih begitu mah, tapi tidak tau benar atau tidaknya, soalnya waktu diawal Pak Sugih tidak bilang apa-apa soal bonus." kata Raissa. " Oh siapa tau yang dapat bonus tidak semua orang Sa, anak Mamah kan anak yang rajin, pasti bisa dapat bonus!"kata Mamah. "Hahaha kalau yang punya perusahaan mamah, Raissa baru yakin kalau Raissa akan dapat bonus, berhubung yang punya pak Aditya, kayaknya Raissa tidak terlalu yakin." kata Raissa. " Hah? kenapa? memangnya pak Aditya jahat sama kamu?" selidik Mamah. "Ya tidak dong Mah, baik banget malah pak Aditya itu. Kemarin saja Raissa disuruh berhati-hati kalau pulang. Cuma kan masih banyak perawat-perawat yang bagus di klinik." kata Raissa. Ternyata Mamah hanya mendengar kalimat pertama Raissa saja, buktinya ia langsung berkata, "Pak Aditya ngomong begitu? jangan-jangan pak Aditya ada hati sama kamu Sa!"

Raissa menepuk jidatnya. " Aduh Mamah, jangan mulai mengkhayalkan yang tidak-tidak deh. Pak Aditya itu baik dan perhatian sama semua orang." kata Raissa. "Hmmm, jangan-jangan malah anak Mamah yang ada hati sama pak Aditya." goda Mamah. "Mamah apaan siiihhhh!!" kata Raissa sambil menahan malu, mukanya memerah. Lalu keningnya berkerut sambil berpikir, " kenapa aku jadi malu-malu kucing beginnniii?!?!?"

"Beneerrrr kaaaaannn???" tanya Mamah lalu tertawa puas menggoda anak gadis satu-satunya. Raissa hanya menggerutu tak jelas. "Wadduhh jangan saingan sama Liza dongg.. " pikir Raissa. Teringat Liza, Raissa jadi kepikiran si topi biru. "Kenapa Neng?" tanya Mamah mendengar anaknya tiba-tiba terdiam. "Tidak apa-apa Mah, hanya sedang melihat jam saja, sebentar lagi teman sekamar Raissa akan pulang, Raissa mau masak nasi dulu Mah, nanti Asya yang masak buat makan sore." kata Raissa sengaja tidak menceritakan si topi biru pada Mamah agar tidak kuatir. "Wah enak sekali anak Mamah sudah punya Chef pribadi." sindir Mamah. "Ih kami kan gantian masaknya Mah, gantian Asya dan Raissa aja maksudnya, kalau Peni waduuhh gawat anak itu mah, masak air saja gosong!" kata Raissa yang disambut tawa sang Mamah. "Ajarin atuh, kasihan anak gadis tidak bisa masak. Ya sudah, Mamah juga mau masak buat Papah nanti sore. Sering-sering atuh teleponnya Neng, Mamah kangen terus." kata Mamah. "Hahaha iya Mah, pasti Raissa akan kasih kabar terus, minimal chat lah hehehehe.." kata Raissa yang kadang malas menelepon mamah karena mamahnya suka usil. Akhirnya percakapan via telepon itupun berakhir. Raissa segera memasak nasi di penanak nasi elektronik milik Asya. Kebanyakan peralatan dapur yang ada di kontrakan mereka memang milik Asya. Karena Asya yang paling senang memasak. Sedangkan Raissa dan Peni hanya menumpang saja. Untungnya Asya tidak keberatan semua peralatan memasaknya dipakai bersama, yang penting dijaga kebersihannya dan memakainya dengan hati-hati.

Tidak lama kemudian Asya dan Peni Sampai di rumah. Asya membawa bungkusan plastik besar dari sebuah restoran ayam goreng cepat saji. "Nih, dari Alex, katanya supaya aku tidak usah capek-capek masak sore ini, hehehh" kata Asya sambil tersipu-sipu. "waahh, asyiknya, untung aku sudah masak nasi. Bilang sama Alexmu untuk begini tiap hari dong!!" kata Raissa senang. "Enak saja, kasihan dong Alex ku!" kata Asya. "Alex mana kasihan kalau cuma ngasih makan 3 anak gadis kayak kita Sya, ini ayam banyak begini juga habisnya besok sore atau lusa."kata Peni. Raissa tertawa. Asya cemberut. "Eh ngomong-ngomong, kami sudah naik busway pulang pergi tapi tidak melihat pria topi biru yang dimaksud loh.. mungkin dia merasa kali ya?" kata Asya. "Iya, sudah capek-capek jalan demi naik busway, eh dicari tak kelihatan batang hidungnya. Mungkin takut sama Raissa gara-gara semalam!" kata Peni. "Masa sih, tapi semoga saja dia kapok ya dan tidak mejeng seperti orang kurang kerjaan di bawah jembatan. Pengemis saja punya kerjaan nongkrong di jembatan." kata Raissa. "Nanti kamu naik busway lagi Sa?" tanya Asya. "Naik ojek online saja ah. Toh turunnya juga selalu dibawah jembatan, sekalian melihat situasi sambil lewat." kata Raissa. "Betul juga, hati-hati ya, aku sudah bilang pada Alex, Alex juga sudah bilang pada Pak Aditya, tapi pak Aditya bilang beliau sudah tahu dari kamu duluan?" kata Asya dengan nada bertanya. "Oh ya, gimana ceritanya tuh Sa?" tanya Peni langsung duduk di sofa sambil ngemil kuaci semalam. "Oh iya aku lupa cerita, kemarin siang waktu aku nanya Liza sebelum dia pergi makan siang, bersamaan juga dengan kedatangan pak Aditya ke UGD, katanya sih mau minta obat maag. Nah Pak Aditya dengar tentang si topi biru, masa dia pikir itu gebetan baru kita hahahaha... terus aku jelasin deh siapa si topi biru bla..bla..bla.. singkat cerita pak Aditya menyarankan untuk mengambil foto dan memperhatikan ciri-ciri yang lain, jangan hanya topi, karena banyak pria yang pakai topi biru, bahkan kalau bisa di foto sekalian." kata Raissa. "Hmm benar juga pak Aditya, pintar.. tidak salah kalau jadi CEO!" kata Peni. "Iya makanya semalam kufoto si topi biru, sayangnya agak gelap gambarnya. tapi Liza bilang mirip dan kumisnya seperti lele dumbo!" kata Raissa lalu melanjutkan, "dan firasatku mengatakan kalau yang dia incar itu Liza! entahlah mungkin hanya perasaanku saja."

"Siapapun yang diincar semoga anggota sekuriti gedung bisa mengamankan orang itu dengan segera, atau minimal mengamati lah. Soalnya sampai sekarang si topi biru tidak pernah mengganggu orang lain kan?" tanya Peni. "Belum sih, jangan sampai deh!" kata Raissa. "Setiap wanita itu punya intuisi dan insting, keduanya itu tidak boleh disepelekan, bisa menyelamatkan kita dari hal-hal yang tidak diinginkan!" kata Asya. "Benar, hati-hati mulai sekarang kita semua yaa.. baiklah aku mau mandi dulu, habis itu mau langsung berangkat kerja saja, biar sempat bertemu Liza." kata Raissa. "Ya, coba saja nasehati lagi Sa, tadi ku coba menasehati malah disemprot, katanya aku ikut-ikutan kamu jadi paranoid." kata Peni sambil tertawa. Raissa menepuk jidatnya lagi lalu pergi ke kamar mandi.

"Pen, menurutmu aneh tidak pak Aditya minta obat maag ke UGD?" tanya Asya. "Kenapa harus aneh? eh tapi kenapa tidak ke farmasi saja ya? tapi karyawan lain juga banyak kok yang minta obat ke UGD?" kata Peni bingung. "Ya ampun anak ini!! maksudku ini Pak Aditya loh, si serba semuanya diatur Bu Ade!! masa iya obat maag aja Bu Ade tidak punya?" kata Asya gemas pada Peni yang kurang peka. "waahh.. berarti pak Aditya mulai mandiri ya Sya? baguslah! memang begitu seharusnya seorang CEO tidak selalu tergantung pada sekretaris nya." kata Peni yang benar-benar salah pengertian. " Baiklah, kita makan saja yuukk, aku lapar." kata Asya datar dan akhirnya memilih menyimpan dalam hati saja kecurigaannya. Asya dan Peni pun makan sore berdua sambil melanjutkan drama Korea semalam yang belum selesai mereka tonton. Tak lama Raissa selesai mandi dan bersiap berangkat kerja. "Pergi dulu ya, sampai ketemu besok pagi!" pamit Raissa. "Hati-hati yaaa!!" kata Peni dan Asya kompak walaupun mata mereka tetap terpaku pada layar kaca. Raissa pun keluar dari rumah dan pergi bekerja.