webnovel

Kawan dan Lawan

Aditya memasuki ruang keluarga mencari Karina, dan heran ketika Karina sedang bersama dengan sepupu-sepupunya. "Wah ada apa ini? tumben kumpul-kumpul sudah malam?" tanya Aditya sambil menoleh ke arah Satya meminta pencerahan karena wajah Karina dan Aleisha agak keruh. "Mmm begini Mas, tadi siang, seorang wanita kenalanku mengirimi aku foto. Ini dia." kata Satya sambil menunjukan ponselnya. Foto itu menunjukan Ia dan Raissa sedang menuruni tangga. Memang mereka tidak bersentuhan tetapi caranya melihat Raissa dan cara Raissa meresponnya terlihat kalau mereka adalah pasangan, setidaknya Dimata Aditya. Bukannya kalut atau takut, Aditya malah tersenyum. Ia senang melihat cara Raissa menatap dan merespon dirinya. Benar kata Bu Ade, Raissa memang melengkapinya. "Waduh dia malah senyum-senyum. Udah kepincut banget nih aku yakin, senyumnya sama kayak Alex kalau lihat Asya dari jauh!" kata Aleisha. Karina memijit kepalanya, "Aditya, aku senang kamu menemukan seseorang yang kamu cintai, tapi .. kamu gila apa?!?! kenapa harus Raissa?? Tidak ada wanita lain gitu?"

"Memangnya kenapa kalau Raissa?"balas Aditya. "Aduh Dit, kamu kan tau kita ini siapa, mana bisa kita bebas memilih pasangan kita? aku saja main kesini karena barusan aku terpaksa kencan dengan orang yang dijodohkan denganku, tapi 5 menit saja aku tidak tahan bersamanya." keluh Aleisha. "Nah itu dia, kenapa harus dijodohkan kalau aku sudah menemukan sendiri orang yang tepat untukku?" balas Aditya. "Tapi mas, tepat untuk mas belum berarti tepat untuk dewan suro mas!" kata Satya. "Satya,Satya, kalau kamu menemukan orang yang tepat kurasa kamu juga akan berjuang sama sepertiku. Atau kamu lebih memilih untuk menurut?" tanya Aditya. Satya gelagapan. Dia juga ragu, kalau ia menemukan seseorang yang tepat untuknya apakah akan diabaikan saja demi uang dari dewan direksi terus mengalir lancar? Aditya menatap kakaknya, Aleisha dan Satya satu persatu. "Hooo.. aku tau sekarang apa yang menyebabkan kalian bersatu berusaha mencegahku bersatu dengan Raissa. Biar kutebak!! U..a..n..g!!! ya kan?!?!?" kata Aditya dengan sarkas. "Ya tidak sepenuhnya begitu juga Dit, kami jaquga peduli denganmu, tapi saat ini kami memang membutuhkan uang tersebut juga!" kata Karina kesal. " Dimana Ibu? belum pulang? begini saja, aku punya cara tapi aku ingin kita bicara di ruang kerjaku. Tidak ada yang bisa menguping disana. " kata Aditya. Lalu ia mempersilahkan para sepupunya, kakak dan kakak iparnya masuk ke ruang kerjanya. Stefan hanya tersenyum pada Aditya sambil menepuk pundaknya. Aditya hanya balas mengangguk.Ketika semuanya telah masuk, Aditya menutup pintu dan menguncinya. Tak terdengar suara apapun dari luar. Karena ruangan itu kedap suara dan bebas dari kamera cctv. Aditya sendiri yang memastikannya dan memasang alat untuk mendeteksi bila ada pemancar atau alat pengintai tersembunyi. Hal ini dilakukan karena ia curiga ibunya adalah mata-mata pamannya. Dua kali Aditya memergoki ibunya berusaha masuk ke dalam kamar kerjanya dengan alasan meminjam sesuatu atau hanya memanggilnya untuk makan. Tetapi Aditya tidak percaya dan malah makin memperketat pengamanan kamar kerjanya, yang tentu saja membuat ibunya kesal. Karena memang ibunya mata-mata dan berusaha mencari tahu rencana Aditya. Seperti malam ini. Ibu Aditya ternyata sudah ada di rumah bahkan sebelum Satya datang. Dari tadi ia menguping lewat kamera cctv. Karena ruang keluarga sangat besar, suara yang terekam tidak terlalu jelas walaupun ia telah mengeraskan volumenya hingga maximal. Dan ketika semua masuk ke ruang kerja Aditya ia malah tidak dapat melihat atau mendengar apapun. Kesal tidak dapat mengetahui apa rencana Aditya selanjutnya ia memutuskan menelepon Arganta. Benaknya berputar-putar, berpikir apa yang harus mereka lakukan. "Ada apa Dewi? sudah kubilang jangan menelepon jam segini, aku sedang bersama istriku, untung dia sedang di kamar mandi!" hardik Arganta pada Dewi Ibu dari Aditya. "Tapi ini penting, entah apa yang direncanakan Aditya, tapi Aleisha, Satya dan Karina bersama suaminya semua masuk ke ruang kerjanya. Dan satu lagi! sepertinya Aditya Mulai tertarik pada wanita rendahan di kliniknya. Bisa sama seperti Alex ini!!" seru Dewi kesal. "Kamu uruslah masalah perempuan itu!! bayar saja seperti yang sudah-sudah. Begitu saja kok repot! kalau soal apa yang direncanakan Aditya, coba kamu dekati Satya, anak itu masih bau kencur, ia akan mudah dibodohi." kata Arganta. "Hmm baiklah akan kucoba." kata Dewi. "Hati-hati, jangan sampai ketahuan!" kata Arganta. "Iya, aku tahu. Kapan kita bisa bersama lagi? akhir-akhir ini kau selalu bersama istrimu!" seru Dewi cemburu. "Loh, dia kan istriku, wajar aku bersamanya!! Sabarlah, tunggu giliranmu, Minggu depan aku ke Bangkok, Susul aku disana, hotel yang biasa." kata Arganta pelan lalu menutup teleponnya. Dewi tersenyum, ia berencana melancarkan jurus-jurus mautnya. Ia ingin berada di puncak bersama Arganta, karena Arganta adalah orang yang menguasai seluruh kekayaan keluarga Bhagaskara. Sejak dahulu Dewi berambisi menjadi orang penting, apa daya otaknya kurang pintar dan dalam dunia bisnis, pekerjaannya kurang baik, sehingga ia sering tersisih. Mujurnya ia cantik dan berasal dari keluarga pengusaha yang kaya. Ketika ia tahu akan dijodohkan dengan seorang Bhagaskara, ia girang bukan kepalang. Ia pikir akan dijodohkan dengan Arganta Bhagaskara, tetapi malah dijodohkan dengan Dipta Bhagaskara, seorang dokter muda yang berjiwa bisnis. Sudah punya kekasih pula. Dipta sangat menurut pada Arganta. Membuat Dewi makin kecewa dengannya dan akhirnya memutuskan untuk mencoba peruntungannya dengan Arganta, sayangnya Arganta hanya menjadikannya selingan saja, membuat Dewi marah dan berpaling ke banyak laki-laki yang dapat memberinya keinginan hatinya. Dipta semakin jauh darinya apalagi setelah kedua anak mereka lahir, Dewi makin tidak peduli. Anak-anaknya juga lebih dekat pada Ayah mereka dibandingkan dirinya. Tetapi apa gunanya pengasuh? Dewi malah makin liar dengan seluruh petualangannya dan pergi kemana saja semau hatinya. Arganta pernah memanggilnya agar tidak membuat skandal, dan mempermalukan nama Bhagaskara. Dewi setuju asal ia mendapatkan jatah uang bulanan yang jumlahnya cukup fantastis tapi tetap disanggupi oleh Arganta. Dewi lumayan kalem sejak saat itu, tapi bukan lantas ia berdiam diri di rumah, ia hanya jadi lebih berhati-hati. Sejak Dipta meninggal, Dewi bukannya tidak punya penggemar yang ingin menikah dengannya. Tetapi ia tidak menemukan seseorang yang lebih kaya dari Arganta. Karena itu ia kembali mendekati Arganta dan berhasil menarik perhatiannya. Walaupun Arganta masih tetap tidak mau meninggalkan Lydia istrinya, karena Lydia adalah seorang pewaris yang lebih kaya dan mempunyai banyak relasi menguntungkan dari pada Dewi. Tentu saja hal ini membuat Dewi kesal, tetapi ia belum putus asa, segala upaya dijalankan untuk menaikkan statusnya, termasuk mengkhianati anak sendiri. Dewi tahu Aditya merencanakan sesuatu untuk menentang Arganta. Tapi dia tidak tahu apa itu. Arganta sendiri masih tetap sombong dan merasa Aditya tidak dapat melawannya. Tetapi Dewi tahu, Aditya tidak bisa dianggap lawan yang mudah. Anak itu diam-diam menghanyutkan.

"Baiklah kalau Arganta tidak mau bertidak, aku yang akan bertindak, dimulai dari Raissa, siapa perempuan itu? Siapa yang bisa aku korek ya? hmmmm.. sepertinya anak dari Suseno bekerja sebagai salah satu team marketing di Bhagaskara Medika, siapa ya namanya? Maria? eh bukan.. Marisa!! mungkin aku bisa mencari tahu." kata Dewi pada dirinya sendiri. Ia pun mulai mencari nomor kontak suseno untuk meminta nomor Marisa.

Sementara itu di dalam ruang kerja Aditya, Karina dan sepupu-sepupunya terbelalak mendengar rencana Aditya. "Kau berencana mengkudeta ayahku?" tanya Aleisha. "Apakah mungkin berhasil?" tanya Karina. "Dan apakah kami tetap mendapatkan uang saku bulanan bila Mas berhasil mengkudeta paman?" tanya Satya gelisah. "Apakah Alex mengetahui rencana ini? pfft.. tentu saja dia tahu, Stefan kenapa kau diam saja? kau sudah tahu?" tanya Aleisha. Stefan hanya tersenyum. "Papa udah tahu, termasuk soal Raissa? kok papa gak bilang aku? " tanya Karina. "Eh.. aku tidak tahu apa-apa soal Raissa, aku juga baru tahu sekarang soal itu. Kalau yang lainnya aku sudah tahu " kata Stefan. "Ya, selama ini Stefan dan Alex ikut membantu, walau dalam bisnis lebih banyak Stefan yang membantu. Jadi bagaimana Aleisha, Satya, kalian ikut atau mundur. Kujamin uang saku bulanan akan tetap ada Satya, tak ada perubahan dalam hal itu, malah perubahannya adalah aku bisa mengangkat CEO seorang wanita, pada perusahaan yang kau pegang keuangannya Sekarang Aleisha, kau lebih cocok jadi CEO nya daripada hanya CFO. Ayahmu menyia-nyiakan keahlianmu." ujar Aditya. "Aku ikut!" seru Aleisha langsung semangat, ia sudah muak dengan CEO boneka ayahnya yang tidak bisa apa-apa. "Satya?" tanya Aditya. "Apa yang harus kulakukan? aku hanya seorang dokter, memang aku tertarik dengan manajemen, tetapi saat ini aku masih belajar?" tanya Satya. "Tapi bakatmu sudah mulai terlihat, Bhagaskara Medika akan kuadukan RS dan aku butuh orang untuk mengaturnya. Tidak mungkin aku karena aku harus mengurus yang lain juga."

"Aku ikut! apakah aku boleh bicara dengan Ayahku soal ini, Ayah selalu merasa paman Arganta terlalu diktator." tanya Satya. "Biar aku yang bicara dengan Paman Daryanta kalau waktunya sudah tepat. Untuk sementara rahasiakan dulu." kata Aditya. "Mengapa, apa Mas tidak percaya dengan ayahku?" tanya Satya sedikit tersinggung. "Jangan tersinggung, Ayahmu adalah paman yang paling dekat denganku, aku sangat menghormatinya karena itu aku berencana memberitahunya secara pribadi. Jadi dia mendengar langsung dariku, bukan dari orang lain." Aditya menjelaskan dengan sabar. "Oh baiklah, aku mengerti maksudmu!" kata Satya sambil meringis. "Lalu apa rencanamu dengan Raissa? siapa sih dia? apa dia tinggal bersama Asya? kok kalian berada di rusun yang sama?" tanya Aleisha penasaran. "Aku hanya sekali bertemu dengannya. Sepertinya anak yang baik, dan cepat dekat dengan anak-anak. Kamu benar-benar menyukainya?" tambah Karina. "Anaknya supel, cantik, pintar, disukai semua orang." kata Satya. "Termasuk kamu Sat?" tanya Stefan sambil tertawa. "Jangan marah ya Mas, dulu aku kepikiran mau menggodanya, tapi anaknya malah tidak tergoda." kata Satya. "Tapi apakah dia benar-benar tulus Dit?" tanya Karina ragu. "Maksudmu apakah Raissa orang yang materialistis?" tanya Aditya, lalu menjawab pertanyaannya sendiri. "Dia cukup materialistis tapi proporsinya tepat " kata Aditya. Karina bingung, sedangkan Aleisha tertawa. "Maksudnya apa Dit?" tanya Karina. "Mama ini, masa harus dikatakan semuanya.." kata Stefan. "Maksudku, sifat materialistis juga ada bagusnya ya kan? Tapi dia tidak berlebihan, tidak semua bisa diukur dengan materi, dia cukup realistis bahwa semua membutuhkan materi tetapi tidak mau terjebak didalamnya." kata Aditya yakin pada sifat Raissa. "Aku hanya tidak ingin kamu kecewa Dit." kata Karina. "Aku tahu Karina, terimakasih sudah mengkhawatirkan ku. Bantu aku untuk menerimanya ya, aku akan mengenalkan mu padanya suatu hari kelak, saat ini ia sedang istirahat karena insiden pemukulan dua malam lalu." kata Aditya. Lalu ia dan Satya menceritakan kronologis kejadian pemukulan itu pada saudara-saudaranya. "Wah ada-ada saja, dan dia masih tetap menjalankan tugas menjebak pencuri kelas teri di klinik setelah pemukulan itu, dia berjiwa kuat." kata Aleisha. "Masalahnya walaupun kami menerimanya, apakah paman dan bibi kita bisa menerima juga? Bagaimana dengan ibu? ah.. persetan dengan ibu! Dia saja tidak pernah peduli dengan kita." kata Karina sambil nyengir. "Jadi kalian semua mendukungku?" tanya Aditya. Satu persatu mereka semua mengangguk dengan tersenyum. Aditya bernafas lega. "Terimakasih." kata Aditya dengan terharu. Tak lama kemudian Satya dan Aleisha pamit pulang ke rumah masing-masing. Karina kembali mengurus Rangga bersama Stefan, sedangkan Aditya masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri dan beristirahat. Ia melihat ponselnya dan melihat panggilan tak terjawab bersama dengan 10 pesan dari Raissa. Aditya lupa mengabari kalau ia sudah sampai, pasti Raissa cemas. Diteleponnya gadis itu. "Mas Aditya!! mas gapapa? kenapa tidak balas pesan atau angkat telepon? Aku cemas setengah mati loh Mas, tadinya aku sudah mau minta antar papah untuk ke Jakarta mencari Mas!" serbu Raissa. "Maaf sayang, aku tidak sempat mengabarimu, tadi datang-datang aku langsung di sidang oleh Karina, Stefan, Aleisha, dan Satya. Ada yang mengirimi foto kita sedang menuruni tangga rusun bersama." kata Aditya. "Hah? lalu bagaimana?" tanya Raissa makin cemas. "Jangan khawatir, semua berjalan dengan baik, kujelaskan rencana kedepanku pada mereka dan sekarang mereka mendukungku dan mendukung hubungan kita." kata Aditya senang. "Benarkah? wah syukurlah! kupikir kita harus putus. Hehehe.." kata Raissa. "Heh.. buang kata itu jauh-jauh yaa.. tidak ada kata putus diantara kita." kata Aditya tegas. "Baik pak Bos kesayangan! sekarang aku sudah lega.. kupikir tadi mas kecelakaan atau apa.. syukurlah semua berjala lancar. Barusan Liza juga meneleponku, menanyakan keadaanku, kami saling bertukar kondisi, Liza dan Bram sama-sama harus dikawal polisi. Untungnya mereka berdua tidak bisa kemana-mana karena masih pemulihan di rumah masing-masing, hanya sedih karena tidak bisa saling bertemu. Hanya bisa saling menelepon saja.. seperti kita saat ini " kata Raissa. "Kamu juga harus istirahat sayang.. ini sudah lewat tengah malam loohh.. maaf membuatmu menungguku begitu lama." kata Aditya. "Tidak apa-apa, aku juga sedang gembira karena bisa pulang, aku rindu suasana kamarku, kasurku sendiri, hihihihi.. semuanya tidak berubah, seperti aku tidak pernah pergi saja." kata Raissa. "Orangtuamu pasti merindukanmu, sehingga mereka menjaga kamarmu tetap seperti dulu sebelum kamu ke Jakarta. Manfaatkan waktu ini bersama mereka sayang..sementara ini aku harus puas dengan telepon ataupun video call denganmu saja." kata Aditya. "Ya, rencananya juga begitu. Untung juga aku dipukuli Asih, aku jadi bisa ke Bandung tanpa harus potong cuti hihihi.." kata Raissa terkikik geli. "Kalau kamu mau nambah cuti juga sekalian boleh saja, nanti aku atur dengan Mira dan pak Sugih. Bagaimana?" tawar Aditya. "Hmm tawaran yang menggoda, tapi aku kasihan dengan Kak Mira, dia langsung kehilangan dua perawat sekaligus, mana Liza masih belum bisa bekerja, mungkin baru akan masuk lagi bersamaan denganku Minggu depan." kata Raissa. "Sayangku ini, selalu saja memikirkan orang lain." kata Aditya pura-pura sebal. "Hahahha karena mereka semua temanku mas!" kata Raissa sambil tertawa. Akhirnya mereka mengobrol sampai pukul 2 pagi sebelum Raissa sadar dan mengakhiri pembicaraan mereka. "Mas! ayo tidur!! sudah jam 2 pagi." kata Raissa kaget. "Ayo.. sini, aku sudah masuk dalam selimut." kata Aditya. "Mmmmhh . maksudku tidur di tempat masing-masing mas!" kata Raissa. "Iya maksudku juga begitu, memangnya kamu mikir apa? ngeres ya?" tuduh Aditya. "Tidakkk!! ah Mas ini bercanda terus, sudah ah.. besok kan mas harus ke kantor. tidur yaaa.. selamat malam CEO kesayanganku!" kata Raissa. "Tidak apa-apa, aku hanya datang pagi-pagi kalau ada kamu, kalau kamu tidak ada, aku bisa masuk agak siangan." elak Aditya. "Eh gak boleh gitu, lagipula tidak baik baru tidur sampai dini hari begini. Nanti mas sakit, ayo tidur!" kata Raissa dengan nada perawat terbaiknya. "Siap perawat cantik kesayanganku. Sampai ketemu besok pagi ya.. kamu juga istirahat. Mimpikan aku." kata Aditya. " Pasti! selamat malam mas, mmuaahh!" kata Raissa lalu mematikan telepon setelah Aditya membalas ciuman jarak jauhnya. Kalau tidak ditutup bisa diteruskan sampai pagi. Raissa langsung tertidur nyenyak. Tidur di tempat tidurnya sendiri dan di rumah orangtuanya, ditambah udara sejuk kota Bandung, membuatnya merasa aman dan nyaman. Raissa tertidur dengan senyum tersungging di bibirnya.