webnovel

Rain Sound

biar kutanyakan pada mu. apa kau percaya cinta pertama akan terjalin saat kamu hanya memendamnya disudut hatimu tanpa pernah mengungkapkannya, tanpa sekalipun memperlihatkan langsung padanya? kebanyakan orang akan berkata tidak mungkin. ya sangat tidak mungkin. namun suara hujan malam itu seakan menjadi pertanda bagi chika, jawaban yang seharusnya tidak mungkin entah mengapa berubah menjadi mungkin. tapi apa yang terjadi? bagaimana mungkin perasaan yang tulus ini terjalin dalam hubungan yang tak jelas. haruskah chika bahagia atau merasa sedih? ini tentang kisahku dan cinta pertamaku

Kirei0713 · 若者
レビュー数が足りません
14 Chs

Membuat Jarak

semakin dekat jarak diantara kita, kurasa semakin tak terkendali diriku untuk terus bersamamu. ketika batasan yang jelas juga tak mampu menghentikan setiap kata dan sikap yang kian terasa berlebihan dan hatiku yang selalu menumpuk harapan maka jalan terbaik yang kupilih hanyalah mempersempit ruang kedekatan kita, meski kenyataannya hatiku akan ikut terluka.

sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah chika, ia menatap lewat sela jendela dengan perasaan enggan. dipandanginya yoga yang kini tengah berjalan menuju rumahnya. semalam yoga menghubungi chika dan sempat menyampaikan niatannya untuk bertemu chika hari ini, meski ia sendiri tak tau dan juga tak ingin bertanya tentang apa maksud yoga itu. sebenarnya chika mengingat kalau hari ini ia memiliki janji dengan arka, hanya saja entah mengapa perasaannya menjadi tak menentu, perkataan dona semalam bagai tamparan baginya, ya sebuah kenyataan yang jelas menohok. ditambah sindiran ana yang entah di tujukan pada siapa, yang jelas dirinya merasa kata-kata itu terasa begitu pas untuk diri chika dan yang terburuk chika merasa hatinya akan semakin lemah dengan perlakuan arka ia takut nanti dirinya akan jatuh semakin dalam hingga ia sendiri tak dapat mengendalikan hatinya. maka sebelum ia melanjutkan kekonyolan ini ada baiknya ia menjaga jarak dan memberi waktu untuk menata hatinya walau ia tak yakin akan setegas apa pendiriannya.

Ting tong

Chika beranjak menuju pintu dan menyambut yoga dengan senyum terukir diwajah chika "kau pasti bercanda kan?" Belum sempat chika mempersilahkan yoga masuk, pertanyaan yoga meluncur ringan membuat chika mengerutkan kening tak mengerti "what?" Bahu chika terangkat dengan tangan yang terbuka lebar mengharap penjelasan, namun sesaat kemudian chika berbalik memasuki rumah dan diikuti oleh yoga di belakangnya.

"Tadi... harusnya kau jangan tersenyum. Senyuman palsu itu gak enak dilihat"

"Ap-"

"Aku mengenal mu lebih dari dirimu sendiri" potongnya segera menghentikan pengelakan yang akan chika luncurkan. Chika menggerutu tak menentu di tempatnya, tak menyadari yoga yang lekat memperhatikannya dengan pandangan mengaggumi.

"Kau... benar-benar menjengkelkan" tak ada balasan dari yoga, hanya sebelah alisnya yang terangkat dan senyum nan kian mengembang. Sejujurnya chika mengetahui cukup lama arti pandangan yoga padanya. Mata yang sering kali diam-diam memperhatikannya itu terlihat sangat jelas memiliki ketertarikan padanya lebih dari sekedar tatapan seorang teman. Jika di katakan risih, tentu saja chika merasakan hal itu, apalagi saat yoga tanpa segan menyematkan panggilan-panggilan yang mengusik pendengarannya, hanya saja tiap-tiap kali chika menegurnya dan mengingatkannya untuk membuang jauh-jauh perasaannya, yoga akan mengelak dan berlindung dibalik kata teman dekat, walau pada kenyataannya mereka memang berteman sejak kecil, jauh sebelum chika mengenal ana bahkan sebelum chika menginjakkan kaki di bangku persekolahan ia sudah lebih dulu mengenal yoga namun siapapun akan tau dan mengerti adanya batasan dalam berucap atau bersikap dengan lawan jenis. Chika merasa ia tak sebodoh itu untuk memaklumi segala tingkah yoga hanya karena mereka sangat mengenal satu sama lain.

"Mau sampai kapan kamu menatap ku gitu?"

Bukannya berpaling ataupun mengelak seperti biasanya, yoga malah menghembuskan nafas seraya tersenyum mengejek. "Harusnya aku yang bertanya, mau sampai berapa lama lagi kita disini? Kamu gak ada niatan buat jalan keluar sambil mengobrol?" Chika memutar bola matanya jengah, jangankan untuk keluar, menggerakan kaki saja ia merasa malas untuk melakukannya. Lagipula ia tidak sedang sendirian dirumah itu, masih ada ketiga temannya yang berdiam disana meski kenyataannya tak ada satupun dari mereka yang keluar dari kamar sejak tadi pagi dan membuat suasana rumah chika sunyi berbeda dari biasanya.

"Ayolah.. hem? Aku traktir deh"

"Bener? Jangan nyesal loh" ujar chika beranjak menuju kamar bersiap untuk mengganti pakaian, dari kejauhan terdengar yoga yang berbicara dengan suara keras meminta chika agar menahan diri dan tidak tergoda untuk menghabiskan semua uang yoga. Chika sendiri hanya mendengus dari dalam kamarnya ia tak tau apa yoga sedang meneriakkan isi hatinya atau hanya sekedar bercanda dengannya, chika tak begitu memikirkannya.

"Ayah mu kapan datang ka?" Chika berjalan beriringan dengan yoga keluar dari rumah, sebelum pergi ia menyempatkan diri berpamitan dengan teman-temannya, ternyata alasan mereka asik berdiam diri dikamar karena sedang menonton film horor menggunakan proyektor dan jendela yang di tutup rapat dengan gorden hingga menjadi sedikit gelap. Sedikit gelap karena mereka memang sedang menonton di siang bolong dan cahaya matahari tentu saja bisa masuk melalu celah-celah ventilasi. "Besok?" Suara yoga kembali terdengar ditelinga chika, kali ini jauh lebih jelas dari sebelumnya, membuat chika segera berpaling menatap pemilik suara berat itu. Beberapa detik pandangan mereka beradu hingga yoga memalingkan wajah dan berjalan selangkah mendahuluinya. Sedangkan chika hanya terus menatap dengan wajah tanpa ekspresi, tak ada perasaan apapun tak ada getaran apapun. Normalnya seseorang ketika bertatapan dalam jarak sedekat itu paling tidak hatinya akan berdegup tak karuan dan menggila dengan sedirinya itu yang chika baca dari novel dan tentu nya berdasarkan pengalaman chika baru-baru ini.

"gimana kamu gugup kan?"

"Pft.. aku? Gugup? Kenapa? Ya kali gitu aja gugup" chika terkekeh dengan sebelah telapak tangan menutupi mulut. Ia tak menyadari dari kejauhan ada seseorang yang tengah menatap marah kearah mereka berdua yang tengah melempar senyum.

Chika beranjak duduk di mobil pandangannya lekat menatap yoga yang kini telah ikut duduk disamping chika.

"Aku heran" yoga menyalakan mobil dan meninggalkan pelataran rumah chika, matanya menatap fokus kearah jalanan tanpa suara, Membiarkan kalimatnya menggantung hingga chika menatapnya menuntut kelanjutan atas ucapan yoga. "Ya aku heran, kamu sama sekali gak tertarik sama aku kan, bahkan sebelum aku nyatain perasaanku kamu malah nolak duluan, padahal aku ngerasa aku gak jelek-jelek banget tuh sampai harus ditolak. Yah bisa dibilang aku tampan, mapan, baik hati dan tidak sombong oh ya plus nya lagi aku gak pernah pacaran, tapi tetap aja kamu tolak, jadi aku harus gimana?" Chika terperangah mendengar pengakuan yoga yang terkesan percaya diri sekaligus dengan tegas membanggakan dirinya itu. Chika menatap luar jendela mobil, pandangannya menerawang tanpa ujung, ia berpikir respon apa yang harus ia berikan agar yoga mengerti, disamping itu chika juga tak menyangka dengan pola pikir yoga, bagaimana bisa dia menanyakan hal sepenting itu saat di dalam mobil seperti ini.

Belum sempat chika membuka mulut, terdengar ponselnya berdering membuat ia mengalihkan pandangan kelayar ponsel, "ragu" perasaan itu yang pertama kali terasa saat ia menemukan nama arka memenuhi layar ponsel, dengan sekali sentuhan ia mengangkat panggilan dan mengarahkan ponsel ketelinganya beberapa detik tak ada suara dari arka hingga chika mengucap salam

"Apa yang kau lakukan?"

"Hah? Maksudnya?" chika bisa menduga arka sedang marah saat ini terdenger jelas dari suaranya.

"Ahh maksud ku... kamu lagi ngapain sekarang?"

"Ohh aku? Aku lagi jalan" chika berujar santai berbeda dengan jemarinya yang terus memegang ujung jilbab dengan gelisah. Terdengar arka yang menyebut namanya dengan suara pelan setengah tak terdengar.

"Hem" chika menyahut tak kalah pelan.

"Kamu gak lupa janji kita kan hari ini?"

"Ja-janji?" Bukannya menjawab chika malah balik bertanya, perasaannya kian gelisah tak tau apa yang akan ia ucapkan dengan sekali hembusan nafas dan mata tertutup chika bergumam pelan. "Ahh janji itu... maaf aku lupa bilang, aku mau jemput keluarga ku mereka pulang hari ini, jadi... jadi, maaf" dari ujung panggilan terdengar arka yang tak mempermasalahkan alasan chika mengingkari janji mereka. Saat panggilan berakhir chika melirik yoga yang juga sedari tadi memandangnya dengan ekspresi tak terbaca, entah apa yang dipikirkannnya