webnovel

Rahim Untuk Anakku

Embun, terpaksa harus menerima kerja sama sewa rahim karena ia membutuhkan uang untuk melunasi hutang almarhum ayahnya. Selain itu, ia ingin merasakan menjadi seorang wanita seutuhnya dengan menjadi seorang ibu, tanpa harus menikah karena traumanya terhadap laki-laki. Lady, istri mandul yang berusaha untuk menutupi rahasianya dari sang suami, nekat berselingkuh dengan dokter yang membantu proses sewa rahim agar mau membantunya. Dokter itu menggunakan sel telur Embun dalam prosesnya. Bencana terjadi ketika perselingkuhan itu mulai terbongkar. Cerita ini penuh intrik, tetapi tetap dibalut dengan romantisme.

Freddy_San · 都市
レビュー数が足りません
31 Chs

Sesaat

Jangan menjadi pelangi

bagi orang yang buta warna

Jangan pernah kau cintai

yang tak menganggapmu ada

*****

Lady dan Kala tersenyum membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Pandu. Satu tahap lagi.

[Harus deal!] Kala membalas pesan Pandu.

[Good job! Lanjutkan. Kabari terus perkembangannya] Lady membalas pesan tersebut.

Tulalit ... tulalit ....

Telepon genggam Lady berbunyi. Dari suaminya, Kala.

"Ya, Bee. Ada apa?" Lady menjawab panggilan telepon suaminya.

"Honey, Pandu bilang malam ini dia akan ketemu sama Embun. Semoga semuanya lancar ya," kata Kala penuh harap.

"Ya, dia juga udah ngabarin gue kok. Semoga semua seperti yang kita harapkan," jawab Lady sedikit lesu.

"Kamu kenapa lesu gitu, Honey? Ada masalah?"

Mestinya ini kabar gembira, tapi kenapa Lady terdengar tidak semangat? Tentu saja Kala bertanya-tanya dalam hati.

"Nggak ada masalah. Cuma ini tadi kok agak nggak enak badan. Gue mo ke dokter dulu ya, Bee."

Lady beralasan. Wanita ini menghela nafas panjang. Sebetulnya masih ada satu masalah belum terselesaikan, Broto!

"Hmm, ya udah. Naik taksi aja daripada nyetir sendiri. Atau aku pulang sekarang?" Kala terdengar khawatir.

"Nggak usah. Gue cuma ngerasa badan kayak pegel aja kok. Masih kuat nyetir sendiri," jawab Lady.

"Ya udah, hati-hati di jalan ya. Aku pulang agak malam, lagi banyak yang perlu dikerjakan di kantor."

Lady bisa mendengar suara keyboard laptop suaminya. Kala memang meletakkan telepon genggam persis di samping laptop dan menekan tombol pengeras suara.

"Iya, nggak papa. Gue pergi dulu ya, Bee," pamit Lady.

Lady menutup panggilan teleponnya. Dia harus segera bergerak. Jangan sampai ketika Embun menyatakan persetujuan, malah dokter belum siap. Bisa celaka.

Rahasia yang selama ini ia jaga, bisa terkuak tanpa kontrol. Lady tak sanggup membayangkan jika sampai Kala meminta perceraian, setelah tahu dirinya memang tak bisa memberikan keturunan.

Kala, dan siapapun juga, tak boleh tahu bahwa anak yang dikandung oleh surrogate mother bukan berasal dari sel telurnya. Karena itu berarti, bayi tersebut adalah anak Kala dan si ibu surrogate. Posisi Lady sebagai istri akan terancam.

Buru-buru dia kirimkan sebuah pesan ke Broto.

[Broto, lo lagi di mana?]

Lady ingin segera menemui Broto untuk memastikan bahwa ia mau bekerja sama. Tak ada banyak waktu tersisa.

[Lagi di tempat praktek. Kenapa Lad?]

Beberapa menit kemudian Broto membalas pesan tersebut.

Broto mengaktifkan nada yang berbeda untuk pesan maupun panggilan masuk dari Lady. Dengan demikian, sesibuk apapun dia, jika terdengar nada itu, akan selalu bisa meluangkan waktu untuk membalas pesan atau menjawab panggilan telepon.

[Gue ke situ sekarang bisa? Sejam lagi gue sampe. Penting.]

Broto mengernyitkan dahi membaca pesan tersebut. Kenapa Lady mendadak ingin ketemu? Waktu 3 hari untuk berpikir yang sudah disepakati belum juga berakhir.

[Gimana kalo nanti malam aja, Lad? Kebetulan pasien gue penuh, neh.]

Jadwal hari ini memang penuh. Sulit untuk menyelipkan Lady bertemu sampai jam praktek selesai. Toh pasti yang dibicarakan juga bukan berkaitan dengan kesehatan.

[Gue perlu sekarang. Please.]

Lady tetap memaksa. Ia tidak mau Pandu bertemu dengan Embun, sementara dia belum memastikan kesediaan dokter itu untuk membantunya. Resiko yang dipertaruhkan terlalu besar.

[Is it really urgent?]

Balas Broto sambil mengernyitkan dahi.

[Banget! Hidup, dan mati.]

Ini memang soal hidup dan mati bagi kehidupan rumah tangga Lady.

Broto semakin bimbang. Sepenting itukah? Untuk beberapa saat, dokter itu menimbang-nimbang.

[Ok. Gue kosongin jadwal sejam buat lo.]

Akhirnya. Mana mungkin Broto menolak permintaan wanita ini. Jangankan mengosongkan jadwal, mengosongkan hatinya pun ia rela untuk diisi Lady seorang.

[See you then!]

Lady membalas dan segera bersiap menuju tempat praktek Broto.

Wanita itu mengganti pakaian yang ia kenakan dengan terusan polos berwarna merah marun tanpa lengan. Dress yang terkesan sangat sederhana tapi elegan dan seksi tentunya.

Baju pendek yang menutupi setengah pahanya ini membalut tubuh Lady dengan ketat. Mampu mengekspose bentuk tubuh dan tentu saja kulit mulus wanita ini. Uniknya lagi, terdapat resleting panjang dari bagian dada hingga bawah.

Pria yang melihat penampilan Lady kali ini pasti akan penasaran. Apa yang terjadi kalau resleting itu ditarik sampai ke bawah?

"Nir, tolong kosongin jadwal jam 2 sampai jam 3 ya untuk Ibu Ladyane," kata Broto pada asistennya.

"Lah, Dok. Sudah ada yang isi," kata gadis itu heran. Tidak biasanya dokter satu ini utak-atik jadwal.

"Geser aja. Penting," jawab Broto singkat dan kembali ke ruangannya.

Asistennya hanya manggut-manggut.

"Alamak, bakal diomelin orang ini," keluh asisten Broto dalam hati.

Beberapa menit kemudian sang asisten sudah sibuk mengatur ulang jadwal dengan alasan ada pasien darurat yang harus ditangani Broto. Alibi yang cukup masuk akal.

"Nggak biasanya Dokter Broto menggeser jadwal. Tumben-tumbenan. Semoga nggak jadi kebiasaan," kata si asisten dalam hati.

"Jangankan geser jadwal pasien, geser tugu monas juga gue jabanin demi Lady," ujar Broto dalam hati.

Masih ada dua pasien lagi untuk ditangani sambil menunggu kedatangan Lady. Broto berusaha berkonsentrasi pada pekerjaan, tapi memang sulit. Kehadiran wanita itu, bahkan baru sebatas janji ketemu, sudah mampu membuyarkan semua perhatian dan konsentrasi bekerja baginya.

Lady tiba di tempat praktek Broto lebih cepat. Lima menit sebelum waktu yang disepakati.

"Saya sudah ada janji dengan Dokter Broto," kata Lady menghampiri meja asisten Broto.

"Ibu Ladyane kan? Silahkan Bu, sudah ditunggu," jawab asisten itu ramah sambil menunjuk ke arah pintu ruangan Broto.

"Makasih."

Asisten itu memandang punggung Lady yang masuk ke ruangan Broto.

"Dih, pantesan semua jadwal dikosongin. Rupanya Dokter Broto masih pria normal," gerutu si asisten.

Dia yang wanita saja bisa kagum dengan kecantikan Lady, apalagi Broto. Asisten ini bisa memaklumi anomali yang dilakukan dokternya kali ini. Siapa juga mampu menolak kedatangan seorang dewi seperti Lady.

"Hai, Lad. Masuk," sapa Broto.

Lady duduk di hadapan Broto seperti layaknya pasien lain.

"Tumben tiba-tiba pengen ketemu. Ada apa?" Broto memandang takjub pada Lady. Penampilan luar biasa, as always.

"Gue nggak bisa menunggu dalam diam soal jawaban lo. Jadi gue putuskan untuk kemari, dan memaksa lo," ucap Lady sembari bangkit dari kursi.

Wanita itu berjalan menuju Broto dan berdiri persis di depannya. Secara refleks, Broto menggeser kursinya sedikit mundur ke belakang agar tubuh Lady tidak terlalu menempel dengannya.

"Maksud lo apa Lad?"

Broto bertanya agak kebingungan, sekaligus nervous dengan sikap Lady seperti ini. Dipandangnya sosok sempurna di hadapannya, dari kaki, sampai ke wajah.

Sebagai pria normal, Broto tentu saja merasa tidak karuan dengan body language dan mimik muka Lady siang ini. Nafasnya menjadi berat dan memburu menahan gairah. Dada pria itu naik turun menahan gejolak yang membuncah.

Wanita itu tidak menjawab. Dia hanya memandang Broto dengan tatapan tajam dan menggairahkan. Lady seperti seekor singa betina yang sedang bermain dengan domba jantan yang diinginkannya.

Lady menarik resleting di bagian dada. Turun, dan terus turun hingga bagian paling bawah.

Broto membelalak terkejut melihat apa yang dilakukan wanita itu. Pria itu mematung, tak mampu bergerak. Ada sesuatu yang tiba-tiba membuat sesak celananya.

"Do it now, dan sepakati tawaran gue. Now or never," ucap Lady.

Broto tercengang mendengar kalimat Lady.