Yoo Ri menghela napasnya karena hujan tiba-tiba saja turun cukup deras. Ia saat ini sedang berteduh di sebuah pondok yang sepi, hanya ada dirinya saja saat ini. Ia mengulurkan tangganya dan membiarkan telapak tangannya itu basah terkena tetesan air hujan. Senyuman lalu tersungging di wajahnya, ingin rasanya saat ini ia keluar dari pondok dan bermain hujan. Tapi ia tidak bisa melakukannya, akan menjadi masalah jika ia pulang dalam kondisi basah kuyup.
Senyuman di wajahnya perlahan menghilang ketika maniknya itu menangkap seorang pemuda berpakaian biru langit berlari ke arah pondok yang ia diami. Tangannya ia tarik kembali dan memusatkan pandangannya pada pemuda tersebut yang kini jarak di antara mereka hanya sekitar tiga meter saja. Yoo Ri memandangi setiap lekuk wajah dari pemuda tersebut, pemuda itu memiliki wajah yang sangat tampan tetapi ada kesan dingin di wajahnya itu. Jantungnya tiba-tiba saja berdetak lebih cepat dari biasanya dan mungkin sekarang wajahnya sudah memerah.
Pemuda itu menoleh ke arah Yoo Ri---yang segera mengalihkan pandangannya. Melihat hal tersebut sang pemuda tersenyum kecil. "Kenapa seorang gadis bangsawan seperti agasshi pergi seorang diri? di mana pelayan agasshi?"
Yoo Ri kembali menolehkan kepalanya pada pemuda itu. Ia terdiam sejenak, mencoba menenangkan dirinya agar tidak terdengar grogi saat menjawab pertanyaan pemuda itu. "Aku pergi diam-diam dari rumah," jawabnya.
"Benarkah? Aku juga sama. Aku merasa sangat sesak jika berada terus di rumah, apalagi jika harus terus belajar. Sangat membosankan."
"Anda anak yang nakal," ujar Yoo Ri yang setelah itu menutup mulutnya. "Maafkan atas ucapan saya tadi," sesalnya dua detik kemudian.
Pemuda itu justru tertawa mendengar ucapan Yoo Ri. "Kau juga anak yang nakal."
Kedua insan itu lalu terlibat pembicaraan ringan, membahas apapun yang ada di benak mereka. Mulai dari hal yang penting bahkan sampai hal-hal lainnya yang sebenarnya tidak penting untuk di bahas. Tanpa di sadari oleh ke duanya, hujan rupanya sudah mulai mengecil hingga pada akhirnya berhenti dan begitu juga dengan percakapan mereka berdua yang harus terhenti juga.
"Hujan sudah berhenti, sebaiknya aku pulang ke rumah. Agasshi juga harus pulang jika tidak ingin kena omel orangtua agasshi."
"Hm tentu, aku juga akan pulang. Terima kasih sudah menemaniku mengobrol hingga hujan reda."
"Sama-sama. Kalau begitu aku permisi, semoga kita bisa berjumpa lagi."
Pemuda itu sedikit menundukkan kepalanya untuk berpamitan dengan Yoo Ri, yang justru terdiam memandangi punggung pemuda tersebut yang lambat laun mulai menjauh hingga akhirnya menghilang dari pandangannya.
"Semoga kita bertemu lagi, Doryeon-nim," ujar Yoo Ri dengan senyuman mengembang di wajahnya.
Gadis cantik itu memerhatikan kepergian sang pemuda dengan senyuman yang masih mengembang di wajah manisnya itu. "Dia sungguh tampan, aku berharap bisa bertemu dengannya lagi."
~"~
Putra Mahkota Yi Jin hanya dapat menundukkan kepalanya dalam diam sambil mendengarkan omelan panjang dari sang ibu---Ratu Kim. Wanita ber-dangui hijau daun itu berhasil memergoki sang anak yang baru saja masuk ke dalam kamarnya melalui jendela kamar. Ratu Kim sama sekali tidak habis pikir dengan sikap anak keduanya ini, bisa-bisanya sang anak melarikan diri dari istana dengan diam-diam.
"Kau beruntung karena aemi yang memergokimu. Bagaimana jika ayahmu yang memergokimu?" tanya Ratu Kim mengakhiri omelan panjangnya.
"Maafkan aku, Eoma mama. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi," jawab Yi Jin dengan senyuman tipis tersungging di wajahnya, mencoba meluluhkan hati sang ibunda.
"Pegang janjimu itu, Donggung," ujar sang ratu yang pada akhirnya menarik kedua sudut bibirnya.
"Tentu saja," jawab Yi Jin dengan semangat. "Ah benar." Yi Jin merogoh lengan jubahnya lalu mengeluarkan aksesoris yang dibelinya di pasar. "Aku membeli ini untukmu, Eoma mama." Ia menyerahkan binyeo pilihannya kepada sang ibu yang segera di terima dengan senang hati oleh wanita itu.
"Aigoo donggung, ini sangat cantik," puji sang ratu sambil memperhatikan binyeo tersebut. "Seleramu sungguh sangat bagus."
"Terima kasih, Eoma mama."
~"~
Hari sudah larut, tetapi Yoo Ri masih belum beranjak tidur. Gadis cantik itu sedang serius menyulan di teras kamarnya sambil sesekali tersenyum. Ia kembali teringat dengan pertemuannya dengan pemuda tampan itu, sepertinya dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan laki-laki itu. Pemuda itu adalah tipe suami yang ia inginkan selama ini.
"Aggasshi, sebenarnya apa yang sedang Anda pikirkan?"
Pertanyaan dari Bong A---pelayan pribadi Yoo Ri---membuyarkan pikiran Yoo Ri. Gadis bangsawan itu lalu menolehkan kepalanya ke arah sang pelayan dan menyunggingkan seulas senyuman di wajahnya. "Bong A, kau tahu? Tadi aku bertemu dengan seorang laki-laki yang sangat sesuai dengan kriteria suamiku," jelasnya bersemangat.
"Benarkah itu, Aggashi?" Bong A tak kalah semangat dari nonanya saat mendengar ucapan sang nona. Ia membenarkan posisi duduknya dan sedikit mencondongkan tubuhnya untuk mencari tahu kisah lebih lanjut dari sang nona. "Bagaimana nona bisa bertemu dengannya? Tolong ceritakan padaku."
"Jadi, siang tadi saat aku pergi dari rumah hujan tiba-tiba turun. Aku lalu berteduh sejenak, saat berteduh itulah laki-laki itu datang untuk berteduh juga. Laki-laki itu sangat tampan, apalagi dengan pakaiannya yang berwarna biru langit," jelas Yoo Ri.
"Wah, Aggasshi sangat beruntung bisa bertemu dengan doryeo-nim itu," ujar Bong A sambil memandang Yoo Ri penuh binar. "Aku doakan semoga saja aggasshi dengan doryeo-nim itu bisa berjodoh."
Semburat merah menghiasi wajah Yoo Ri saat mendengar doa dari Bong A. Ia tersipu malu dengan doa yang dipanjatkan sang pelayan, namun begitu ia mengaminkan doa tersebut. Berharap langit mendengar doanya dan ia bisa bertemu kembali dengan pemuda tampan itu.
"Terima kasih untuk doanya, Bong A. Aku juga berharap aku dan pemuda itu berjodoh. Itu pasti akan menjadi kisah yang romantis."
~"~
Shin Yoo Ri menghela napasnya untuk kesekian kalinya selama sepuluh menit terakhir. Gadis itu tengah dalam suasana hati yang tidak baik, dan semuanya di karenakan pemuda berbaju biru langit yang ditemuinya tiga hari lalu. Wajah dari pemuda itu terus memenuhi kepalanya dan membuat ia tidak dapat tidur dengan tenang. Di setiap malamnya, jika ia kembali mengingat pertemuan pertama mereka, ia selalu tersenyum sendiri bahkan terkadang ia berguling-guling di atas alas tidurnya. Sepertinya ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Selain itu, ia juga sering pergi ke luar rumah hanya untuk mencari keberadaan pemuda itu. Ia selalu berharap dirinya kembali bertemu dengan pemuda yang sudah membuatnya merasakan jatuh cinta dengan pemuda yang tidak ia ketahui siapa namanya.
"Andai saja aku bisa mengulang waktu, aku ingin kembali ke hari saat aku bertemu dengannya, lalu aku akan bertanya siapa nama pemuda itu dan berasal dari keluarga mana dia. Dengan begitu aku tidak akan merasa seperti ini." Yoo Ri merebahkan tubuhnya, manik hitamnya memandang langit-langit teras kamarnya. "Bong A, apa menurutmu aku bisa bertemu dengannya lagi?"
Bong A yang sedang merapihkan perlengkapan menyulam nonanya itu, menolehkan kepalanya kepada dan terdiam sejenak untuk mencari jawaban yang tidak akan menyinggung perasaan nonanya. "Jika langit menakdirkan kalian berjumpa lagi, maka agasshi pasti akan bertemu dengan doryeon-nim itu lagi," jawab Bong yang kembali menyelesaikan kegiatannya tadi.
"Berarti, jika langit tidak berkata seperti itu, maka aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi," Yoo Ri menghela napasnya sedih, "kenapa aku merasa seperti ini? menyebalkan sekali."
"Bersemangatlah agasshi."
"Hm, tentu."