Syifa terus meronta mencoba untuk terlepas dari cengkeraman Albert. Namun, lagi-lagi hal itu semakin membuat Albert menggila. Tanpa menunggu lama, Albert langsung membawa tubuh Syifa seolah dia tengah menggendong koala, setelahnya, Albert menghepaskan tubuh perempuan itu di ranjang miliknya.
Degup jantung Syifa kembali saling bertalu hebat. Terlebih lagi ketika melihat Albert sudah dengan begitu cekatan melepas satu persatu kancing kemeja kemudian melepaskan dan melemparkannya ke segala arah. Syifa perlahan mengubah posisinya dengan susah payah menjadi duduk, kemudian mundur hingga dirinya sudah berada di perbatasan senderan ranjang.
Syifa menggeleng berulang kali ketika Albert sudah melangkah dan menaiki ranjang. Senyuman penuh arti lelaki itu tunjukkan di hadapan Syifa.
"Albert, jangan!" Syifa berteriak histeris. Dia bahkan melempar segala sesuatu yang ada di dekatnya tepat mengenai Albert. Namun, percuma saja. Hal itu tidak membuat Albert berhenti, bahkan dia semakin menganggap bahwa ini adalah sebuah permainan yang penuh tantangan.
"Mari kita bersenang-senang untuk saat ini, Syifa." Albert terus merangkak mendekati Syifa. Baru saja Syifa mau berlari, tetapi lagi-lagi Albert menggangalkan semuanya. Albert terlebih dahulu mencekal pergelangan tangan Syifa dan kembali merebahkan perempuan itu dengan begitu kasar.
"Menurutlah, Syifa, jangan bikin saya bertindak kasar sama kamu!" bentak Albert.
Syifa menggeleng. Kedua tangannya sudah terlebih dahulu ditahan Albert pun kedua kakinya yang sudah ditekan dengan kedua kaki lelaki itu. Syifa ditindih dengan tidak berperasaan, sedang Albert seolah tengah kehausan, dia langsung kembali beraktivitas di mulut Syifa. Mengabaikan rontaan demi rontaan yang tengah perempuan itu lakukan.
Albert sejenak menghentikan aktivitasnya. Dia menatap Syifa dengan tatapan sayu, sedang perempuan itu menatapnya dengan tatapan murka. "Lepasin saya, Albert, biadab!" Syifa terus saja mengeluarkan umpatan demi umpatan untuk Albert.
Lelaki itu sejenak mengembuskan napasnya, pelan. "Saya tidak akan melepaskanmu, Syifa. Kamu akan kembali menjadi milik saya, atau kalau tidak, berarti kamu sudah melupakan bagaimana kondisi sahabatmu yang masih di kurung di dalam gudang. Kamu tidak membayangkan bagaimana tertekannya dia?" Albert bertanya. Belum juga Syifa menyahutinya, dia kembali membungkam mulut Syifa dengan aktivitas yang semakin lembut. Hal itu nyaris membuat Syifa terus meronta. Tenaga Albert benar-benar sangat besar daripada dirinya.
Syifa terengah-engah, dia seolah sudah kehabisan oksigen karena Albert sama sekali tidak memberikan ruang untuknya. Perlahan, lelaki itu menarik dirinya.
"Lepas semua pakaian kamu, terlebih lagi krudung kamu, Syifa." Albert berujar. Hal itu nyaris membuat Syifa terbelalak. Berulang kali dia menggeleng. Bahkan, spontan membuat kakinya yang perlahan terbebas langsung menendang bagian perut Albert dengan kencang.
Lelaki itu mengerang. Syifa memanfaatkan kesempatan itu dengan segera bangkit menuruni ranjang dan berlari menjauhi Albert.
Perempuan itu sudah berhenti tepat di depan pintu. Syifa merutuki dirinya. Albert benar-benar mempermainkan dirinya.
Pintu itu dikunci tanpa meninggalkan kunci itu di sana. Sejenak, Syifa membalikkan tubuhnya. Kesekian kalinya jantungnya berdegup kencang mendapati Albert yang sudah bangkit. Lelaki itu menyeringai seraya perlahan melangkah mendekati Syifa.
"Mau lari ke mana, Manis," ucap Albert.
Syifa menggeleng berulang kali. Meski dia tahu kalau pintu itu terkunci, tetapi Syifa masih mencoba memainkan ganggang pintu itu. Namun, saat dirasa Albert semakin mendekat, Syifa beranjak mendekat ke arah kursi putar yang ada di dekatnya dan mendorongnya hingga nyaris mengenai kaki Albert.
Albert tidak marah, justru dia meledakkan tawanya menyaksikan tingkah Syifa saat ini. Seperti yang tadi dia katakan, kalau Albert menganggap ini adalah seolah tantangan. Jadi, Albert bisa semakin semangat.
***
"Apakah benar lokasinya ini?" Gus Arfan bertanya sembari turun dari ojek. Kedua matanya kompak bekerja sama mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah. Kali ini dia menatap sebuah gudang yang terlihat begitu sepi.
Zul dan juga Syams---para santriwan yang tadi turut ikut bersama Gus Arfan---juga sama seperti gusnya. Mereka terlebih dahulu mengamati sekitar, sedang Bagas, lelaki itu belum terlebih dahulu datang di lokasi seperti para temannya ini. Dia mengusulkan diri untuk terlebih dahulu lapor kepada pihak kepolisian.
"Iya, Gus. Saya masih ingat betul kalau penumpang saya tadi meminta diantarkan ke sini." Pengemudi yang ditanya Gus Arfan itu menyahuti. Bahkan, selama dia menjawab, pikirannya juga dipaksa untuk terus mengingat. Barangkali dia salah alamat. "Bener, Gus, ini alamatnya," sambungnya lagi ketika sudah berhasil meyakinkan diri.
'Sialan! Lepasin saya!'
Suara teriakan seorang perempuan dari dalam nyaris membuat mereka semua kompak menatap ke arah gudang.
'Haha! Selagi Tuan Albert tidak menyuruh kita melepaskan Nona, maka jangan mimpi kamu kami lepaskan!'
'Jangan sentuh-sentuh, sialan!'
Gus Arfan yang mendengar itu pun langsung beranjak mendekat ke arah pintu gudang, diikuti dengan kedua santriwan serta para pengemudi ojek yang tadi mengantar mereka pun ikut membantunya. Mereka kompak mendobrak pintu gudang dengan begitu kencang. Hal itu nyaris membuat orang yang berada di dalam gudang kompak mengalihkan pandangan tepat di tengah pintu gudang yang sudah terbuka lebar.
Para lelaki berbadan besar itu menatap tajam ke arah segerombolan lelaki asing ini.
"Siapa kalian? Berani sekali kalian masuk ke sini!" Salah satu dari mereka berujar dan langsung mengambil lamgkah dan memulai serangan tepat sasarannya adalah salah seorang dari pengemudi ojek.
Melihat hal itu, sontak membuat yang lainnya tidak tinggal diam. Mereka turut ikut menyerang, pun sisa lelaki berbadan besar tadi juga ikutan mengeluarkan aksi dan melayangkan bogeman mentah tepat mengenai pipi Gus Arfan.
"Gus!" Zul yang melihat itu pun tidak terima. dia langsung melayangkan tendangan dan serangan berubi-tubi.
Seberapa besar pun kedua anak buah Albert saat ini, kalau mereka sudah kompak dan bersatu tidak ada kata mustahil untuk mengalahkan mereka.
Tepat di serangan terakhir, anak buah Albert sudah tersungkur di lantai gudang, pun darah yang keluar dari kedua sudut bibirnya, tidak lupa juga banyaknya luka lebam yang menghias di wajahnya.
"Katakan kepada kita, di mana Syifa." Gus Arfan berujar dengan menatap dingin kedua lelaki yang masih tersungkur itu secara bergantian.
"S--saya tidak tahu!" Salah seorang dari mereka menjawab. Bahkan, dengan mengambil kesempatan, dia memanfaatkan kakinya mencoba untuk menjegal kaki Gus Arfan yang ada di hadapannya. Namun, karena Gus Arfan sudah terlebih dahulu memperhatikan, dia langsung menarik kakinya dan justru malahan memberikan injakan tepat di kaki lelaki itu.
"Argh!" Lelaki itu mengerang dan memegangi kakinya ketika Gus Arfan sudah melepaskan injakannya.
"Sekali lagi saya ulangi. Katakan kepada kita, di mana Syifa." Gus Arfan kembali berujar.
"Rupanya kalian masih belum puas untuk main serang-serangan?" Kali ini Sams yang bersuara. Bahkan dia mendekat ke arah salah seorang anak buah Albert, kemudian mulai menarik kerah leher lelaki itu. "Katakan di mana kalian menyembunyikannya!" gertak Syams.